BAB 4

3K 179 3
                                    

Liam Argent : Sepertinya aku akan terlambat.

Helene Allarad : It's okay. Aku bisa menunggu.

Liam Argent : Jangan kemana-mana. Aku janji akan kesana sebentar lagi.

Helene Allarad : Aku tidak akan kemana-kemana.

Liam Argent : Good girl.

Liam Argent : Aku sudah terlambat berapa lama?

Helene Allarad : Sepuluh menit.

Liam Argent : Mulai berhitung setelah kamu selesai membalas pesan aku.

Helene Allarad : Aku tidak mengerti.

Liam Argent : Mulailah berhitung dari sekarang.

Helene Allard : Ok. Tapi untuk apa?

Liam Argent : Setelah aku sampai, katakan padaku jumlah hitungannya. Ok?

Helene Allarad : Ok.

Helene mematikan ponselnya ketika selesai membaca pesan dari Liam dan meletakan kopi yang telah dibelinya itu disampingnya. Mereka sedang janjian untuk bertemu di Regent's Park, salah satu taman yang terkenal di London. Helene melihat detik yang ada pada jam tangannya dan melakukannya seperti apa yang diminta Liam kepadanya.

Dia menyandarkan punggung ke sandaran bangku di taman dan mulai menghitung. Satu, dua, tiga, empat, dan seterusnya hingga hitungannya berhenti pada angka ke empat puluh.

Saat itu juga dia melihat sosok Liam yang kini sudah berdiri dihadapannya dengan sebuket bunga mawar. Senyum khas Liam terlukis di wajah tampannya. Helene berdiri ketika Liam mulai mendekatinya dan menunduk untuk mengecup bibirnya dengan cepat. Membuat Helene salang tingkah.

"Berapa banyak?" Liam bertanya kepadanya sebagai sapaan pembuka mereka.

"Maksudnya?"

"Hitungannya."

"Oh, tujuh puluh satu. Kenapa?"

"Banyak sekali ya?" Liam tertawa ketika mendengar berapa banyak jumlah hitungannya. Dia memberikan bunga itu kepada Helene sebelum gadis itu kembali bertanya.

"Memangnya kenapa?" Helene mengambil bunga itu dan menghirupnya seraya tersenyum menatap Liam.

"Karena aku terlambat, it means, aku berhutang sebanyak tujuh puluh satu detik kepada kamu."

"Intinya apa?"

"Tulis semua keinginan kamu sebanyak tujuh puluh satu dalam kurun waktu sepuluh menit setiap harinya."

"Apa sih? Kopinya sudah dingin." Helene menganggap ucapan Liam hanya sebagai angin lalu dan mengajak pria itu untuk duduk disampingnya.

"No, Helene, Listen to me." Liam menghentikan tangan Helene yang hendak menariknya untuk duduk. "Tulis tujuh puluh satu keinginan yang kamu inginkan dalam waktu sepuluh menit."

"Memang kenapa? Itu tidak penting. Terlambat adalah hal yang wajar."

"No, itu penting buat aku. Membuat kamu menunggu itu sangat penting buat aku because it means aku tidak bisa menepati janji aku kepada kamu. So please," Liam meraih kertas dan pulpen dari sakunya dan memberikannya kepada Helene.

"Tulis sekarang."

"Liam..."

"Please Helene, aku membuat kamu menunggu dan aku tidak menyukainya."

"Kalau kamu tidak menyukainya kenapa membuat aku menunggu?" tanya Helene kepadanya.

"Makanya aku akan menggantinya dengan tujuh puluh satu keinginan kamu." Liam tetap bersikeras sementara Helene menatapnya dengan heran.

"Memangnya kenapa sih?"

"Kamu adalah seseorang yang penting buat aku, Len. Dan membuat kamu menunggu itu adalah hal terakhir yang ingin aku lakukan. So please, write it now." Liam menatapnya dengan serius sehingga Helene tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan pria itu.

"Fine."

Helene mendudukkan dirinya di atas bangku disusul oleh Liam yang duduk disampingnya. "Tujuh puluh satu keinginan dalam waktu sepuluh menit? Itu cepat sekali, aku bahkan tidak bisa memikirkannya." Helene mengeluh ketika mengingat waktu yang diberikan Liam kepadanya.

"Tulis apapun yang melintas di pikiran kamu. Aku berjanji akan menepati semuanya."

"Liam, kamu tidak perlu melakukannya."

"Len, please." pinta Liam lagi.

"Fine."

Helene memulainya dengan menulis angka satu dan menatap Liam yang sedang menatapnya. "Kalau kamu tidak bisa menepatinya bagaimana?" Helene bertanya kepada Liam.

"I will, i promise."

"Kalau begitu sebelum aku memulai semuanya, biarkan aku bertanya tentang satu hal," ucap Helene kepadanya karena merasa semua hal yang mereka lakukan ini adalah hal yang tidak wajar untuk dilakukan sebagai seorang teman. Mulai dari mencium, perhatian yang berlebihan, bunga, dan lain-lain yang membuat kupu-kupu diperutnya beterbangan.

"Apapun itu."

"Apa peran aku di dalam hidup kamu? I mean, kita hanya berteman, right? Tapi semuanya sangat berlebihan menurut aku."

Liam tersenyum dengan sangat lembut mendengar pertanyaan itu. Gigi putihnya terlihat saat dia tidak bisa menutupi rasa senangnya hanya karena Helene menanyakan hal itu. Liam mendekat dan mulai memiringkan kepalanya dan mencium bibir Helene.

"Just friends?" tanya Liam kepadanya sebelum benar-benar menempelkan bibirnya.

Dia melumatnya dengan penuh kelembutan dan membelainya dengan sangat sensual membuat Helene membalas ciumannya secara naluriah. Ketika Helene mengerang karena gigitannya di bibir bawah gadis itu, Liam menghentikan ciumannya dan berkata dengan suara rendah dan serak.

"friends who like to do this?"

TBC

Note: Terimakasih sudah menyempat diri untuk membaca. Jangan lupa vote dan komennya ya.

Love by, Ann.

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang