BAB 51

346 44 1
                                    

Malam harinya, Mark menelepon Aiden memberitahu bahwa keberangkatannya sudah siap dan Rumah yang nanti akan mereka tempati untuk waktu yang lama—harapnya juga sudah siap. Ia melihat Helene keluar dari kamar mereka dengan celana jeans pendek dan kameja kebesaran putih polos. Istrinya terlihat cantik dan Aiden menyukainya. Ia menyukai mata wanita itu ketika menatapnya. Biru safir, sangat cantik. Helene akan terlihat cantik menggunakan pakaian apapun apalagi ketika Wanita itu tidak mengenakan—mengenakan apa Aiden? Ia bertanya pada dirinya sendiri. Aiden tidak bisa berpikir jernih. Sialan. "Apa yang sedang kamu pikirkann, Aiden?" Helene dapat melihat dari rahang pria itu yang mengeras dan tatapan iris biru itu dari balik kacamatanya kalau Aiden sedang memikirkan percintaan mereka tadi pagi sampai siang hari.

"Hi, beautiful."

Helene tersipu malu dan ia berjalan ke pantry, "Apa kamu lapar?"

Aiden menggangguk dan mengikuti Helene dari belakang. Menatap bokong padat isterinya yang tadi malam—Aiden berpikirlah dengan jernih! "Mark akan menunggu di Bandara dan kalau kamu mau, kamu bisa mengajak Margaret untuk membantu kita disana nanti."

"That would be good. I like Margaret. Anyway, aku akan membuat pasta, kamu mau?" Helene memasukan pasta ke dalam panci dan merebusnya. Ia mengambil bawang putih dan bumbu instan lainnya untuk mempercepat semuanya.

"Let me cook instead. Kamu baru saja selesai mandi dan aku tidak mau kamu mengotori kameja kamu." Aiden mengambil alih pisau yang di pegang Helene dan mengecup pucuk kepalanya. "Ya?"

"Nope. You sit and I cook. Okay?" Ia mengambil kembali pisaunya dan mulai memotong bawang putih sampai halus. "Len," panggil Aiden.

"Please?"

"Fine."

Helene tersenyum dan ia menyajikan pasta dengan carbonara sauce dan juga sosis dua puluh menit kemudian di atas meja. "God, I think I just taste the best pasta carbonara in my life." Aiden memakannya dengan lahap sampai mulutnya penuh.

"Apa aku boleh bertanya?"

Aiden melihat istrinya yang duduk berhadapan dengannya dengan senyum merekah. "Ya, tentu saja. By the way, this is so good, Len."

"Apa dulu aku suka memasak?"

Tidak.

"Ya, kamu mencoba semua jenis makanan dan tidak pernah gagal membuatnya." Pengecut, Aiden. Kamu berbohong. Helene Allard—istrinya tidak pernah memasak bahkan untuk makan pun tidak mau kecuali Aiden harus menyuapinya dengan sedikit bujukkan.

"Oh ya?" Senyum Helene merekah dan ia kembali memakan pastanya. "I think we should do sex in this kitchen pantry before we're leaving." Aiden yang terlihat sangat fokus dengan pastanya hampir tersedak mendengar perkataan Helene dan ia segera meminum segelas air untuk meredakan batuknya. "Helene," panggilnya.

"Apa kita pernah melakukannya disini?" Helene bertanya dengan polos dan Aiden merasakan dirinya yang sudah mengeras. Mereka hampir tidak pernah menyentuh satu sama lain sebelum kecelakaan itu. "Tidak, Len," jawabanya. Jawaban jujurnya.

"Then let's finish this pasta and do me." Helene menghabiskan pastanya dan menatap Aiden yang masih terlihat terkejut. "Right now? Pasta aku belum habis."

"Right now, Aiden. Now finish your meal," kata Helene kepadanya dan kini Wanita itu berdiri dan mulai membuka kancing kamejanya membuat mata Aiden membulat kaget. "Len, what are you doing?"

"Taking off my clothes, Aiden."

"Kita akan berangkat sebentar lagi," ucap Aiden kemudian melihat arlojinya, "Empat puluh lima menit lagi—fuck." Aiden dapat melihat tonjolan kecil itu sudah mengeras, memintanya untuk mengulumnya. "We'll be quick and arrived to the airport right on time."

