50.»Healing

38.9K 4K 318
                                    

Vote dulu ya.

Baca ulang part sebelumnya kalo lupa

.
.
.

"Ngapain kamu ke sini?"

"Kok ngomongnya gitu, Kek?"

"Kakek masih marah sama apa yang kamu lakukan terhadap Azalea, Ludira." Alferd Kasalvori bangkit dari duduknya. Ketenangannya saat menyesap secangkir kopi terganggu oleh kedatangan cucunya.

"Kenapa Kakek nyalahin aku? Aku merasa apa yang aku lakukan itu benar-"

"Benar? Kamu tau sendiri bagaimana keadaan Agraven saat Aza menghilang? Adikmu itu sudah seperti orang gila, Ludira. Hidupnya seperti tidak bertujuan," potong Alferd marah.

"Lebih baik dia merasa kehilangannya sekarang. Jika tidak sekarang, Raven akan lebih merasa sakit. Lebih baik Azalea pergi dari hidupnya sekarang."

"Apa Kakek perlu bawa psikiater Genta ke sini? Atau kamu langsung kakek bawa saja ke rumah sakit jiwa, Ludira? Kamu sekarang semakin tidak waras-"

"KAKEK BILANG DIRA GILA? AKU NGGAK GILA, KEK!" sentak Ludira tidak terima.

Alferd memijit pelipisnya. Ia harus apa dengan sikap Ludira.

"Mau kamu apa?" pasrah Alferd.

"Aku mau Agraven dan Aza berpisah. Jika mereka gak bisa berjarak, maka Ludira yang akan menjauhkan jarak mereka. Jarak yang nggak akan bisa mereka hapus lagi."

***

"Bosan, hm?"

"Iya," jawab wanita hamil yang sekarang sedang bersandar di bahu kokoh suaminya.

"Mau jalan-jalan?" tawar sang suami.

"Mau-mau! Aza mau banget!" seru wanita yang bernama Azalea Kananta itu dengan sangat semangat.

"Ayo siap-siap, aku telepon seseorang dulu."

Aza mengangguk. Kakinya melangkah menuju kamar baru dua hari yang lalu ia tempati bersama Agraven, sang suami. Aza memutuskan untuk pindah kamar di lantai dasar, ia tidak tega kepada Agraven yang terus-menerus menggendongnya.

Aza mengabaikan suatu cairan berwarna merah yang berada tidak jauh dari depan pintu kamar mandi. Aza tau itu darah. Ia sudah tidak heran melihat darah atau hal-hal yang menakuti dirinya. Bangkai tikus contohnya.

Aza tau itu ulah Ludira. Dua minggu setelah dirinya kembali dari kabur, Aza sering mendapatkan teror. Dari hal yang menyeramkan, sampai hal yang menjijikkan.

Aza bukannya menuduh Ludira, tapi siapa lagi orang yang menginginkan ia pergi dari hidup Agraven. Dari tulisan ancaman saja Aza sudah tau itu Ludira, tapi Aza tidak akan menyerah begitu saja. Ia sayang Agraven, ia tidak mau menyerah hanya karena teror itu.

Seperti biasa, sebelum Agraven tau ia diteror, Aza lebih dulu membersihkannya.
Aza tidak mau Agraven tau, ia tidak mau menjadi penyebab Agraven membunuh orang lagi, terlebih kakaknya sendiri.

Walau masih takut melihat darah, Aza tetap memberanikan dirinya.

"Sampai kapan aku harus terima hal ini?" beonya.

"Kamu gak usah takut, Mama pasti jagain kamu. Mereka yang tidak suka sama kita tidak akan bisa menyakiti kamu. Mama akan melindungi kamu walau nyawa Mama sendiri taruhannya" ujar Aza sambil mengelus perutnya.

Setelah selesai membersihkan noda darah yang tidak terlalu banyak itu, Aza segera bersiap-siap. Ia tidak mau Agraven lama menunggu.

"Baju aku sempit," gerutu Aza saat melihat baju yang ingin ia pakai sudah tidak muat di tubuhnya.

AGRAVEN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang