Dua hari kemudian Helene bertanya kepada Margaret yang sedang memasak makan pagi untuknya dan Aiden. Helene dengan piyama berwarna hitam dan rambut yang agak berantakan melihat pukul berapa sekarang. Ini masih jam lima pagi. Biasanya dia tidak akan pernah bangun jam lima pagi hanya untuk bertanya kepada Margaret.
"Apa aku bisa membantu kamu memasak?"
Margaret terkejut kecil mendengar seseorang memanggilnya. Wanita paruh baya itu membalikkan badannya dan melihat Helene yang sedang menggesek-gesekan kedua tangannya dengan canggung. "Eh, tidak perlu kok. Saya akan melakukannya dengan cepat jika--"
"Tidak-tidak, hmm, begini Margaret. Aku ingin memasak juga untuk Aiden," kata Helene lebih ke dirinya sendiri. Memasak untuk Aiden? Dia pasti sudah gila.
Margaret mengangguk pelan dan tersenyum hangat. Selama dia bekerja untuk mereka berdua, Helene tidak akan pernah bangun pukul lima pagi hanya untuk membuatkan Aiden makanan. Margaret mulai memberitahukan apa yang harus Helene lakukan dan perempuan itu melakukannya dengan baik. Helene bukannya tidak tahu caranya memasak, tetapi dia tidak mau memasak untuk Aiden Martin.
"Margaret, aku akan pergi tidur lagi," ucap Helene. Dia tidak tahu apa yang sedang dia lakukan di dapur pagi ini. Tapi satu hal yang dia tahu dia tidak seharusnya melakukan ini.
"Eh?"
"Maaf telah mengganggu kamu, Margaret."
"Tuan Aiden selalu meminum kopi hitam sebelum sarapan dan dia akan bertanya kepada saya setiap hari tentang apa saja yang Nyonya lakukan dirumah."
Margaret berbicara dan Helene menghentikan langkahnya. Punggungnya berbalik untuk menatap Margaret yang kemudian melanjutkan. "Tuan Aiden memastikan kepada saya bahwa Nyonya tidak akan pernah bosan dan memastikan bahwa saya akan meneleponnya ketika Nyonya membutuhkan sesuatu."
"..."
"Tuan Aiden juga menanyakan kepada saya apa makanan kesukaan Nyonya Helene."
"..."
"Terkadang tuan Aiden bercerita tentang bagaimana dia kesulitan membuat Nyonya berbicara kepadanya dan menanyakan beberapa tips kepada saya untuk membantunya."
Helene Allard tahu bahwa dia seharusnya marah kepada Margaret yang diam-diam menceritakan tentang dirinya kepada suaminya. Alih-alih memarahi Margaret, Helene malah mengambil pisau dan memotong wortel yang sempat ia tinggalkan tadi. "Apa Aiden menyukai wortel, Margaret?"
"Tuan pernah berkata kepada saya bahwa dia sangat tidak menyukai wortel."
Helene berhenti memotong wortel dan menatap Margaret yang berdiri tepat disampingnya sedang mencuci sayuran hijau. "Lalu untuk apa aku memotong wortel ini?"
"Nyonya sangat menyukai wortel dan saya mengatakan hal itu kepada Tuan ketika tuan bertanya apa saja yang disukai Nyonya. Kemudian Tuan memutuskan untuk memakan wortel sejak saat itu."
Helene tersenyum dan terkekeh mendengar penjelasan Margaret. Ia semakin penasaran apa saja yang telah Aiden tanyakan tentang dia kepada Margaret. Pipinya memerah membayangkannya dan tanpa sengaja pisau yang ia pakai memotong wortel mengenai jari telunjuknya. Helene meringis dan Margaret terlihat panik.
"Ya Tuhan Nyonya! Saya akan mengambil kotak obat untuk membalut lukanya. Tunggu sebentar," kata Margaret kemudian berlalu secepatnya.
"Dasar penguntit," gumam Helene sangat pelan dan membawa telunjuknya dibawah air keran yang mengalir.
Perempuan itu terlalu fokus dengan luka di telunjuknya sampai tidak menyadari kehadiran Aiden dibelakangnya. Aiden mengambil pergelangan tangan Helene dan memasukkan jari telunjuknya yang masih mengeluarkan darah ke dalam mulutnya.
"Apa yang kamu lakukan?" Helene bertanya terkejut dan menarik tangannya. Namun Aiden menahannya dan tetap tidak melepaskan telunjuk Helene dari mulutnya.
"Aiden lepaskan aku."
Aiden melakukan apa yang Helene katakan kemudian dia mengambil hansaplast lalu membalutnya ditelunjuk Helene. "Aku akan dengan senang hati menceritakan kepada kamu tentang apa saja yang aku katakan kepada Margaret. But, please, lebih hati-hati lagi saat sedang memotong wortel, Helene."
Helene menelan ludahnya dan membuang mukanya dari tatapan Aiden. Pipinya bersemu merah. Apa pria itu mendengar semuanya? Sialan. Helene benar-benar malu sekarang dan dia tidak bisa kemana-mana karena tubuh besar itu menghalanginya.
"Aku akan ke kamar, Aiden. Tolong jangan mengahalangi jalan aku."
Aiden memperbaiki kacamatanya dan mengambil dagu Helene. "Jangan seperti ini lagi, Len. Aku akan menggantikan kamu untuk memotong wortel dan kamu bisa mencuci sayurnya."
Keduanya saling memandang dan Helene kesulitan mengatur napasnya saat Aiden menunduk mendekati wajahnya. Dirinya tertegun ketika Aiden hendak menempelkan bibirnya untuk menciumnya.
"Tuan saya tidak bisa menemukan plester luka untuk--eh," Margaret menjeda ucapannya ketika dia melihat Aiden dan Helene. Margaret segera membalikan punggungnya dan berkata, "Saya tidak melihat apapun."
Aiden memundurkan kepalanya dan Helene tertawa dengan pipi yang bersemu merah. Perempuan itu menunduk mendapati Aiden yang terang-terangan menatapnya saat dia sedang tertawa. "Bagaimana, Len? Kita bisa memasak sekarang dan membiarkan Margaret beristirahat untuk hari ini."
Helene tidak memberikan jawaban.Dia hanya diam lalu mengambil sayur-sayuran yang belum selesai dicuci Margaret dan mulai membersihkannya. Dia dapat merasakan punggung Aiden di belakangnya yang sedang memotong wortel dan suara berat pria itu yang berbicara kepada Margaret. "Kamu bisa meninggalkan kami berdua, Margaret."
Sekali lagi Helene tertawa dan kemudian menyelesaikan membersihkan sayur-sayuran. Dia tidak bisa fokus karena sekarang dia berada dalam satu ruangan yang besar namun terasa sangat sempit karena tubuh besar suaminya. "Aiden?"
"Iya, Len?"
"Apa yang membuat kamu bangun jam begini?" tanya Helene kepada Aiden Martin.
"Kamu."
Alisnya terangkat dan Helene membalikkan tubuhnya untuk melihat Aiden. "Apa aku membuat kamu terbangun?"
"Aku tidak bisa menemukan kamu diatas kasur jadi aku mencari kamu dan menemukan kamu dengan Margaret di dapur."
"Oh." Helene kebingungan apa yang harus dia katakan atau lakukan. Dia tidak tahu harus memasak apa dan berkata apa untuk menghapus rasa canggungnya.
Aiden tersenyum ketika dia telah selesai memotong wortel dan membalikkan badannya untuk saling berhadapan dengan istrinya. "Kamu bisa duduk dan aku akan memasak," kata Aiden seakan tahu apa yang sedang dipikirkan istrinya.
"Aku bisa membantu kamu."
Aiden menyipitkan matanya dan memikirkan sesuatu. "Kamu bisa membuatkan aku kopi hitam dan aku akan memasak untuk kita berdua." Aiden meraih pipi Helene dan menunduk untuk mengecup pipinya.
"Aku ingin merasakan kopi buatan istri aku," bisiknya di telinga Helene.
Helene salah tingkah dan mengangguk. Ketika dia ingin beranjak untuk mengambil gelas, Aiden menahan pergelangan tangannya. "Give me one kiss for this morning."
"Apa kamu gila?"
Aiden tertawa melihat Helene yang tersipu malu pagi ini dan tidak memperdulikan jawaban perempuan itu. Dia menarik istrinya untuk bersandar di dadanya dan mengecup bibir Helene kemudian melepasnya untuk berkata. "Selamat pagi, Len."
TBC
***
Note : Jadi sejauh ini kalian team mana nih? Aiden atau Liam? Hehe. Jangan lupa beri dukungan kalian!
Love by, Ann
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOOSE YOU
RomanceKetika suatu alasan terungkap, Helene Allard harus memilih antara suaminya atau kekasihnya yang telah menghilang selama dua tahun.