Aiden Martin menghabiskan pastanya dan berjalan ke arah Helene untuk mencium Wanita itu. Menggebu-gebu dan menuntut. Aiden Martin tidak bisa menahan dirinya ketika Helene berdiri tanpa mengenakan atasan sama sekali. "You drive me like crazy, Helene." Aiden membawa bokong istrinya ke atas meja makan dan memposisikan dirinya ditengah-tengah Wanita itu. "I can't get enough of this." Aiden memastikan Helene tidak mengeluarkan suara ketika ia menyentuhnya dibawah sana karena kini bibir pria itu kembali menciumnya.

Napas mereka berdua terengah-engah dan bibir Helene membengkak karena ciuman pria itu. "I wanna do you so bad for being kinky to me." Aiden menggerakan jarinya di bawah sana dan tersenyum puas melihat Helene yang terengah dengan mulut terbuka. "Please," lirih Helene.

"Tell me what you want, Helene."

Aiden mengumpat ketika bunyi bel rumah berbunyi. Helene tertawa dan ia dapat melihat kekesalan pria itu karena bunyi bel yang tidak berhenti berdering. "Aku akan memecat Mark jika ia adalah orang yang terus memencet bel sialan itu."

Helene tertawa lagi dan ia mengancingkan kembali kamejanya. "I thought Mark would wait for us at the airport?" Ya, betul. Seharusnya seperti itu. Lalu siapa yang membunyikan bel terus menerus malam ini? "Are we expecting anyone?" Helene kembali bertanya. Ia turun dari atas meja dan mengikuti Aiden yang berjalan ke arah pintu, "No we're not."

Ketika Aiden Martin membuka pintunya, wajahnya menegang dan ia bisa merasakan detak jantungnya sendiri. Davinna Kinsey dan Liam Argent ada dihadapan mereka berdua. Aiden dengan spontan memegang erat tangan Helene membuat Wanita itu kebingungan.

"Hi," sapa Helene dengan bingung. Ia menatap Aiden yang terdiam cukup lama—menunggu pria itu berbicara. "Hi kalian." Gugup. Suara Aiden gugup. Bodoh! Kenapa kamu gugup?

Davinna Kinsey tersenyum kepada Helene dan Helene membalasnya, "Hi, Helene."

Aiden menatap tangan Liam yang melingkar di pinggang Davinna dengan erat dan ia mengepalkan sebelah tangannya. "I don't have any intention to disturb you guys tonight. As a friend of Aiden, We—Me and Liam," Davinna menatap Liam yang mengeraskan rahangnya dan menatap Aiden dengan tatapan membunuh.

"Come here to invite you guys on our wedding." Davinna memberikan kartu undangan kepada Helene dan Wanita itu mengambilnya dengan bingung namun tetap tersenyum.

Aiden yang sedari tadi tidak mengatakan apapun kini bertanya dengan spontan. "Menikah? Kapan?"

Liam mendengus, "Ya menikah. Besok."

Davinna dapat merasakan situasi yang semakin memanas disini dan Helene yang tidak tahu apa-apa bertanya dengan polos. "Apa kita akan menunda kepergian kita malam ini ke Bali, Aiden?"

"Ke bali? Kapan?" suara Liam kali ini terdengar. Menuntut dan berat.

"Malam ini." Helene dan Aiden menjawab bersamaan.

Dari sudut mata Davinna, ia dapat melihat kedua pria itu menahan diri satu sama lain untuk tidak saling membunuh. Jika saja ia tidak mengakhiri pertemuan mereka secepatnya, api yang ada di benak mereka berdua akan meledak dan Helene—wanita itu akan terluka. Kamu harus bersabar, Davinna. Jangan terburu-buru. She had enough for all this drama. Davinna meyakinkan dirinya sendiri demi Alex dan Helene ia akan menahan dirinya kali ini. "We still hoping that you guys can join us tomorrow. Thank you, Aiden. We're leaving now." Dari semua doanya selama satu tahun terakhir, Davinna berharap Aiden akan berbicara kepadanya. Tetapi pria itu sama sekali tidak melepaskan jemari Helene dan sama sekali tidak melihatnya. Poor you Davinna. You're selfish and this is what you deserve.

TBC

Note : jangan lupa untuk comment, vote, dan share ya!

Love by, Ann

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang