22 - Tikungan Tajam

43 4 23
                                    

Istirahat ketiga ini, Diandra sudah tidak ada dikelas karena ditunjuk untuk menjadi bagian dari marching band. Disya juga, karena dia merupakan anak marching dari kelas 10.

Hanya Athala dan Faya yang tersisa. Mereka memilih pergi kekantin. Sampai di kantin, Diva yang lagi dekat dengan Disya menghampiri mereka.

“Kak Thala, gimana proposalnya udah mulai dibuat?” tanya Diva ke Athala. Yang dimaksud adalah proposal untuk kegiatan classmeeting.

“Serli yang buat nanti gue yang nambahin.” sahut Athala. 

Diva mengangguk paham. “Bantuin ya, kak. Ini panitia inti kelas 10, gue takut kalo gagal.” ucap Diva memohon.

“Iya, kelas 11 yang lain pasti juga bantu kalo kalian ada kesulitan.” Athala meyakinkan.

Faya yang tadi hanya mendengarkan ikut tertarik dengan obrolan mereka. “Tumben banget Athala jadi sekretaris, biasanya tukang foto.” Athala senyum menanggapi Faya.

“Btw nih ya, Div. Lo deket mulu kapan jadian sama Disya nya?” tanya Faya yang lagi–lagi langsung tanpa basa basi.

“Belum berani jedor, kak. Soalnya gue masih kelas 10, takut aja.” sahut Diva sambil cengengesan. Maklum, badannya aja gede tapi jiwa masih imut–imut.

“Dasar dedek gemes.” celetuk Athala seraya tertawa. 

“Jangan lama-lama gantungin temen gue dong! Ntar lo gue gantung ganti,” ujar Faya membuat Athala dan Diva bergidik ngeri.

Setelah itu, Diva berpamitan untuk kembali ke kelasnya. Dari sebrang meja yang ditempati Athala dan Faya, bisa dilihat disana ada Viktor, Alfaraz, Zidan, dan tiga orang temannya lagi.

“Kak Alfaraz ganteng ya.” ujar Athala tiba–tiba.

Faya menaikkan sebelah alisnya bingung. “Hm?”

“Itu, kak Viktor ganteng. Kak Zidan juga. Temen mereka kayaknya ganteng semua deh.” lanjut Athala yang masih setia menatap arah yang sama.

Faya menyentil dahi Athala. “Bucin mulu ni anak.” Athala mengusap–usap dahinya yang menjadi korban kuku jari Faya yang panjang.

Setelah Athala dan Faya kembali ke kelas, hp Athala bergetar tanda ada notif yang masuk. Viktor membuat snapgram. Namun, Athala tidak langsung melihat malah mematikan jaringan data hpnya.

Faya yang melihat dari samping heran, biasanya Athala kalau ada notif apapun yang berhubungan dengan Viktor pasti akan langsung dibuka. “Tumben.”

“Apanya?” tanya Athala.

Faya menunjuk hp Athala menggunakan dagunya. “Enggak langsung buka.”

Athala menggeleng, “Enggak.”

•••

Bel pulang sekolah sudah berbunyi dua menit yang lalu, Faya masih menunggu Athala yang berada di dalam toilet. Saat kembali dari toilet hendak menuju ke parkiran, mereka berdua menengok ke arah lapangan dimana masih ada anak yang latihan marching.

“WOI.” teriak Faya, sontak saja banyak anak yang menoleh kearahnya. Athala yang berdiri disampingnya meringis mendengar teriakan Faya. Diandra dan Disya menoleh ke sumber suara.

“Pulang dulu ya, baik–baik latihannya! Jangan malu–maluin gue.” ujar Faya yang sekali lagi membuat perhatian anak yang sedang lewat atau bahkan yang memang sedang latihan marching tertuju kearahnya.

Athala dan Faya menuju parkiran bersama untuk mengambil motor masing–masing. “Thal, nanti malem nongkrong yuk.”

“Kemana?” sahut Athala seraya mengenakan helm.

Viktor Bukan VektorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang