BAB 29

795 107 13
                                    

Helene memutuskan untuk pergi ke toko buku dan membeli beberapa buku kemudian mencari makan disekitarnya. Ketika sampai, Helene mulai mencari buku yang menarik perhatiannya. Anehnya, bukannya mencari novel untuk dibacanya diwaktu senggang, Helene malah mengambil beberapa buku resep makanan. Ia tersenyum dan pikirannya tertuju kepada Aiden Martin, suaminya.

"Apa Aiden akan menyukai masakan aku?" Helene menggumam dan bertanya pada dirinya sendiri. Sebagai teman yang baik tidak ada salahnya Helene memasak untuk Aiden.

Semuanya berjalan dengan baik sebelum seseorang menabraknya dari belakang, membuat semua buku yang ia pegang jatuh ke lantai.

"Apa kamu tidak bisa berhati-hati?" Helene berkata dan mengambil bukunya dari lantai sebelum kembali berdiri dan melihat pria itu mengambil antrianya. Helene hanya bisa melihat punggung laki-laki itu yang memakai jaket tebal karena udara diluar sangat dingin. Tiba-tiba saja ponselnya berbunyi dan nama Aiden tertera dilayar.

"Halo?"

"..."

"Aku sedang di toko buku." Helene menjawab ketika Aiden bertanya dimana ia berada.

"..."

"Iya, aku sangat lapar, Aiden. Tapi antrianku masih panjang karena ada orang yang mengambil tempatku." Helene menjelaskan dan menatap punggung pria itu. Berharap pria itu mendengar apa yang ia katakan.

"..."

"Aku akan menunggu disini kalau begitu?"

"..."

"Baik, Aiden. Sampai nanti," ucapnya kepada Aiden dan segera memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ketika Helene mendongak, tiba-tiba saja pria yang menabraknya meninggalkan antrian dan meletakkan bukunya di meja dekat kasir. Helene mengernyit kebingungan. Ia tetap menatap punggung pria itu ketika membuka pintu dan berharap bisa melihat wajahnya.

"Dasar pria aneh," gumam Helene pelan melihat apa yang terjadi.

Ketika pria itu menoleh untuk menutup pintu, Helene yakin jika ia tidak bisa menemukan napasnya. Lututnya tiba-tiba saja terasa sangat lemas dan ia tidak bisa memikirkan apapun ketika ia melihat pria itu begitu mirip dengan sosok yang dikenalnya dulu, pria yang sudah meninggalkannya selama hampir tiga tahun.

"Nona, sudah giliran anda."

"..."

"Nona?"

Helene melihat kasir perempuan itu yang memanggilnya dan beberapa antrian dibelakang sudah mulai memprotes karena dirinya yang terdiam lama. Helene membersihkan tenggorokannya dan membayar totalnya kemudian langsung berlari keluar toko. Napasnya terengah ketika ia mencoba mengejar pria yang sangat mirip dengan Liam Argent.

Helene begitu fokus mengejar pria itu sampai tidak menyadari batu yang ia tabrak sehingga membuat dirinya terjatuh dijalanan yang dipenuhi salju. Pada saat itu Aiden datang dan memeluknya.

"Helene, apa yang kamu lakukan?"

Helene tidak menjawab. Ia hanya menggigit bibirnya dengan keras sampai mengeluarkan darah membuat Aiden khawatir. "Len, Demi Tuhan! Kamu kenapa?"

Helene masih tidak menjawab dan Aiden memutuskan membawa istrinya ke dalam mobil karena pipi Helene sudah sangat pucat. "Please, Len, please jangan diam seperti ini."

Aiden sangat kebingungan dengan apa yang terjadi dengan istrinya. Helene tetap diam dengan tatapan kosong tapi air matanya terus turun. Ia membersihkan bibir Helene yang berdarah dengan tissue dan memegang kedua pipinya.

"Helene Allard, katakan kepadaku. Katakan apa yang membuat kamu seperti ini, Len." Aiden tidak melihat respon dari istrinya dan ia begitu panik. Ia membawa Helene ke dalam pelukannya dan memeluknya erat.

"Liam..."

Bahu Aiden menengang mendengar nama Liam. Ia bisa merasakan jantung Helene yang berdetak sangat keras di dadanya. Aiden bisa merasakan bibir perempuan itu yang bergetar ketika ia melanjutkan, "Aku melihat pria yang sangat mirip dengan Liam Argent, Aiden."

"..."

"Jika itu benar-benar Liam, kenapa dia hanya menabrak aku dan meninggalkan aku begitu saja ketika aku selesai berbicara ditelepon dengan kamu?"

"..."

"Apa Liam masih hidup, Aiden?"

Helene melepaskan pelukannya dan menatap Aiden yang menatapnya dengan tatapan yang tidak bisa ia mengerti. "Katakan kepada aku, Aiden. Karena jika Liam masih hidup, aku ingin menemuinya."

"..."

Helene memukul dada Aiden dan menangis. Ia kembali menggigit bibirnya karena tangisnya yang begitu keras. "Jangan gigit bibir kamu, Len, please, you're bleeding."

"Aku merindukannya, Aiden..." Helene makin terisak tangis dan Aiden tidak menjawab satu pun pertanyaan perempuan itu

"Gigit jari aku, Len, please jangan menggigit bibir kamu sendiri." Aiden mengganti bibir Helene dengan telunjuknya sehingga istrinya tidak menggigit bibirnya lagi.

Helene menatapnya dengan matanya yang membengkak, "Aku tidak bisa mencintai kamu, Aiden. Aku menginginkan Liam."

Aiden melepaskan kacamatanya yang berembun dan mendekatkan wajah mereka berdua. "Tidak apa-apa Len, it's fine. Please take a deep breath," kata Aiden kepadanya saat ia melihat perempuan itu kesulitan bernapas.

Helene terlihat sangat berantakan dengan wajah yang dipenuhi air mata. Perempuan itu kesulitan mencari napasnya sendiri dan hal itu membuat Aiden sangat khawatir.

"Ikuti aku, Calla-Lily, tarik napas kamu dan keluarkan perlahan-lahan."
Helene mengikutinya dan tetap menatap mata Aiden. "Aiden.."

Aiden mengangguk menanggapi. Ia tetap menyuruh Helene mengikuti kata-katanya sampai napas Helene kembali teratur. "Ya, ya, kamu melakukannya dengan baik."

Jarak mereka sangat dekat sehingga Aiden bisa merasakan napas hangat dari Helene. Entah apa yang merasukinya, tapi dengan jarak sedekat ini, sulit baginya untuk tidak mencium Helene Allard. Walau sedang menangis pun, istrinya terlihat begitu cantik dan Aiden tidak bisa memikirkan hal lain selain bibir perempuan itu ketika dirinya menangkap basah tatapan sendu Helene yang menatap kedua matanya.
"Len, apa kamu baik-baik saja?"

Sekuat tenaga Aiden menahan dirinya untuk tidak mencium istrinya. Tapi yang terjadi selanjutnya Aiden merasakan Helene sudah memajukan kepalanya dan menempelkan bibirnya. Aiden diam tidak bergeming karena begitu kaget dengan apa yang terjadi.

"Len, apa kamu baik-baik saja?" Aiden perlu memastikan agar istrinya tidak terluka mengingat bibir Helene yang tadi sempat berdarah.

"..."

Ketika Helene menggerakan bibirnya, Aiden sudah tidak dapat menolaknya lagi. Mereka berdua memejamkan mata mereka dan terhanyut dalam ciuman lembut itu. Sangat lembut dan Aiden bisa merasakan air mata Helene membasahi pipinya. Ia memundurkan kepalanya, takut menyakiti Helene. Tapi Helene berkata kepadanya dengan wajah sendunya.

"Kiss me, Aiden. I want you to kiss me."

TBC

***

Note : Hai semuanya! Saya punya kabar gembira untuk kalian yang suka dengan cerita ini. Saya akan memberikan bonus satu bagian lagi hari ini juga jika vote yang saya dapat untuk bab ini melebihi enam puluh vote.

Normalnya, saya akan meng-update cerita ini setiap empat hari sekali. Tetapi untuk hari ini, jika kalian sangat penasaran, saya akan memberikan satu part lagi. Choice is yours yaa teman-teman!

Love by, Ann

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang