Chapter 117 : Memanggilnya 'Ibu'

392 57 1
                                    

Pei Qian Hao berjalan menghampiri dan menggunakan tangan kanannya di pinggang Su Xi-er sebagai pengungkit untuk membaringkannya lurus di atas ranjang, kemudian menarik selimut untuk menutupinya. Namun, tepat saat ia selesai melakukannya, Su Xi-er membalikkan selimutnya hingga terbuka dengan ekspresi nakal, pipinya bersemu lebih merah daripada sebelumnya.

Dengan sebegitu banyaknya ia bergerak sewaktu tidur, pantas saja ia masih sakit.

Pei Qian Hao menarik ujung selimut untuk menutupinya lagi, tetapi ia mengangkat tangannya dan menariknya dengan senyum di wajahnya. Jika saja Su Xi-er tidak memejamkan matanya dan bertingkah seaneh ini, ia pasti akan mengira gadis ini dalam keadaan sadar.

Tiba-tiba saja, Su Xi-er terkikik beberapa kali dan menggenggam tangan Pei Qian Hao erat, dan semakin erat saja, seolah ia adalah bagian tak terpisahkan dari hidupnya.

Namun, wajah Pei Qian Hao menggelap lagi saat ia memanggil dengan manisnya.

"Ibu ...." Saat ia menjadi Ning Ru Lan, ia selalu memanggil Ibunda Permaisurinya dengan sebutan 'Ibu'. Walaupun di depan orang lain, ia akan memanggilnya, 'Ibunda Permaisuri'.

Kata-katanya ini tak diragukan lagi, bukti kalau ia tengah bermimpi tentang ibunya.

Tetapi, ia sedang memegangi tangan Pei Qian Hao—tangan seorang pria. Meskipun ia tahu kalau gadis ini sedang bermimpi, ia tetap memanggilnya sebagai 'ibu' ....

Mata Pei Qian Hao gelap sewaktu ia menurunkan dirinya ke sebelah telinga Su Xi-er dan berbisik dengan suara rendah, "Apakah Pangeran ini adalah ibumu? Kau punya ibu yang mirip seperti Pangeran ini?"

Meskipun ia masih tertidur, Su Xi-er masih bisa merasakan secara naluriah akan bahaya yang terkandung dalam suaranya. Ia segera melepaskan tangannya, membalikkan tubuhnya ke satu sisi dan memunggunginya.

Pei Qian Hao sedikit mengamatinya, diam-diam menutupinya dengan sehelai selimut sebelum duduk di atas sebuah bangku di samping dan memijat keningnya pelan.

Ketika suara seorang pengawal terdengar dari luar kamar, Pei Qian Hao bangkit berdiri dan segera berjalan keluar. Setelah membukakan pintunya, ia mendiamkan si pengawal dengan pelototan dinginnya.

Pengawal itu langsung gemetar ketakutan dan mengecilkan suaranya. "Pangeran Hao, semuanya sudah diurus. Kasus kedua Nona Wei akan ditutup esok hari."

Pei Qian Hao mengangguk. "Awasi Su Xi-er besok. Jangan biarkan ia keluar dari rumah posnya."

Pengawal itu mengangguk beberapa kali sekaligus. "Mematuhi perintah."

Sementara semuanya tenang dan damai di rumah pos, lain ceritanya di pinggiran ibu kota ....

***

Hari berikutnya, Su Xi-er membuka mata mengantuknya akibat mabuk. Aku minum terlalu banyak anggur semalam. Ia memeriksa keadaan sekitarnya .... Ini adalah ... kamar Pangeran Hao.

Apakah ia membawaku kemari semalam? Su Xi-er mengernyitkan alisnya dan menyibakkan selimutnya hingga terbuka. Saat ia melihat korset Cina abu-abunya tergeletak di atas ranjang, ia hanya bisa bengong.

Baju luaranku sudah menghilang, dan korsetku lepas. Apa yang terjadi semalam? Kepala Su Xi-er pun sakit lagi; semakin ia memikirkannya, kepalanya semakin sakit.

Ia mengusap-usap keningnya hingga sakit kepalanya sedikit berkurang, kemudian melanjutkan memungut korsetnya dan mengenakannya. Melihat-lihat ke sekitar bagian bawah ranjang, ia menemukan baju luarannya tergeletak di sebelah sehelai kain panjang.

Su Xi-er mengamati kain itu sementara berpakaian. Tampaknya, ini dirobek paksa oleh seseorang. Apakah aku melakukannya saat mabuk kemarin?

"Su Xi-er, obatmu di sini." Suara si juru masak wanita terdengar dari luar.

Consort of A Thousand Faces 1 [Terjemahan Indonesia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang