BAB 9

2.4K 154 9
                                    

"Prancis? Kamu berasal dari Prancis?" Helene bertanya saat Liam sedang menjelaskan tentang kehidupan pria itu.

Dan jujur, selama enam bulan mereka berpacaran, Helene baru mengetahui hal itu sekarang. Liam selalu tidak mau membicarakan tentang keluarganya ketika dia bertanya dan begitupun juga dengan dirinya. Tak perlu ada yang harus diceritakan Helene jika dia sendiri tidak pernah memiliki kenangan yang baik tentang keluarganya. Sehingga mereka pun selalu melewatkan pembahasan tentang keluarga mereka.

"Ayah aku berasal dari sana dan Ibu aku asli Inggris." Liam menjelaskan sambil membelai rambut Helene dengan sayang.

"Aku boleh tahu nama ibu kamu?"

"Tentu saja, Len. Nama ibu aku Anna Argent," jawab Liam dengan senyum kecut.

"Anna Argent?" Helene bertanya.

Liam mengubah posisi tidurnya mendengar pertanyaan Helene. Pria itu bersandar di kepala ranjang dan menarik Helene untuk mendekatinya.

"Tidak pernah mendengar namanya ya? Kamu terlalu sering mendengar nama ayah aku, Gabriel Argent ya?" Liam tertawa. Pria itu mendekatkan mulutnya di kepala Helene agar dia bisa mengecupnya.

Helene tersenyum. "Iya, ayah kamu terlalu terkenal dan sangat disegani oleh semua karyawannya. Ayah... ayah sangat menghormatinya." Helene menjelaskan. Dia dapat mengingat perilaku buruk ayahnya kepadanya berubah seratus persen ketika seorang Richard Argent berada di depannya.

"Berarti kamu memiliki saudara ya? Kalau tidak salah namanya..." Helene mencoba mengingat-ingat nama pria yang selalu disebut ayahnya dan juga berita di seluruh dunia.

"Fabien Argent. Dia kakak aku." Liam kembali tersenyum kecut dan Helene menyadarinya. Liam terlalu sering mengkhayal ketika mereka berbicara tentang keluarganya.

"Hubungan kalian baik-baik saja?"

"Maksud kamu?"

"Kamu dan kakak kamu. Hubungan kalian baik-baik saja?"

Menyadari kecurigaan Helene, Liam pun kali ini melebarkan senyumannya dan merubah ekspresi murungnya menjadi gembira. "Tidak sebaik hubungan aku dengan kamu, Len."

Helene tertawa dan Liam baru mengingat sesuatu. "Oh iya, aku lupa sesuatu." kata Liam kepadanya.

"Lupa apa?"

"Lupa mencium kamu di bibir..." Liam mendekatkan kepalanya dan melumat panjang bibir Helene. "...dan lupa mengatakan kalau aku sangat mencintai kamu, Len."

"Kamu sudah melakukannya satu jam yang lalu sebanyak sepuluh kali." Helene terkikik saat Liam menyembunyikan kepala pria itu ke lehernya.

"Kan yang ditulis setiap kali aku mengingatnya, aku harus melakukannya." Liam mengangkat kepalanya. Pria itu mengambil ikat rambut di atas nakas dan memandang wajah cantik Helene.

"Dan sekarang, aku ingin menyisir rambut kamu dan mengikatnya." Liam terhipnotis dengan warna biru safir itu. Begitu indah dan tentram. Liam selalu bisa merasakan ketenangan ketika dia memandang ke dalam manik itu.

"Kamu ingin mengikat rambut aku?" Helene bertanya ketika dia melihat waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi.

"Aku ingin melihat leher kamu," jawab Liam.

Helene tersenyum malu-malu. Wajahnya menunduk dan dia tidak bisa mengontrol laju hentakan jantungnya. "Kamu cuma ingin lihat leher aku?"

Mendengar pertanyaan itu membuat jakun Liam naik turun dan matanya tersesat dibalik manik biru safir itu. Seringai kecil terlihat terlukis di bibirnya. Tangannya merayap dengan sangat pelan untuk menyentuh bahu Helene.

"Aku juga ingin melihat pundak kamu, Len." Liam menurunkan sebelah kaos Helene bagian kiri agar dia bisa menunduk dan menciumnya.

"Aku juga ingin mencium pundak kamu." suara Liam berubah menjadi rendah dan sedikit serak.

"Aku ingin melihat kulit kamu, tubuh kamu dan yang paling ingin aku lihat dari semuanya adalah...letak tatto nama aku di tubuh kamu, Len." Liam menggigit pelan pundak Helene dan naik ke leher gadis itu.

Setelah pulang dari toko tatto, Helene tidak pernah mengatakan dimana letak dia mentatto nama Liam di tubuhnya dan itu sangat membuat Liam penasaran selama enam bulan ini.

"Please, tell me. Kamu menaruhnya di bagian mana?" Liam bertanya.

Dia sudah hampir gila memikirkan tempat-tempat yang menjadi tempat Helene menaruhnya. Dia sudah memeriksa bagian yang mudah terlihat di tubuh Helene, tapi dia tidak menemukannya.

"Kamu mau tahu dimana?" napas Helene memberat atas sentuhan yang diberikan Liam kepadanya. Sial. Pria itu belum pernah menyentuhnya selama mereka jadian. Liam hanya menggoda dan tidak pernah lebih dari itu.

"Tell me, Len." Liam menahan keinginannnya untuk tidak menerjang tubuh Helene seperti yang selalu ingin dia lakukan.

"Aku tidak akan mengatakannya Liam. Tapi aku ingin kamu mencarinya." Mata Helene terpejam saat Liam menjejalkan lidahnya di kulitnya.

Sementara Liam makin menegang mendengar kalimat mengundang itu. Sial,sial, sial. Napasnya makin menjadi tidak teratur dan terlebih yang di bawah sana sudah meronta-ronta.

"Cari, Liam. Cari nama kamu di tubuh aku."

"Aku menantang kamu," tambah Helene.

Liam berbisik serak, mencoba meyakinkan Helene tentang undangan yang di tawarkan Helene. "Len..."

"Liam Argent, cari nama kamu di tubuh aku. Aku menginginkan kamu."

-TBC

Love by, Ann.

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang