Helene membasuh wajahnya dengan air di keran berkali-kali seperti tidak percaya dengan apa yang sudah dia dan Aiden lakukan tadi malam. Sialan. Apa yang sudah terjadi dengan dirinya? Membiarkan dirinya dicium Aiden dengan kesadaran penuh? Helene pasti sudah tidak waras!
Kiss me back, Len. Malam ini saja.
Helene menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia seharusnya tidak mengingatnya. Tadi malam adalah suatu kesalahan yang sangat tidak boleh dia lakukan lagi untuk alasan apapun. Mungkin Helene harus lebih berhati-hati ketika berada di sekeliling Aiden Martin. Karena Helene makin tidak bisa mengontrol perasaannya sendiri.
Helene mendengar suara ketukan pintu kamar mandi dan seketika jantungnya langsung berdegub dengan sangat kencang. Aiden Martin sedang mengetuk pintu kamar mandi mereka berdua dan Helene tidak bisa bergerak.
"Len?" panggil Aiden di luar sana.
Helene mengatur napasnya dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat Aiden yang kini sudah berdiri di depan tubuhnya.
"Kenapa baju kamu basah?" Aiden memegang bahu Helene yang langsung saja dihindari oleh perempuan itu.
"..."
"Helene?"
Ia tidak membuka suaranya sama sekali karena ia memang seharusnya tidak berbicara apapun kepada pria itu. Helene berniat untuk bisa keluar dari kamar mandi, tapi Aiden menahan tangannya. "Len, please, kamu kenapa?"
Sebelum Helene sempat menghentak tangan Aiden darinya, pria itu sudah melepasnya dan berlari secepat mungkin ke dalam kamar mandi dan memuntahkan seluruh isi perutnya. Dan lagi-lagi, Helene tidak bisa mencegah tubuhnya untuk bergerak secara spontan membantu mengusap punggung Aiden.
Aiden membersihkan mulutnya dan berbalik menatap Helene, "Kamu tidak mau menjawab pertanyaan aku dan sekarang kamu mengusap punggung aku. Jelaskan kenapa kamu selalu membuat aku bingung, Len."
"Aku tidak mencintai kamu, Aiden. Tolong ingat bahwa perbuatan aku dan perasaan aku terhadap kamu sama sekali tidak menunjukkan bahwa aku mencintai kamu."
Helene sedang menghindari Aiden. Setidaknya itu yang bisa Aiden nilai dari cara perempuan itu bersikap kepadanya. "Kamu menghindari aku. Kenapa?"
"..."
Helene berbalik dan meninggalkan Aiden. Tapi tidak lama kemudia Aiden sudah mengejarnya dan menahan pergelangan tangannya. "We were fine last night, Len. Apa yang membuat kamu berubah?"
"..."
"Len, please jawab aku."
"Last night was a mistake, Aiden," Helene menatapnya dan menekan perasaannya sendiri.
"Cuman Liam yang boleh mencium aku, memeluk aku, dan mencintai aku."
Aiden lelah dengan nama Liam yang selalu saja disebut oleh istrinya dan itu membuat dia marah. Aiden marah dan Helene menyadarinya.
"Aiden," gumam Helene pelan ketika pria itu memajukan langkahnya dan mulai mendekatinya. Kegugupan seketika itu juga menyelimuti dirinya. Tubuh pria itu yang tinggi dan tegap menutupi pandangannya.
"Helene," panggil Aiden. Pria itu menundukkan kepalanya dan dia melihat bahwa kini Helene telah memalingkan pandangannya ke tempat lain, enggan untuk melihatnya. "Look at me, Helene."
Helene tidak akan pernah menatap mata Aiden dengan jarak sedekat ini. Dia tidak akan pernah melakukannya dan dia tidak akan pernah memikirkan untuk melakukannya.
"Apa mau kamu, Aiden?"
"I want you to look at me."
Aiden makin mempertipis jarak diantara mereka dan Helene lebih gelisah karena hal itu. Dia tidak menginginkan ini sama sekali. "Aiden, mundur sedikit.." tangannya mendorong dada bidang Aiden ke belakang. Hanya saja tubuh kuat pria itu mampu menahan posisinya untuk tidak bergerak dan hal itu membuat Helene makin frustasi. Jantungnya akan meledak.
"Look at me, Helene."
"I won't."
"Aku suami kamu," kata Aiden kepadanya dengan suara yang tegas. Pria itu harus kembali mengingatkan Helene posisinya agar wanita itu bisa menyadarinya.
Helene diam tidak bergeming. Sama sekali tidak melakukan seperti apa yang dikatakan Aiden kepadanya. Sehingga lagi-lagi Aiden harus menarik napas jengah dan memejamkan matanya dengan lelah.
"Fine. Kamu mau Liam. Kamu ingin menatap mata pria itu, fine, Len. Aku mengerti. Aku tidak akan pernah memaksa kamu untuk melupakan pria itu agar kamu bisa mencintai aku. I will never do that," jelas Aiden kepadanya.
Helene hanya diam mendengarkan sampai Aiden menyelesaikan kalimatnya dan berniat untuk tetap melakukan itu sampai Aiden benar-benar menghilang dari hadapannya.
"Tapi kamu adalah istri aku dan aku adalah suami kamu. Jangan bersikap seperti kita berdua adalah orang asing di dalam rumah ini, Len. Yes, aku tahu bahwa kamu telah melakukan kewajiban kamu sebagai istri dengan baik. Tapi menghindari aku setiap kali aku berbicara bukanlah hal yang aku inginkan."
"Kamu tahu bahwa aku..."
Aiden tahu apa lanjutan dari kalimat itu. Karena Helene selalu mengatakan hal itu setiap kali dia mengaitkan mengenai pernikahan mereka. Pria itupun memotongnya dengan cepat sebelum Helene bisa menyelesaikan kalimatnya sendiri.
"Melihat kamu mengangguk ketika aku melamar kamu adalah hal paling berharga dalam hidup aku. Melihat kamu berjalan ke atas altar dengan gaun putih pengantin kamu adalah hal paling indah yang pernah aku lihat, Len. Berhenti menyakiti aku dengan kalimat itu."
Helene terkejut ketika Aiden menarik dagunya dan membawa wajahnya untuk bertatapan langsung dengan wajahnya. "Liam mungkin adalah pria pertama yang membuat diri kamu merasa berharga. Liam mungkin adalah hal paling sempurna yang pernah terjadi di kehidupan kamu.." Aiden berhenti sejenak untuk menatap iris biru safir Helene yang berkilau karena menahan air matanya.
"Tapi dia tidak ada disini sekarang untuk menemani kamu, Len."
Begitu Aiden melengkapi kalimatnya, air mata Helene jatuh dengan spontan membasahi pipinya. Itu benar, Liam tidak pernah kembali.
"Aku tahu sampai kapanpun, aku tidak bisa menggantikan posisi Liam, Len. Aku tahu dan aku mengerti dengan alasannya. Tapi aku ingin meminta kamu untuk berbicara kepada aku sebagai seorang teman. Let's start as a friend."
TBC
***
Note : Sekali lagi terimakasih teman-teman yang sudah mau membaca cerita saya. Ke depannya saya akan berusaha untuk dengan konsisten melanjutkan cerita ini. Jangan lupa beri dukungan kalian ya!
Love by, Ann.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOOSE YOU
RomanceKetika suatu alasan terungkap, Helene Allard harus memilih antara suaminya atau kekasihnya yang telah menghilang selama dua tahun.