BAB 15

3K 157 6
                                    

"Lima tahun, Liam. Lima tahun kita sudah bersama-sama dan kamu mau pergi?" Helene dengan penuh kekecewaan dan kesedihan menatap nanar ke arah Liam yang sedang duduk berhadapan dengannya.

"Len, hanya sementara. Ayah menyuruh aku  ke Prancis untuk membantu perusahaan yang sedikit mempunyai masalah."

"Dua minggu kamu bilang sementara?"

"Len..."

"Kamu berjanji untuk tidak akan pernah meninggalkan aku."

"Aku tahu sayang, and i'm trying to keep it. Aku akan kembali, Len. Hanya dua minggu."

"Pembohong." Helene memukul lengan Liam dan menahan air matanya untuk tidak tumpah. Dia benci ketika Liam meninggalkannya walaupun hanya untuk dua minggu. Bilang dia egois, Helene tidak perduli. Liam telah berjanji kepadanya dan pria itu tidak menepatinya.

"Len, baby... listen to me," desah Liam sangat lembut mencoba menyentuh tangan Helene namun gadis itu menepisnya dengan kasar.

"Kamu pembohong." Klaim Helene menahan sakit hatinya.

"Aku harus meneruskan perusahaan ayah aku disana, Len. Lima tahun adalah waktu yang diberikan ayah aku kepada aku untuk bersenang-senang dengan hidup aku sebelum aku benar-benar--"

"Jadi bersama aku hanya bagian untuk bersenang-senang?"

"Len, kamu tahu kalau itu bukan maksud aku."

"Lima tahun ya? Selama lima tahun ini aku hanya menjadi bagian dari kesenangan kamu. Nice, Liam. Kamu menyakiti aku dengan sangat tepat." Helene menjatuhkan air matanya. Dia bangkit dari kasur Liam dan memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai.

"..."

"Kamu memberikan aku harapan. Kamu berjanji untuk menepati tujuh puluh satu keinginan aku. Kamu mencium aku, kamu meniduri aku, kamu memberikan aku bunga, kejutan, coklat dan semua omongan manis kamu hanya untuk bersenang-senang." Helene tertawa dalam tangisnya. Mengancingkan kamejanya yang entah kenapa menjadi sulit untuk dikancing dengan tangan gemetar.

"..."

"Iya, begitu kan? Liam kamu melakukannya dengan sangat baik."

Liam tidak membuka suaranya untuk memberikan pembelaan kepada dirinya sendiri ataupun alasan. Dia hanya diam menunggu Helene meluapkan seluruh amarah gadis itu.

"Kamu menyakiti aku, kamu mengecewakan aku, dan parahnya apa? Kamu berhasil membuat aku menangis."

Helene tidak langsung pergi melainkan maju dan memukul Liam sekali lagi. Air matanya terus saja berjatuhan seiring dia melayangkan pukulan ke tubuh pria itu.

"You told me that i am your light!" Helene kembali memukul dada Liam.

"You told me that you can't do anything if you lose your light!" Helene makin terisak tetapi dia terus memukul tubuh Liam.

"You told me that you are going to die if you loose me..." Helene memukul Liam lagi tetapi kini kekuatannya melemah.

"Tapi sekarang kamu mau meninggalkan aku?"

"Tell me, Liam. Are you just find your new light?"

"Len...baby..." Liam memanggil dengan sabar. Dia benci melihat Helene menangis karena dirinya, Demi Tuhan!

"Stop! Don't baby me if you're going to leave me!" seru Helene kepada Liam dengan keras. Mencoba meronta ketika Liam menariknya ke dalam pelukannya. Pria itu mengurungnya dengan erat dan kuat.

"Aku mencintai kamu, Len," bisik Liam ditengah-tengah rontaan Helene.

"Liar!"

Liam tidak menyukai kalimat pembohong yang terus saja dikatakan gadis itu. Dia mencintai Helene dan itu adalah kebenarannya. Sehingga dalam waktu cepat dan secara tiba-tiba saja Liam langsung membungkam mulut itu dengan bibirnya dan memagutnya penuh gairah.

"Don't kiss me!" bentak Helene disela-sela ciuman Liam. Namun pria itu tidak memusingkannya. Dia terus saja memagutnya, menyesap dan memasukkan lidahnya sehingga Helene tanpa sadar sudah menggantungkan kedua tangannya di leher Liam dan membalas ciuman pria itu sama lajunya.

"Sudah marahnya?" Liam bertanya ketika dia melepas ciuman mereka karena kehabisan oksigen. Dia mendekatkan bibirnya ke dahi Helene dan mencium lama dahi Helene.

"Aku benci kamu..." ucap Helene dengan pelan. Liam dengan penuh kelembutan memeluknya dan mengecup dahinya dengan sayang.

"Kamu adalah cahaya aku, Len. Masih kamu dan tidak pernah akan ada yang lain."

"Tapi kamu mau meninggalkan aku..."

"Len..." pangilnya.

Liam menangkup pipi Helene dan kembali mengecup dahi gadis itu yang mengerut karena sedih.

"Kamu adalah bahagia aku. Kamu adalah bagian yang membuat aku sempurna. Kamu bukan hanya sekedar bulan, matahari, atapun bintang buat aku yang hanya ada dalam waktu tertentu. Tapi kamu adalah waktu aku, kamu adalah detik aku setiap aku menarik napas setiap harinya."

"Tapi kamu melanggar janji kamu."

"Baby..." Liam menghapus air mata Helene yang jatuh di raut wajah yang di penuhi kesedihan itu.

"Hanya dua minggu sayang... aku pasti kembali, Len."

"Tapi kalau aku rindu bagaimana?"

"Kita bisa melakukan panggilan video, Len."

"Kalau aku ingin peluk kamu bagaimana? Kalau aku ingin mencium kamu bagaimana?"

"Len... sayang..." panggil Liam yang tidak menemukan jawaban untuk pertanyaan di atas. Gadisnya bersedih dan itu karena dirinya. Liam berjanji bahwa dia akan menghukum dirinya karena ini.

"Aku tidak mau merindukan kamu lama-lama," keluh Helene.

"Then don't. Jangan merindukan aku."

"You're stupid, bagaimana bisa aku tidak merindukan kamu?"

"Dengan membiarkan aku melakukannya. Biarkan aku yang merindukan kamu, Len."

TBC

_____

note: jangan lupa komen, vote, dan share cerita ini. Terimakasih banyakk!!

Love by, Ann.

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang