43 - Pembully in Dream?

22 5 16
                                    

(Rasya Albertus)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Rasya Albertus)

btw anw,

[happy reading]

- - -

Dua hari belakangan ini, Diandra lebih sering ngumpul bersama kakak kelas, anak dance. Istirahat langsung ngilang, sama persis ketika Janura mendatangi sekolah.

Tidak, bukannya Athala, Disya, dan Faya mengharuskan mereka selalu bermain berempat tidak. Setidaknya mengabari, Disya cemas karena Diandra sejak pagi sudah memusatkan perhatiannya ke ponsel.

Bahkan, Faya dan Disya sering pergi berdua, Athala ditinggal pun tidak memusingkan hal tersebut.

Dan saat pulang sekolah, Diandra kembali menghilang. Athala, Faya, dan Disya tidak membawa kendaraan pribadi makanya tidak berjalan ke parkiran, mereka bertiga melewati koridor kelas sepuluh. Tahu apa yang mereka lihat? Diandra melabrak adek kelas.

Adek kelas yang awalnya tidak tahu apa-apa, kemeja seragam putihnya basah. Diguyur air es sebotol yang dibawa Diandra. Memang tidak seberapa basahnya, tapi ini air es, dingin.

“KAK DIANDRA,” teriaknya kaget.

“Apa?” Diandra membentak. “Gilsya, lo cantik, pinter, vokal band, lo lebih tinggi dari gue, dan lo enggak ngehormatin kakak kelas?” geram Diandra.

Anak yang dilabrak Diandra adalah Gilsya Afika. Athala, Disya, dan Faya masih kaget melihat pemandangan di hadapan mereka.

Terlebih, Gilsya yang kali ini jadi sasaran temannya. Bukan baru sekali Diandra melabrak adek kelas, mungkin ini sudah kesekian kali.

“Maksudnya apa sih, kak? Gue gak paham?” lirih Gilsya.

“Gausah sok polos, gue tau semua kelakuan lo. Setelah ngerebut pacar gue, sekarang juga mau ambil temen gue?” Diandra meremehkan, kali ini mereka sudah jadi tontonan. Dari kakak kelas, teman seangkatan, juga anak kelas 10.

“DIANDRA! Apa maksud lo?” Alfaraz datang membentak Diandra. “Lo masih suka sama gue sampe berbuat gini?”

Diandra terkekeh sinis mendengar pertanyaan Alfaraz, “Lo deket ya sekarang sama Gilsya Afika adeknya Alintang Cantika,”

“Hah?” Alfaraz malah cengo sendiri berdiri diantara Diandra dan Gilsya.

“Iya salah gue kan, Al? Dulu pas balik lomba dance kita putus itu salah gue, sekarang juga salah gue kan?” Diandra menurunkan suaranya jadi rendah.

Yang lain masih diam ditempat melihat pertunjukan gratis di depan mata. Sampai Alfaraz menarik tangan Diandra menjauh dari kerubungan yang menonton mereka.

Seperginya Diandra dan Alfaraz, refleks Viktor memberikan kemeja kotak-kotaknya ke Gilsya dan pemandangan itu tak luput dari pandangan Athala.

Bahkan Disya, Faya, dan Zidan kompak menoleh ke Athala yang menampilkan raut wajah datar, tanpa ekspresi. Bahkan, mereka tidak tahu kalau ada Rasya di samping Athala.

Viktor Bukan VektorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang