Chapter 130 : Anjing Jantan Menggila

364 54 3
                                    

Keduanya masuk ke dalam Rumah Aprikot Keberuntungan. Saat si pelayan melihat pemilik baru berkunjung lagi, ia langsung berubah hormat.

Su Xi-er berkata pada si pelayan, "Bawakan seteko teh lagi yang kuminum sebelumnya."

Si pelayan ragu-ragu, tetapi dengan cepat menurutinya saat ia melihat kalau pemilik baru tidak mengajukan keberatan.

Segera saja, seteko teh dibawakan ke meja tersebut.

Pria berbaju biru mengambil satu cangkir teh sambil lalu dan mulai mengisinya, tatapannya tak pernah lepas dari Su Xi-er.

Su Xi-er memelankan suaranya. "Aku merasa kalau kematian kedua Nona Wei mencurigakan. Bagaimana menurutmu?"

Aku melihatnya mengintai mencurigakan di hari dimana kedua Nona Wei mati. Walaupun akulah yang mengikat mereka sewaktu mereka masih hidup, kematian mereka sama sekali tak ada sangkut pautnya denganku.

Aku tidak sebaik itu hingga mencoba menegakkan keadilan demi mereka, tetapi aku benar-benar ingin mengetahui mengapa pria ini membunuh mereka.

Apakah karena kedua Nona Wei menyinggungnya? Atau mereka mengucapkan sesuatu yang menghina? Apa yang mungkin mereka katakan?

"Nona, apakah kau mencurigai orang rendahan ini?" Ia mengosongkan cangkir tehnya sebelum melanjutkan, tidak menunggu jawaban Su Xi-er.

"Nona, apakah menurutmu aku bodoh? Membeli Rumah Aprikot Keberuntungan setelah membunuh orang agar aku bisa menarik kecurigaan semua orang kepadaku? Apakah menurutmu, aku ingin menggali satu lubang agar aku bisa melompat masuk ke dalamnya?"

Ia benar. Meskipun ini juga adalah apa yang Su Xi-er pikirkan, ia tidak berkomentar apa-apa.

Membeli kedai teh setelah membunuh kedua Nona Wei sama saja dengan mencari masalah dengan menarik semua kecurigaan pada dirinya sendiri. Dikatakan begitu pun, ada pepatah mengatakan, bahwa tempat paling berbahaya juga adalah tempat yang paling aman.

Membeli Rumah Aprikot Keberuntungan serupa dengan berjalan masuk ke dalam jebakannya sendiri, tetapi sebaliknya, ini juga membantunya lepas dari kecurigaan.

Ada kilatan terpancar di mata Su Xi-er. Ia bangun, menuangkan pria itu secangkir teh lagi selagi berkomentar, "Kau adalah orang yang pandai."

Ia tidak menjelaskannya, tetapi ia yakin bahwa satu kalimat ini sudah cukup untuk membuatnya menebak tujuannya.

"Nona, kau sangat cantik. Kalau kau benar-benar takut tidak bisa menikah, kau bisa mencariku." Pria berbaju biru sekali lagi menghabiskan teh di cangkirnya sebelum bangkit, beranjak tanpa kata lainnya.

Saat kepalanya berpaling dari Su Xi-er, pria itu memperlihatkan ekspresi kebencian di bawah cadarnya. Kematian kedua Nona Wei itu sama sekali bukan hal yang patut dikasihani; mereka pantas mati. Semua orang yang terus bergosip, memfitnah, dan menyakitinya, pantas mati.

Mungkin, satu-satunya orang yang akan memahami pemikiran pria ini hanya dirinya sendiri.

Su Xi-er memerhatikannya selagi ia pergi, jadi semakin mencurigainya.

Tetapi, ini waktunya bagiku untuk pulang ke rumah pos. Setelah ia membayarkan tagihannya, ia langsung bergegas menuju ke rumah pos.

***

Ia sampai di kamarnya, dan baru saja akan menghapus pemerah pipi di wajahnya saat suara satu pengawal terdengar dari luar.

"Su Xi-er, Pangeran Hao menyuruhmu membawakan teh."

Bagaimana ia bisa tahu kalau aku sudah pulang? Apakah ia menyuruh orang untuk mengawasiku sepanjang waktu?

Su Xi-er mengelap kesepuluh bintik di wajahnya dan menjawab, "Baik, aku akan segera ke sana."

Consort of A Thousand Faces 1 [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang