BAB 27

862 102 9
                                    

Aiden Martin yang merupakan CEO di perusahaan Martin, Inc. mendapatkan telepon dari Gina--sekretarisnya. Wanita yang sudah bekerja lebih dari tiga tahun itu meneleponnya pagi-pagi sekali membuat Aiden memegang dahinya ketika dering ponselnya berbunyi.

"Apa yang begitu penting sampai kamu menelepon saya pada pukul lima pagi, Gina?"

Aiden menjauh dari kasur karena tidak ingin mengganggu Helene yang sedang tertidur pulas. Pria itu mengambil kaos putih di dalam lemarinya dan menuju ke balkon kamar mereka. Gina tidak akan pernah menelepon Aiden jika bukan karena ada hal yang sangat mendesak. Aiden yakin jika dia telah memastikan semua orang yang bekerja padanya melakukan tugas mereka dengan baik. Jadi jika Gina meneleponnya hanya untuk membuang waktunya, Aiden pastikan sekretarisnya itu tidak perlu datang ke kantor hari ini.

"Berikan dua alasan kenapa kamu memblokir nomor aku, Aiden?!"

"..."

Untuk beberapa detik Aiden mencoba memahami apa yang sedang terjadi. Dia kembali melihat nama yang tertera di layar ponselnya. Dan benar, nama Gina Lyn terlihat disana.

"Aiden?!"

"Apa yang kamu lakukan dengan ponsel sekretaris aku, Vin?" tanya Aiden kemudian kepada Davinna setelah mendengar kembali suara diseberang sana.

"Dua alasan, Aiden Martin. Jelaskan kepada aku kenapa kamu memblokir nomor aku!"

Aiden melihat ke belakang untuk mengecek istrinya yang masih tertidur pulas. Setelah dia benar-benar yakin istrinya masih tertidur, Aiden menjawab. "Ini bukan saat yang tepat untuk membahas masalah ini. Harus berapa kali aku katakan kepada kamu bahwa jangan melewati batas kamu?"

"Aku melewati batas?" Intonasi Davinna naik dan Aiden tahu jika wanita itu kini sedang marah kepadanya. "You blocked my number, Aiden. Orang macam apa yang memblokir nomor kekasihnya sendiri?"

"Aku melakukan apa yang harus aku lakukan karena aku tahu apa yang sedang aku lakukan, Davinna. Aku tidak pernah menginginkan hal ini. Jadi jangan katakan kepada aku apa yang harus aku lakukan because you bring this to me."

Aiden mendengar dengusan dari Davinna dan kemudian wanita itu berkata, "Kamu harus ke Manchester hari ini. Aku tidak mau melakukan hal ini lebih lama lagi karena aku tidak tahan untuk terus bersabar dengan mengetahui bahwa kalian tidur satu ranjang," kata Davinna kepada Aiden.

"Ke Manchester?"

"Selesaikan ini, Aiden. And come back to me," kata Davinna sebagai penutup percakapan mereka berdua.

Aiden memegang pangkal hidungnya dan menggelengkan kepalanya untuk mengurangi pening di kepalanya. Udara pagi hari ini begitu dingin dan dia harus ke Manchester untuk bertemu dengan Davinna. Ketika Aiden berbalik untuk mandi, Helene sudah berdiri di belakang tubuhnya dengan gaun tidur yang sangat tipis. Membuat mata Aiden tidak sengaja menatap tempat yang tidak seharusnya dia lihat.

"Kamu akan ke Manchester pagi ini?"

Aiden tertegun karena dia tidak bisa berkonsentrasi dengan pertanyaan Helene karena dua gundukan itu mengganggu pikirannya. "Eh, iya."

"Sekarang?" tanya Helene yang terlihat sedikit murung. Dia menggesekkan kedua tangannya dan menunduk menandakan dirinya sedang malu.

Aiden tersenyum dan sekuat tenaga mengalihkan tatapan dia dari tempat yang sangat mengganggunya itu ke wajah Helene. "Cuman sebentar kok, kamu tidak apa-apa dengan Margaret di rumah?"

"Hmm, iya."

Kali ini Aiden tidak bisa menutup mulutnya melihat istrinya sangat menggemaskan. Dia memegang pundak Helene dan memeluk tubuh itu ke dalam pelukannya. Aiden menyimpan dagunya di atas kepala Helene dan tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dua tahun lebih dia berusaha agar mereka bisa memeluk satu sama lain seperti ini. Dan pagi ini, dia mendapatkannya.

"Helene mau ikut?"

Kepala Helene mendongak hanya untuk menatap wajah Aiden yang sedang tersenyum hangat kepadanya. "Apa seorang teman bisa ikut?"

"You also my wife, Len. Aku akan membawa kamu kemana pun kamu mau."

Helene memejamkan matanya dan bersandar di dada bidang Aiden. Untuk kali pertama dalam hidupnya dia tidak memikirkan Liam Argent sama sekali dan rasanya begitu nyaman berada dipelukan suaminya. Helene tidak bisa menghakimi dirinya karena membalas pelukan suaminya sama hangatnya seperti yang dilakukan pria itu. Dia merasa lega untuk pertama kalinya dan dia menghirup aroma maskulin yang menguak dari tubuh Aiden Martin. Mungkin Helene sudah kehilangan kewarasannya ketika dia tidak ingin melepaskan pelukannya.

"Kamu mau lihat matahari terbit?"

"Apa kamu sedang berusaha membuat aku terkesan?" tanya Helene kepadanya dan dia mendapati Aiden tertawa. Pria itu kembali memeluknya dengan erat dan menghirup dalam-dalam aroma vanila dari rambut Helene. "You smell so good, Helene."

"Margaret pasti menunggu aku di dapur," kata Helene mengabaikan ucapan Aiden dan melepaskan pelukannya. Dia tidak bisa berlama-lama dengan suaminya karena semakin lama dia bertahan, semakin sulit untuk tidak membenci Aiden.

"Berbicara tentang Margaret, kemarin dia baru saja mengatakan kepadaku kalau kamu jadi menyukai kopi hitam. Are you starting to drink what i like?"

Helene tidak bisa berkata-kata mendengar penjelasan Aiden. Dia begitu malu dan dia tidak bisa menutupi pipinya yang merah padam. Margaret sialan. Sampai kapan dia akan mengatakan kepada Aiden tentang hal memalukan ini?

"Aku rasa kita harus mandi sekarang karena kita akan ke Manchester pagi ini dan kita tidak mempunyai banyak waktu untuk berbicara tentang Margaret." Helene tidak sadar dengan yang dia ucapkan selama beberapa detik sebelum senyum Aiden terlukis dan pria itu menarik tangannya untuk kembali menempel pada dadanya.

"Kita, hm?"

"..."

"I like that sounds, Len. You and me. Us."

"Aku tidak menyukainya. Margaret juga pasti tidak menyukainya."

"Aku pikir kita tidak akan berbicara tentang Margaret lagi."

Helene tergagap dan dia sungguh sangat malu. Apalagi ketika Aiden menunduk dan menciumnya dengan lembut. "Next time please use your cardigan because the air is cold and something getting hard behind your dress."

Dengan segera Helene menutupi dadanya dan dia bisa merasakan sesuatu yang kecil mengeras di kedua payudaranya. Sialan. "Jangan dilihat, Aiden."

Aiden tertawa dan melihat Helene sibuk menutupi dadanya agar tidak terlihat olehnya. "Sooner or later, i'll make sure you will let me."

"In your wildest dream, Martin!" seru Helene dan segara berlalu dari hadapannya. Dia tidak bisa menahan rasa malunya lagi. Ia memutuskan untuk mandi dan menenangkan dirinya yang baru saja dirayu suaminya sendiri.

TBC

***

Note : Dukung cerita ini dengan cara vote, komen dan share ya teman-teman! See you next part!

Love by, Ann.

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang