BAB 12

2.3K 147 9
                                    

"She?" Liam bertanya dengan kerutan di dahinya yang makin dalam. Sialan. Orang darimana yang mengirim pesan itu kepadanya?!

"Iya, selingkuhan kamu kan, Liam?"

Liam menyipitkan matanya dan mengambil ponselnya. Mencari siapa orang yang mengirim pesan itu kepadanya. Dan ketika dia membacanya pria itu mendengar Helene yang bersuara.

"Atau jangan-jangan aku yang menjadi selingkuhan kamu?"

Liam meremas ponsel itu dengan marah. Dia tidak suka membaca isi pesan itu dan dia lebih tidak suka mendengar jawaban yang keluar dari mulut perempuan itu. Bagaimana bisa Helene membuat kesimpulan kalau yang mengirim pesan itu seorang perempuan jika nama saja tidak tertera disitu.

Liam pun melemparnya sembarang dan menyusul mengikuti Helene yang sudah keluar dari kamar mereka. Dia bahkan tidak sempat mengenakan kembali pakaiannya. Terkecuali celana dalamnya.

"Helene!" Liam memanggil keras agar Helene bisa berhenti dan mendengarnya.

"Kamu dengar dulu penjelasan aku sebelum kamu pergi seperti ini," ujar Liam. Kembali menarik Helene mendekat. Tetapi kali ini pria itu membopongnya dan membawanya ke atas sofa.

"Lepaskan aku, Liam!!" Helene memberontak ketika Liam mengangkatnya dan membuatnya terlentang di atas sofa sementara pria itu bergerak menindihnya.

"Apa yang terjadi dengan keinginan nomor tiga puluh tujuh dan tiga puluh delapan,hm?" Liam membahas daftar keinginan yang pernah di tulis Helene.

Helene menggigit bibirnya dan menatap tajam kepada pria itu. "Apa yang terjadi dengan keinginanku nomor enam, tujuh belas, dan tiga puluh tiga?"

Liam mengingat semua isi daftar itu. Sehingga dia sudah siap dengan bantahannya.

"Aku tidak ingin membuat kamu menangis. Kamu tahu itu." Liam menahan pergelangan tangan Helene yang meronta ingin terlepas darinya.

"Kamu yang membuat aku melakukannya!" mata Helene semakin memanas. Dia tahu Liam tidak pernah membuatnya menangis selama ini. Tapi sialan! Kali ini pria itu merusak janjinya.

"Dengan melanggar keinginan nomor tiga puluh tujuh? Dengan pergi tanpa penjelasan?" Liam bertanya kepadanya. Napas pria itu tidak teratur karena menahan amarahnya. Bibirnya membentuk satu garis lurus dan matanya tidak terlepas dari iris biru safir itu.

"Kamu yang melanggar lebih dulu. Kamu berbicara kepada perempuan lain selain aku, Iris, dan ibu kamu!" Helene tidak mau kalah karena dia merasa bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan apapun.

"Atau perempuan itu Iris, hah?" tuduh Helene.

"Dia pengawal aku yang aku perintahkan untuk menjaga kamu. Bagaimana bisa kamu menuduh Iris, Len?"

"Sekarang kamu membelanya."

Liam yang sudah cukup mendengar semua omong kosong yang dikeluarkan Helene memilih untuk menunduk dan mencium dengan penuh gairah bibir itu. Melumat dengan kuat dan menggigitnya dengan gemas. Dia ingin memberikan hukuman pada perempuan keras kepala ini.

"Kamu... selingkuh... dengan... Iris--ah!" ucapan Helene terputus-putus karena Liam yang terus menciumnnya tanpa henti dan memberi gigitan di bibir bawahnya. Melesakan lidahnya ke dalam sana untuk saling berbelit dengan lidahnya.

Tangannya merayap dari balik kameja Helene untuk menemukan payudara perempuan itu. Kemudian ibu jarinya membelai puncak itu dan menggeseknya dengan gerakan memutar dibantu oleh telunjuknya.

"Ahh.. Liam.." Helene mendesah ketika bibir Liam berpindah di lehernya dan menjilat dengan lidahnya juga sesekali menghisapnya. Pria itu tidak memberikan Helene kesempatan untuk berbicara karena dia terus saja menggoda titik-titik sensitif Helene.

"Aku..." Liam berucap serak. Mencium kembali bibir Helene sementara kedua tangannya bekerja untuk melepas kancing perempuan itu. "..mencintai kamu." Lidahnya menjilat bibir Helene kemudian kembali menghisap lalu mengigitnya.

"Bukan Iris." Liam menunduk untuk mencium payudaranya. "Bukan perempuan lain." Liam bernapas di puncak payudaranya yang menegang sempurna kemudian menatapnya dari sana. "Hanya kamu Helene."

Lalu bibir itu menyentuh disana. Menghisap puncak itu dengan keras sementara bagian bawahnya yang menegang saling bergesek dengan milik Helene. Perempuan itu bergerak gelisah di bawahnya meminta sesuatu.

"Please..." Helene membuka matanya yang dipenuhi kabut gairah. Menatap memohon kepada Liam agar melakukan apa yang harus dilakukan.

Liam senang melihatnya. Dia suka melihat Helene yang bermohon kepadanya seperti sekarang. Tetapi dia harus membuat perempuan itu mengerti terlebih dulu dengan ucapannya.

"Aku hanya mencintai kamu. Kamu mengerti?"

Helene mengangguk cepat dan mendesah saat milik Liam yang masih terbungkus celananya menggesek tepat di titik sensitifnya. Dia ingin pria itu melakukannya sekarang.

"Katakan bahwa kamu mengerti." Liam ingin agar perempuan itu paham sepenuhnya bahwa hanya Helene perempuan yang ada dipikiran dan hatinya.

"Aku mengerti."

"Good girl." Liam tersenyum dan mengecup dahi Helene dengan lembut. Tangannya bergerak mengangkat rok Helene ke atas agar dia bisa menurunkan celana dalam perempuan itu.

"Oh please..." Helene mendesah sekali lagi. Liam sudah berhasil melepaskan boxer pria itu dan masih saja menggesekkan tanpa memasukinya sama sekali.

"Mintalah." Liam menatap iris biru safir itu yang sedang terbakar gairah seperti dirinya sekarang. "Minta aku untuk masuk." Liam ingin mendengar langsung bibir itu berucap. Bukan dari gerakan tubuhnya.

Helene menggigit bibirnya. Pria itu sudah berhasil menguasai dirinya. Dan Helene tahu bahwa seluruh tubuhnya--bahkan hatinya tahu jika dia menginginkan pria itu. "I want you, Liam. I want all of you."

TBC

Note : vote and komen jangan lupa!!

Love by, Ann.

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang