BAB 7

2.6K 148 1
                                    

Ketika Liam Argent memasuki apartemennya terburu-buru dan mencari sosok yang sangat ingin ditemuinya saat ini, yakni Helene, dia melihat gadis itu sedang berdiri di balkon kamarnya yang menghadap langsung ke laut. Dengan secepatnya Liam berjalan dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya dengan erat.

"Kamu melindunginya." Liam merasa sangat bersalah dengan apa yang baru saja dia temukan. Dia menenggelamkan kepalanya di lekukan leher Helene dan menghirup wangi yang sudah menjadi candunya.

"Apa maksud kamu?" Helene bertanya tidak mengerti. Liam tiba-tiba saja masuk tanpa suara dan langsung memeluknya dari belakang.

Ketika Liam memutar tubuhnya agar pria itu dapat melihat wajah Helene, yang ditemukan gadis itu pada wajah Liam adalah tatapan sendu dan rasa penyesalan yang amat besar.

"Kenapa kamu tidak bilang kepada aku bahwa ayah kamu yang melakukannya?"

Helene dapat melihat mata pria itu yang berkaca-kaca serta dia dapat merasakan jemari Liam terangkat untuk membelai pipinya dengan penuh kelembutan.

"Liam... dari mana kamu--" Helene tidak dapat menyelesaikan ucapannya. Dia terlalu terkejut. Tidak menyangka Liam dapat mengetahui rahasia terbesarnya.

"Ayah kamu memukul kamu? Ibu kamu mengabaikan kamu?" nada Liam sangat dalam dan dipenuhi kesedihan. "Kenapa kamu tidak bilang, Len?"

"Liam, no, bukan seper--"

"Don't," Liam melarangnya. Kedua jemari Liam menangkup pipi Helene. "Don't lie to me again," ucap Liam bergetar. Dia menunduk agar bisa menatap iris biru safir milik Helene.

Wajah rapuh itu membuat hati Liam bergetar. Helene berhasil membuktikan bahwa dugaannya salah tentang gadis itu yang memiliki pria lain, tapi dengan begitu Liam juga dapat mengetahui jika yang membuat memar-memar itu di tubuh Helene adalah ayah gadis itu sendiri.

"Tinggal bersama aku ya?" Liam memohon padanya dengan hati-hati. Membayangkan diri Helene yang disakiti seperti itu membuat dia bisa merasakan rasa sakitnya. Bahkan terasa dua kali lipat lebih sakit.

"Liam, i'm fine. Mereka tidak akan  menyakiti aku," ucap Helene kepadanya. Dengan sangat keras kepala membela kedua orang tuanya.

"Tidak akan menyakiti kamu?" Liam mengambil lengan Helene dan mengecup tanda lebam itu. Menempelkan bibirnya lama disana. Mengecup dengan pelan seolah itu adalah sesuatu yang rapuh. "Lalu ini apa, baby? Mereka yang membuat ini di tubuh kamu."

Helene melukiskan senyum paksanya. Dia sebenarnya ingin marah karena Liam berani menyelidiki keluarganya seperti itu. Tapi mengingat bahwa ini adalah kesalahannya, karena seharusnya dia mengatakan hal itu kepada Liam, Helene mengurungkan niatnya. Dia dapat menyadari rasa simpati dan kelembutan pria itu.

"Liam...i'm fine. They are my parents."

"But parents wouldn't do that. Mereka tidak seharusnya melakukan itu terhadap kamu."

"Liam..."

"Sssttt..." Liam berbisik dan Helene menyadari jika kini Liam sudah meneteskan air matanya.

"Tinggal bersama aku ya?" pinta Liam lagi sangat tulus dan sangat membuatnya tersentuh.

Helene menggigit bibirnya. Tidak pernah ada orang yang menangis untuknya. Tidak pernah ada orang yang turut sedih bahkan merasa lebih sakit hanya karena mengetahuinya. Liam adalah orang pertama atas semua itu.

"Please, Helene. Stay with me."

Helene tahu jika dia tidak pulang di rumah sekalipun, mereka tidak akan pernah mencarinya. Mereka tidak akan pernah menelponnya untuk mengajaknya kembali ke rumah. Tidak akan pernah.

"Lalu bagaimana Liam? Aku masih sembilan belas tahun. Aku tidak memiliki pekerjaan, aku belum bisa menghasilkan uang, aku bahkan tidak bisa membiayai diri aku sendiri."

"Aku akan mengurus semuanya, Len. Tinggalkan semuanya pada aku."

"No, Liam. Kamu peduli pada aku saja sudah cukup. Aku tidak mau merepotkan kamu."

Liam dengan tatapan sendu dan lembutnya menggeleng dengan tegas. "Kamu...tidak akan pernah merepotkan aku."

"Liam..."

"Please, Len. Biarkan aku membantu kamu."

"But how?"

"Ada sesuatu yang perlu kamu tahu tentang aku."

TBC

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang