•SELESAI•

60.7K 3.3K 111
                                    


.
.
.

Kilas balik

"Bun, Alfane mau ketemu Mama Papa." Anak laki-laki berumur 9 tahun terus saja mendesak wanita paruh baya di depannya.

"Mereka sibuk. Kamu nggak bisa ketemu mereka sekarang."

"Alfane mau tinggal sama mereka, Alfane kangen Azel!"

"Nama kamu sekarang Galva, lupakan nama Alfane. Kamu sekarang udah jadi anak Bunda!"

"Tapi Alfane--"

"GALVA!"

"Iya, Bun. Galva kangen Papa Mama dan Azel. Boleh, ya, Bun?" bujuk bocah laki-laki itu dengan mata yang berkaca-kaca.

Wanita yang dipanggilnya Bunda itu menghela napas pasrah. Ia berjongkok di depan ponakan yang ia angkat menjadi anaknya. Namanya Reani, Kakak kandung dari orangtua Alfane Diovanes yang sekarang namanya diubah menjadi Galva Alfane.

Reani dan suaminya sudah belasan tahun menikah, tetapi mereka belum dikaruniai anak. Pada waktu Galva berumur 5 tahun, Reani dan suaminya mengangkat Galva menjadi anaknya. Hal itu dikarenakan sang adik Atresia dan Diovanes baru saja dikaruniai seorang putri. Mengingat Atresia dan Dio orang yang sangat sibuk, Reani berinisiatif membesarkan Galva seperti anaknya sendiri. Hal itu disetujui oleh Atresia dan Dio.

Sudah 2 tahun lamanya Galva tidak bertemu kedua orangtua dan adiknya. Terakhir kali mereka bertemu saat Azel atau Azeline Diovanes baru berumur 3 tahun. Reani sengaja tinggal di kota yang berbeda dari kedua orangtua kandung Galva. Ia mau Galva bisa melupakan orangtua kandungnya. Memang sangat egois.

"Bundaaaaaa!" rengek Galva.

"Oke, kita tunggu Ayah kamu pulang dari kantor. Kita rundingan dulu, kalau boleh besok pagi kita ke sana," pungkas Reani. Ia tidak tega melihat anaknya itu menangis.

"Makasih, Bundaaaa, Galva sayang Bunda." Reani tersenyum saat Galva memeluk pinggangnya.

"Bunda juga sayang sama Galva. Jangan tinggalin Bunda," ujar Reani mengelus puncak kepala Galva.

"Emm, Bun ...."

"Mama sama Papa nggak lupa sama Galva, 'kan?"

"Enggak sayang. Kamu anak mereka, jadi mereka nggak mungkin lupa," jawab Reani.

"Kalau Azel ingat Galva nggak, Bun?"

"Haha kamu ini, Azel masih berumur tiga tahun waktu itu, jadi nggak mungkin dia ingat sama kamu," jawab Reani terkekeh.

"Yaaah, coba aja Galva sering bertemu Azel, pasti seru!" seru Galva.

Raut wajah Reani langsung berubah datar.

"Bunda marah, ya? Maaf, Galva nggak berharap tinggal sama mereka lagi, Galva tadi cuma berandai-andai, kok, Bunda," ucap Galva merasa bersalah. Reani mengangguk dengan senyum terpaksa.

"Sekarang kamu istirahat, besok kita bertemu Papa sama Mama kamu," pungkas Reani sambil menggiring Galva menuju kamarnya.

***

Sampainya di kediaman keluarga Diovanes, Galva langsung berlari menuju pintu gerbang rumah besar di hadapannya. Anak laki-laki itu langsung menggedor-gedor gerbang dengan tidak sabaran.

"Galva, ada bel. Tangan kamu bisa sakit mukul-mukul itu," celetuk Reani. Wanita itu langsung memencet bel rumah.

Gerbang yang menjulang itu perlahan terbuka. Baru saja Galva ingin berteriak memanggil Papa dan Mamanya, tapi seseorang yang membukakan gerbang itu bukanlah orang yang ia harapkan.

"Papa sama Mama mana?" tanya Galva langsung pada satpam yang membuka pintu.

"Siapa, ya?" tanya satpam itu.

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang