BAB 11

2.3K 139 6
                                    

31. Tatap mata aku kalau kita sedang berbicara.
32. Jangan pernah melupakan aku.
33. Jangan berbicara dengan perempuan lain kecuali aku, ibu kamu dan Iris.
34. Jangan mabuk kalau tidak sedang bersama aku.
35. Jangan berani pergi tanpa memberi salam.
36. Belikan aku kentang goreng setiap hari sabtu.
37. Jangan biarkan aku pergi tanpa penjelasan kamu. Lakukan segala cara agar aku bisa mendengarkan kamu.
38. Jangan biarkan aku pergi dari kamu.
39. Panggil aku dengan panggilan sayang.
40. Jangan melupakan kalimat i love you disetiap akhir kamu mengirim pesan.

    
Helene menatap wajah tenang Liam yang sedang terlelap di sampingnya. Bagaimana pria itu menghembuskan napasnya dengan teratur dan menariknya kembali, Helene sangat tertarik untuk tidak melewatkannya. Dia menyentuhkan jemarinya di bibir Liam. Hendak menunduk untuk mengecup bibir itu. Tapi bunyi pesan masuk dari ponsel Liam membuat Helene mengurungkan niatnya.

"Aku masih tunggu kamu."

Helene merasakan jantungnya berhenti berdetak untuk sedetik ketika membaca isi pesan itu. Hanya sebuah pesan dari nomor tanpa nama, namun berhasil membuat matanya memanas.

Helene menghapus air matanya dan menemukan Liam yang sudah terbangun sambil menatapnya heran.

"Kamu kenapa?" Liam bangkit berdiri dan mendekat. Menyentuh tangan perempuan itu. Raut wajah khawatir terlihat jelas di wajah pria itu.

"Len, sayang kamu kenapa?"

Helene menepis tangan Liam dan bangkit berdiri. Memakai kembali pakaiannya dan mengikat rambutnya asal. Dia ingin pulang. Dia ingin pergi dari tempat pria ini. Dia membenci Liam.

"Helene," panggil Liam.

Helene sadar nada pria itu berubah tapi dia tidak peduli. Pria itu memiliki wanita lain dan itu sudah pasti. Pesan itu menjelaskan semuanya.

"Helene Allarad." Liam memanggil nama panjangnya. Pria itu sudah ikut berdiri dan menariknya ketika Helene membuka pintu kamar dan ingin pergi.

"Aku tanya kamu kenapa," kata Liam. Pria itu menarik dagu Helene agar menatapnya ketika perempuan itu memalingkan wajahnya.

Dan Helene menatap Liam. Dia memandang wajah tampan itu yang polos seperti tidak tahu apa apa. Sialan. Pria itu pintar sekali berbohong.

"Helene. Kamu tahu aku tidak suka ketika kamu diam dan melakukan semuanya tanpa penjelasan seperti ini." Liam mengeraskan rahangnya. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Helene yang tiba tiba saja menjauh dan tidak ingin disentuh olehnya.

"Aku mau pulang," jawab Helene. Menarik lepas tangan Liam yang memegang dagunya. Tapi pria itu malah menahan bahunya dan menyandarkannya ke dinding.

"What on earth is going with you?"

"Aku. Mau. Pulang." Helene mengulang jawabannya. Lebih jelas dan datar.

"Satu menit yang lalu kamu membelai wajah aku dan satu menit berikutnya kamu pergi dan bersikap dingin seperti ini? Itu bukan jawaban yang aku inginkan." Liam membuka kancing atas kameja Helene dan melanjutkan ucapannya.

"Aku menciumu kamu disini tadi malam." Liam menyentuh dada Helene. Menatap ke dalam manik biru safir itu yang terlihat berair. Pria itu mengusap tanda merah yang membekas disana.

"Itu tidak mengubah semuanya."

"Apa yang kamu bicarakan sebenarnya?"

"Pintar kamu berbohong." Helene kembali mengunci kancingnya dan mendorong dada Liam hingga pria itu mundur ke belakang.

"Aku tanya sekali lagi. Apa yang membuat kamu seperti ini?" Liam menahan amarahnya sekuat tenaga dan Helene tahu itu.

"Aku mau pulang." Ulang Helene.

Liam menggeram dan mendesah pelan sebelum membawa Helene ke dalam pelukannya. "Aku mencintai kamu, Len. Jangan buat aku marah dengan perilaku kamu yang tidak jelas seperti sekarang."

"Tapi kamu mengecewakan aku."

"Apa maksud kamu?"

"Ada orang yang mengirim pesan ke kamu. Dia bilang kalau dia masih tunggu kamu."

Liam mengernyit tidak mengerti. Dan Helene kembali mengulangnya.

"She texted you if she still waiting for you."

TBC

Note : terima kasih sudah membaca!! Sampai jumpa di part berikutnya!!

Love by, Ann.

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang