BAB 20

1.3K 105 13
                                    

Always and forever adalah tiga kata yang begitu penting dalam hidup Helene Allarad. Dulu, Liam Argent selalu mengatakan itu kepadanya setiap hari. Dan demi apapun, semua hal kecil yang Helene lakukan selalu membawanya kembali kepada pria itu, pria yang pernah bersamanya selama lima tahun.

"Saya akan membeli yang ini," kata Helene sembari memberikan dasi yang telah dia pilih kepada wanita muda yang membantunya untuk memilih.

"Pilihan yang bagus. Mohon tunggu sebentar, saya akan membungkusnya." Zaya tersenyum dan dengan segera melakukan tugasnya.

Helene tidak akan pernah memasuki tempat ini jika bukan karena hari ini adalah ulang tahun suaminya, Aiden Martin. Hubungan mereka tidak seperti hubungan suami istri pada umumnya, tapi Helene menyadari bahwa Aiden tidak bersalah disini. Dia hanya mencintai Liam Argent tapi dia tidak boleh membenci Aiden Martin.

"Biru tua, Len. Itu warna kesukaan aku."

"Hijau mungkin juga akan terlihat bagus jika kamu memakainya?"

"Hahaha, Len, apa kamu ingin membuat aku terlihat seperti badut di hari ulang tahun teman aku?" Liam menarik gemas pipi Helene yang menurut dia sangat lucu.

"Kan tidak ada salahnya, Liam. Coba ya?"

"Helene, aku tidak akan pernah memakai dasi berwarna hijau. Not in a million years."

Helene menarik napasnya dan kemudian membuangnya dengan lelah. Sampai kapanpun bayangan pria itu tidak akan pernah hilang dari ingatannya. "Apa sudah selesai? Saya harus segera pergi," ujar Helene kepada Zaya yang kini siap memberikan barang yang baru saja dibelinya.

"Ah iya. Apa anda ingin menulis sesuatu untuk dituliskan kepada orang yang akan mengenakan dasi ini?"

Helene mengernyitkan alisnya dan bertanya, "Untuk apa?"

"Bukankah anda membeli ini sebagai hadiah ulang tahun? Jadi saya pikir mungkin anda punya sesuatu untuk dituliskan agar bisa menjadi kejutan ketika orang itu membukanya." Zaya memberi penjelasan dengan senyum lebar.

"Tidak, Zaya. Saya pikir tidak. Hubungan kita tidak seperti itu."

"Lalu untuk apa membeli hadiah ini? Maafkan saya jika lancang. Hanya saja waktu pertama kali masuk, anda meminta bantuan saya untuk memilih dasi. Jadi saya hanya bingung." Zaya menunduk dan kembali tersenyum sopan karena merasa sudah membuat kesalahan dengan pembeli. Mungkin dia akan dipecat setelah ini.

Helene terdiam sejenak dan menatap karyawan itu kemudian tersenyum. "Tidak apa-apa. Saya akan pergi sekarang."

"Terimakasih sudah berbelanja di toko kami!"

*

Ada dua hal yang sangat dicintai dirinya di dunia ini. Yang pertama adalah dirinya sendiri dan yang kedua adalah Liam Argent. Sehingga kehilangan bagian dari hidupnya terasa sangat menyakitkan. Ketika Helene baru saja keluar dari toko tempat dia membeli hadiah ulang tahun untuk Aiden, ternyata pria itu sudah memarkirkan mobilnya di depan toko tersebut. Helene tidak peduli bagaimana caranya Aiden bisa sampai kesini dan tiba-tiba saja menjemputnya. Dengan santainya Helene masuk ke dalam mobil dan Aiden tersenyum kepadanya.

"Kamu membeli apa?"

"Hadiah ulangtahun untuk kamu," jawabnya tanpa sekalipun menatap Aiden. Pandangannya lurus ke depan untuk sesaat sebelum Helene memejamkannya di detik berikutnya.

"Oh ya? Kamu tahu darimana, Len?"

Helene menarik napasnya mendengar pertanyaan Aiden--ah tidak, lebih tepatnya mendengar cara pria itu memanggilnya. Helene tidak suka.

"Helene, Aiden. Jangan memanggil aku dengan panggilan itu."

Aiden tersenyum, "Kamu mau aku memanggilmu apa?"

"Terserah, tapi jangan pernah memanggil aku dengan nama itu. Apa kita akan tetap berdiam di dalam mobil dan tidak akan segera pulang ke rumah? Ini sudah sangat malam."

"Calla-Lily" kata Aiden.

"Kamu bilang apa?" Helene menoleh mendengar guman tidak jelas dari Aiden.

"Kamu adalah Calla-Lily aku, Helene."

"Terserah, Aiden. Lebih baik kamu menyalakan mobilnya sekarang supaya kita bisa pulang ke rumah. Aku sangat lelah mencari hadiah kamu seharian ini."

Aiden tertawa kecil dan melakukan apa yang dikatakan Helene. Mobilnya mulai memasuki jalan raya yang kini sudah agak sepi dikarenakan waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.

"Aku membeli kue untuk hari ini. Aku rasa kita bisa memakannya bersama," ucap Aiden. Sedikit mencuri pandang pada Helene yang kini sedang menatap keluar jendela.

"Aku membelikan kamu dasi berwarna hijau."

"Oh ya? Kenapa hijau?" Aiden bertanya walaupun kalimatnya tadi tidak ditanggapi sama sekali oleh Helene sendiri.

"Liam tidak menyukai warna itu. Katanya dia tidak akan pernah menggunakan warna hijau sebagai dasinya untuk menghadiri ulang tahun temannya."

Aiden terdiam sesaat--tidak. Aiden terdiam sedikit lebih lama dari yang seharusnya sehingga Helene harus membalikkan punggungnya untuk memastikan bahwa Aiden masih dalam kondisi sadar saat menyetir. "Aku mencintainya, Aiden. Itu sudah bukan hal yang baru untuk kamu dengar."

"..."

"Liam membuat aku kembali ke toko dasi karena dia tidak menyukainya. Apa kamu tidak menyukai dasi berwarna hijau, Aiden?"

Aiden tersenyum ketika menyadari dirinya yang terdiam cukup lama. "Aku menyukainya, Helene. Aku tidak akan membuat kamu lelah untuk kembali ke toko dasi hanya karena aku tidak menyukainya."

Helene tertawa mendengar jawaban Aiden. "Liam tidak pernah meminta aku untuk kembali karena dia tidak menyukainya, Aiden. Aku yang memilih untuk kembali karena aku mencintainya."

"I see, Helene. Kamu sangat mencintainya ya?"

"Iya, Aiden. Aku sangat mencintainya sehingga aku tidak bisa menemukan celah untuk membiarkan kamu masuk."

TBC

***

Note : jangan lupa untuk vote, komen, dan share ke teman-teman kalian! Saya sangat senang membaca komen dari kalian sehingga itu yang saya jadikan semangat untuk melanjutkan cerita ini. Terimakasih dan saya meminta maaf bagi yang sudah mau menunggu cerita saya yang terbilang lama update.

Tolong tinggalkan komen yang banyak biar semakin cepat saya bisa melanjutkan cerits ini! Hahaha, terimakasih!

Love by, Ann.

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang