BAB 54

165 17 9
                                    


Ada lima hal yang Helene suka dari Aiden. Ia menyukai dirinya ketika ia bersama dengan Aiden Martin. Ia menyukai wangi tubuh pria itu. Yang ketiga, ia sangat suka memegang tangan Aiden. Helene Allard akan tersenyum ketika pria itu memperbaiki kacamatanya. Dan yang terakhir, Helene suka mencium Aiden.

Aiden Martin baru saja keluar dari kamar mandi ketika ia melihat istrinya yang tengah berdiri di balkon kamar mereka. Menatap pegunungan dengan kabut yang cukup tebal. Menghirup udara dingin dan tersenyum. Ia menghampiri Helene dan memeluk Wanita itu dari belakang. "Aku bertanya-tanya apa yang dipikirkan istri aku di balkon dengan senyum dibibirnya?"

"You." Helene memegang tangan Aiden yang melingkar di perutnya. "Bali's so quite, isn't it Aiden?"

Aiden mengangguk diceruk leher Wanita itu menyetujui. "Hmm..."

Ia dapat merasakan hembusan napas Aiden yang hangat menyapu kulitnya. "Aku boleh tanya?" kali ini Helene menyandarkan kepalanya ke dada bidang pria itu ketika bertanya dan kemudian Aiden mengangguk. "Hmm..."

"Cinta pertama kamu siapa?"

"..."

"Aiden?" Helene bertanya ketika ia tidak mendapatkan jawaban.

"You," jawab Aiden. Terdengar kaku dan ragu. "It's you, Len." Aiden menjawab sekali lagi. Meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia tidak pernah mencintai Davinna Kinsey sepanjang hidupnya melainkan hanya sebatas obsesi semata.

Helene membalikkan tubuhnya dan kini mereka berdua saling menatap satu sama lain. Aiden menatap lurus ke dalam iris biru safirnya dan Helene yang melakukan hal yang sama. "What is love to you, Aiden?"

Aiden tersenyum dan menjawab, "Kamu, Len." Aiden kemudian melanjutkan, "Love is everything I feel when I'm with you."

*

Malam itu Helene Allard mendapati Aiden yang tengah duduk ditepi kolam renang dengan dua botol whiskey kosong dan satunya lagi tersisa setengah. Ia baru saja menerima kabar kalau Davinna Kinsey telah sah menjadi istri sahabatnya sendiri. Ironis sekali. Aiden tersenyum sinis sebelum kembali meneguk cairan yang menghangatkan tubuhnya malam ini. "Apa yang kamu lakukan disisni, Aiden?"

Ia mendengar suara lembut itu bertanya dengan nada khawatir. Namun Aiden menghiraukannya seperti angin lalu. Entah mengapa malam ini semuanya terasa hampa.

"Aiden," panggil Helene. Mendekatinya.

Namun sekali lagi Aiden menghiraukannya. Ia sadar bahwa ia bukanlah siapa-siapa tanpa bantuan Davinna dan Liam. Perusahannya tidak akan semaju dan sukses seperti sekarang jika tanpa mereka. Lahir dari keluarga tidak berada. Tanpa orang tua membuat Aiden sadar bahwa Davinna dan Liam adalah alasan dia menjadi seperti ini. "Are you okay?" tanya suara itu lagi. Kali ini ia dapat merasakan kehadiran Helene tepat disampingnya.

Apakah Aiden baik-baik saja? Ia tidak yakin. Menerima kenyataan bahwa  kini Davinna menikah dengan Liam tidak membuatnya sakit melainkan marah. Ketika Aiden meneguk cairan itu, Helene menahan dirinya. "You can share with me you know," ucap Helene.

"..."

"I don't know what you've been through but I'm here in case you need someone to talk."

"..."

"It's okay to not be okay, Aiden. No matter how much whiskey you drink, it's not gonna change the fact. You're just runaway." Perlahan Helene menyingkirkan minuman itu dari Aiden kemudian kembali melanjutkan. "Share with me, Aiden."

Aiden menahan dirinya untuk tidak menatap Helene karena sekarang ia sangat marah. Ia sangat marah terhadap dirinya sendiri yang begitu bodoh melakukan semua yang Davinna pinta. Ia sangat bodoh menempatkan dirinya ditempat ini. Jatuh cinta dengan Wanita yang seharusnya tidak ia cintai. "Apa yang kamu ketahui tentang aku, Len?" tanyanya dengan dingin.

Helene terdiam. Tercengang mendengar perkataan Aiden.

"Kamu tidak pernah tahu tentang kehidupan aku, Helene Allard." Aiden menoleh ke arah Helene untuk melanjutkan. "Kamu selalu menyebut nama pria itu, mengulang namanya terus menerus. Terjebak dengan ingatan kamu tentangnya. Kamu tidak pernah mencintai aku di hidup kamu. Tidak pernah ada aku dan kamu—kita, Len."

"Aku tidak mengerti..." Helene merasakan mual dan pening secara bersamaan. Ia tidak mengerti satu katapun yang diucap suaminya.

"Apa kamu tahu sudah berapa lama kita menikah?"

Helene merasakan kepalanya sangat sakit. Ia tidak bisa fokus dan ia tidak mengenal Aiden Martin yang ini. Yang terlihat dingin dan membencinya. "See? You never know me, Helene Allard."

Aiden Martin berdiri dari tepi kolam renang diikuti Helene. "Kamu mabuk, Aiden," kata Helene. Mencoba mencari keseimbangan dengan memegang tubuh pria itu. "Kamu mabuk dan aku tidak mengenal kamu yang seperti ini."

Aiden menyeringai. Senyum menakutkan yang pertama kali Helene liat dari pria itu. Aiden memegang bahunya. "Do you love me, Len?"

"Yes."

"No, you don't love me."

"I'm in love with you, Aiden!"

"You never love me, Helene Allard." Aiden memajukan tubuhnya sehingga Helene harus mundur beberapa langkah. Lalu Aiden kembali melanjutkan, "In your entire life, your whole life Helene Allard... there's no me—no us. I have never been in your life then and now!"

Helene tidak mengerti tentang apa yang Aiden ucapkan padanya tapi satu hal yang ia ketahui bahwa hal itu menyakitinya. Membuatnya sangat sakit. Ia merasakan lututnya sangat lemas ketika Aiden makin menutup jarak diantara mereka berdua. "You're drunk and I don't believe you."

Aiden tertawa, "Oh come on, Len. Bukan aku yang hilang ingatan disini."

"..."

Helene merasakan matanya memanas dan bibirnya bergetar. Ia merasa mual dan pusing. Perlahan kepingan-kepingan memori mulai melintas dalam ingatannya tetapi Helene berusaha keras untuk menyingkirkannya. Tidak mungkin. Helene Allard mencintai suaminya.

"Len...are you okay?"

"..."

Helene mendengat pertanyaan Aiden namun ia merasakan lututnya yang melemah dan pandangannya memudar.

"Len—"

"..."

"Dari awal kita tiba di Bali aku terus bertanya kenapa kita tidak datang?"

"..."

"Davinna Kinsey dan Liam Argent, mereka siapa?"


TBC

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang