"Kamu benar-benar gila!" Helene berseru tidak percaya dengan apa yang baru saja Liam lakukan. Pria itu baru saja mencuri sebuah kotak pizza dari toko pizza dan menarik tangannya untuk berlari sekencang mungkin.
Napasnya memburu karena detak jantung yang terus saja memompa dengan keras. Para penjaga toko itu terlihat sedang mengejar mereka tanpa berniat untuk berhenti. Dan apa yang dirasakan Helene justru jauh dari rasa takut, ketika mereka sedang dikejar karena melakukan pencurian. Adrenalinnya malah makin berpacu dengan keras setiap dia dan Liam melakukan sesuatu yang sangat melanggar aturan.
"Belum pernah segila ini ketika bertemu dengan kamu," balas Liam dengan napas berkejaran sama dengannya. Bahkan tawa keras terus keluar dari mulut mereka.
"Jadi bertemu dengan aku membuat kamu gila?" Helene bertanya ketika Liam menariknya memasuki gang kecil untuk menghindari dari orang yang mengejar mereka.
Liam menyengir dengan napas memburu dan diselingi tawa kecil. "Gila karena kamu. Kamu membuat aku gila."
Helene tertawa mendengar hal itu. Ketika dia hendak berucap untuk menjawab kata-kata Liam, pria itu mengehentikannya dengan menutup mulutnya dengan tangan besar pria itu. Lalu disusul oleh mata dan mulutnya yang menyuruh Helene diam dengan kode isyarat.
Seolah mengerti dengan maksud Liam, Helene mengikuti arah pandang Liam yang tertuju pada para penjaga yang kini berdiri di ujung lorong gang tempat mereka bersembunyi.
"Kita akan ketahuan." Helene berbisik sangat pelan. Tubuh mereka saling berhadapan dan berhimpitan dengan jarak antar wajah yang sangat dekat.
"Sstt.." Liam kembali menekan bibir Helene dengan jemarinya. Matanya tanpa sengaja saling bertatapan dengan iris biru safir milik Helene yang begitu indah. Tenggorokonnya tiba-tiba saja terasa kering ketika dia tahu bahwa dia tidak bisa memalingkan pandangannya dari wajah Helene.
Jakunnya Liam naik turun dan napasnya berubah tidak teratur. Perlahan satu tangannya yang menempel di bibir Helene itu terlepas dengan pelan. Sementara tangan satunya yang sedang memegang sekotak pizza itu tanpa sadar melemah dan berpindah ke pinggang Helene, sehingga kotak itu jatuh ke aspal.
"Aku ingin mencium kamu," ucap Liam tanpa melepas tatapan mereka. Dia menguncinya sehingga Helene tidak bisa mengalihkan tatapannya. Kedua tangannya membawa Helene makin mendekat ke tubuhnya. Liam sudah tidak memperdulikan orang yang mengejar mereka, karena dia sudah tenggelam dalam wajah cantik Helene.
Helene hanya diam dan tidak berucap apapun. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat. Lebih cepat ketika mereka sedang berlari tadi. Dia terhipnotis ketika Liam memajukan kepala dan mulai memiringkannya. Matanya tanpa sadar terpejam menunggu langkah selanjutnya.
"Kamu pernah berciuman?" Liam bertanya saat kepalanya mendekat detik demi detik.
Helene menggeleng lemah. Matanya sudah terpejam. Keringat dingin keluar dari tangannya.
"Lucky me," ucap Liam sangat pelan saat bibirnya menyentuh permukaan bibir Helene. Dia hanya menempelkannya agak lama sebelum menarik kepalanya menjauh dan kembali berkata.
"Kamu bergetar." Liam menyeringai merasakan tubuh Helene yang terasa kaku dan tangan gadis itu yang gemetar.
Helene berdehem untuk membersihkan tenggorokannya. Perlahan dia membuka matanya untuk menatap Liam.
"No, i'm not," katanya kepada Liam. Membuat pria itu tertawa kecil. Sial. Tentu saja dia gemetar, karena ini pertama kalinya seorang pria menciumnya dan membuat jantungnya ingin melompat keluar.
"Are you sure? Karena aku bisa merasakannya, Len. Kamu gemetar dan kamu sedang berusaha untuk menutupinya."
"Aku baik-baik saja."
"Sungguh? Sampai kapan akan berbohong?"
"Aku tidak berbohong."
"Jika aku melakukan ini?" Liam kembali mendekatkan kepalanya dan melumat bibir Helene lebih dalam dan lama dari yang pertama kalinya. Dia menahan tengkuk Helene untuk bisa melumat bibir gadis itu dengan sensual.
"I'm still fine," ucap Helene serak.
Liam tersenyum dan membawa tangannya ke atas dada kiri Helene. Menekan tangannya tepat di jantung gadis itu.
"Tapi tidak dengan jantung kamu. Jantung kamu tidak baik-baik saja."
"..."
Liam kembali tersenyum dengan lembut dan mengelus pipi Helene saat Helene tidak bisa membalasnya. "Aku yang pertama ya, Len?" tanya Liam.
Helene mengangguk dan Liam tersenyum makin lebar.
"Aku memang beruntung."
"Karena?"
"Karena bisa menjadi ciuman pertama kamu, Len. I'm so lucky."
TBC
Note : vote dan komen jangan lupa guys. :)
Love by, Ann.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOOSE YOU
RomanceKetika suatu alasan terungkap, Helene Allard harus memilih antara suaminya atau kekasihnya yang telah menghilang selama dua tahun.