"Makan ya," kata Aiden kepadanya seraya menyodorkan sesuap nasi di depan bibir Helene.
Helene menatapnya lelah. Masih tetap dipenuhi rasa bersalah karena berkali-kali menolak pria ini. Dia tidak membuka mulutnya dan tidak berucap sepatah kata pun. Melainkan memejamkan matanya dan membalikkan tubuhnya membelakangi Aiden.
"Helene..." panggil Aiden. Sabar adalah hal yang selama ini dia lakukan untuk menghadapi sikap Helene yang selalu seperti ini.
"Pergi," lirih Helene.
"Liam lagi?" Aiden sudah tidak dapat menghitung berapa kali dia menanyakan pertanyaan ini.
"..." Helene diam namun air matanya kembali turun.
"Mimpi Liam lagi?" juga pertanyaan ini. Aiden tidak pernah berhenti bertanya mengenai pria bernama Liam Argent.
"..."
Seakan mengerti dengan suasana hati istrinya, Aiden bangkit berdiri. Membawa nampan berisi makanan itu untuk ikut ia bawa keluar dari kamar Helene. Tapi sebelum pintu sepenuhnya tertutup dia menggumamkan sesuatu yang sudah sangat sering dia ucapkan.
"Aku tunggu kamu."
Helene memejamkan matanya erat. Membuat air yang menggenang di pelupuk matanya jatuh di pipinya. Perempuan itu meremas dadanya. Ingatan Liam selalu menghantui tidurnya, membuat hatinya kembali terluka dengan terus terjebak dalam kenangan masa lalu yang sampai sekarang masih terus menggores hatinya.
Dia tidak ingin menikahi Aiden. Dia ingin menunggu Liam kembali. Kembali ke dalam pelukannya. Dia ingin melihat wajah itu lagi dan mendengar suara itu lagi, meskipun kenyataan selalu menamparnya telak di wajahnya. Dan Aiden, pria itu sangat mengetahui dengan jelas ketidakinginannya ketika pria itu melamarnya di depan orang tuanya.
Hingga berakhir ke dalam pernikahan hampa dan tanpa rasa ini.
Helene tahu jika dia telah menyakiti Aiden. Dan parahnya dia melakukannya dengan sadar. Terus menyakiti pria itu yang selalu saja bersabar terhadapnya dengan terus mengucapkan kalimat cintanya kepada Helene.
"Jangan," Helene menjeda ucapannya sebelum Aiden menutup pintu sepunuhnya. "Jangan tunggu aku..." Helene menatap bayangan Aiden yang berdiri mematung di ambang pintu dengan nampan berisi makanan.
"Jangan menunggu aku, Aiden. Karena sampai kapan pun, aku tetap tidak bisa. Aku tidak bisa melihat kamu seperti aku melihat Liam. Pernikahan ini... aku tidak pernah menginginkannya. Aku ingin kita berhen--"
"Stop it. Stop. Kamu hanya lelah dan kamu membutuhkan istirahat. Urusan menunggu kamu untuk menganggap aku adalah urusan aku. So just stop, stop thinking about leaving while i'm trying to make you love me."
Dan pintu tertutup. Aiden menyandarkan tubuhnya di pintu ketika dia menutupnya. Pria itu memejamkan matanya. Dia tidak tau sampai kapan dia harus melakukan ini. Karena sikap Helene sama sekali tidak akan berubah sampai kapanpun.
Aiden kembali mengingat ketika dia melamar perempuan itu di depan orang tuanya. Berlutut dengan cincin yang membuat semua wanita bangga dan merasa istimewa.
"Share your life with me, Helene Allarad. Be my wife."
Ketika kedua orang tua Helene dengan begitu bahagia bertepuk tangan dan tersenyum puas, perempuan itu hanya diam. Hanya diam dan tetap diam saat Aiden mengambil tangannya untuk digenggam.
"Aku berjanji akan mencintai kamu seumur hidup aku. Akan merawat kamu dan membahagiakan kamu."
Helene masih mematung dengan mulut terkatup rapat. Mendengarkan semua ucapan pria itu.
"With this ring i ask you to be my wife. Will you?" Liam harus mengulang pertanyaannya kembali karena keheningan yang dibangun oleh gadis itu.
"I..." Helene menatap Aiden sendu. Berdebat dengan dirinya sendiri sebelum sebuah anggukan dilakukannya.
Helene tidak bisa menjawabnya secara langsung, tapi Aiden merasa anggukan saja sudah sangat cukup untuk memakaikan cincin itu dijari manis Helene.
Aiden tersenyum pahit. Kenangan itu walaupun menyakitkan tapi terasa manis untuk diingat. Dia melihat kembali nampan yang sedang di tahannya sebelum menyerahkannya kepada pelayan yang berdiri tak jauh dari tempatnya.
Aiden mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Seseorang yang sangat bodoh karena melakukan kesalahan.
"Dia tidak makan lagi." Aiden berbicara ketika sambungan mereka terhubung.
"Did you force her?"
"Are you crazy?"
"Just make sure that she'll be okay."
Aiden menggenggam ponselnya dengan erat mendengar kalimat itu. "I will. With or without your command."
Aiden mendengar kekehan dari seberang sana. Dan seseorang itu kembali berkata, "Limit. Remember your limit, Martin."
TBC
***
Note : so, what do you think guys? Please let me know. share, vote, and comment this story yaaa.
Love by, Ann
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOOSE YOU
RomanceKetika suatu alasan terungkap, Helene Allard harus memilih antara suaminya atau kekasihnya yang telah menghilang selama dua tahun.