BAB 57

136 19 1
                                    

Ketika Helene membuka matanya, hal yang pertama ia lihat adalah pria bertubuh besar dengan kameja biru tua sedang berdiri membelakanginya. "Aku tidak bisa hadir." Helene mendengar Aiden berbicara di telepon yang tidak ia ketahui siapa lawan bicaranya. 

"Minta Gina menyelesaikan semuanya..."

"...Aku tidak peduli, Mark."

"Aku tidak akan menghadiri penggalangan dana dari Argent Company ketika istri aku membutuhkan aku."

Helene menelan ludahnya ketika dia mendengar nama yang familiar itu. Ia memfokuskan pandangannya berserta pendengarannya. Namun setiap ia memaksakan dirinya, ia meringis kesakitan. Membuat Aiden menoleh dan mengakhiri panggilannya. "Thank you, Mark."

"Len..."

Aiden memanggilnya dan mendekat."Baby... are you okay?" Pria itu membantu Helene untuk duduk dan bersandar. "Careful," ucapnya. 

"Kamu harus datang," kata Helene. Aiden mengernyitkan keningnya untuk bertanya lebih lanjut, "Argent Company menggelarkan penggalangan Dana dan kamu harus hadir." Helene melanjutkan. "Oh, kamu mendengarnya."

Helene menggangguk dan meringis disaat bersamaan. Ia merasa mual dan pening. Semenjak mereka pindah ke Bali, Helene selalu merasakan hal yang sama. "Are you okay?" Aiden bertanya dengan khawatir. Ia memegang dahi wanita itu memastikan kalau demamnya sudah turun. 

"I'm okay, Aiden. Kamu harus datang dan hadir disana."

"Aku tidak akan meninggalkan kamu yang sedang sakit, Len."

"I'm coming with you, Aiden."

Aiden tercengang mendengar jawaban istrinya. Ia menjadi gugup dan tidak tahu apa yang harus ia lakukan. "Len..."

"I want to meet Davinna and Liam."

"Len..."

"I want to meet them and ask them by myself." Helene menatap Aiden yang berdiri mematung menatap dirinya. "Kamu tidak bisa menjawab semua pertanyaan aku tentang mereka. So yeah, I'm going to ask them."

"Len..."

"Berhenti memanggil aku Len, Aiden. Aku tidak menyukainya."

Aiden terdiam dan teringat alasan wanita itu tidak mau dipanggil 'Len' karena hanya Liam saja yang boleh memanggilnya seperti itu. Tapi ketika Helene melanjutkan, "Itu membuatku mual."

Apakah Helene sudah mengingat semuanya? Aiden tidak mempunyai keberanian untuk bertanya. Ia melepaskan kacamatanya dan mengusap pangkal hidungnya. "Le--Helene," Aiden memanggil.

"Hmm..."

Wanita itu memejamkan mata dan mengatur napasnya. Jika Helene sudah mengingat semuanya, mengapa ia terlihat...tenang? Aiden tidak mengerti. Ia ingin bertanya tetapi ia terlalu takut untuk mendengar jawaban dari istrinya. "I'm so mad and i feel like i just wanna die, Aiden."

"..."

"Aku merasa seperti perempuan bodoh diantara permainan konyol kalian." Helene tertawa kecil. Dari sudut matanya yang terpejam, Helene menitikan air matanya. "Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, apakah aku harus marah? Kecewa? Haruskah aku memberontak? Atau apa aku harus membunuh diri aku?"

"..."

"Tapi untuk apa? Untuk apa aku melakukan itu semua?"

Aiden hanya menatap Helene yang terus berbicara dengan mata terpejam. Akan tetapi bulir kristal itu terus saja turun dan tidak berhenti membasahi pipinya. Ketika Helene kehilangan kesadarannya dengan tubuh sedingin es, Aiden Martin saat itu juga langsung membawanya ke Rumah Sakit. Wanita itu demam tinggi semalaman membuatnya ingin memukul dirinya sendiri karena menyebabkan hal itu terjadi.  "Aiden," panggil Helene.

Ia mendekat dan menghapus air mata wanita itu. "Hmm..." Ia mengakui kalau tadi malam ia kehilangan kendali dirinya. Ia menyakiti wanita itu luar dan dalam. "I'm sorry baby..."

Helene menyunggingkan senyumnya. Memaksanya untuk menaikan ujung bibirnya ketika jemari pria itu menyentuh wajahnya. "It's okay..."

Aiden menggigit bibirnya. Kamu menyakitinya brengsek. Batinnya merutuki dirinya sendiri. Tangan kirinya terkepal hingga buku jarinya memutih. "I'm sorry i hurt you, baby..."

"I'm sorry i broke your heart, Helene." Helene membuka kedua matanya dan mendapati pria itu menatapnya dengan dalam. Ia tersenyum dan menyentuh pipi Aiden. "It's okay."

Pagi itu Aiden berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia akan membunuh siapapun yang menyakiti Helene, bahkan jika itu dirinya sendiri. Helene terlihat begitu rapuh, membuat Aiden ingin memeluknya. "Baby..."

Mereka saling berbagi perasaan mereka lewat tatapan pagi itu. Mengutarakan perasaan mereka satu sama lain tanpa kata. Melainkan sorot mata antara iris hijau dan biru safir mereka berdua. "Do you still love me?" Helene yang pertama memecahkan keheningan bertanya untuk mendengar jawaban pria itu--suaminya.

Ketika Aiden memajukan tubuhnya dan memperkecil jarak antara mereka, Helene memejamkan matanya. "I'm in love with you, Helene Allard.  Falling deeper in love with you." Kedua bibir mereka bertemu dan Aiden memagut bibir Helene dengan lembut. Helene membalas ciuman Aiden dan memegang sisi wajah Aiden untuk memperdalam ciuman mereka. Helene hampir kehilangan oksigen kalau saja tidak ada ketukan dari luar ruangan mereka.

Pintu terbuka dan saat itu juga mereka melepaskan ciuman mereka. Dengan napas terengah-engah mereka tertawa. Aiden menatapnya, "Remind me to lock the door next time." Helene mengangguk sebagai jawaban. Ia berdehem untuk membersihkan tenggorokannya ketika dokter dan suster sampai di depan mereka.

"So?"

Dokter Timothy menyunggingkan senyumnya sembari menatap mereka berdua yang terlihat agak canggung dan berantakan, "Well, saya membawa berita bagus pagi ini untuk kalian berdua." Dokter Timothy mendekat dan menjabat tangan Aiden Martin, "Selamat. Anda sebentar lagi akan menjadi ayah, Pak Martin."

"..."

"Istri anda sudah masuk minggu ketiga. Kesehatan bayi dan ibunya juga baik-baik saja. Saran dari saya untuk sang ibu lebih banyak istirahat dan kurangi melakukan pekerjaan yang melelahkan. Nampaknya kemarin Ibu kelelahan dan demam karena terlalu memaksakan diri." Dokter Timothy berbicara kepada Helene diakhir kalimatnya sebelum kembali menatap Aiden. "Ada baiknya jika anda tidak mengatakan sesuatu hal yang memicu ingatannya karena itu akan mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi." 

Dokter Timothy sekarang menjabat tangan Helene, "Sekali lagi selamat untuk kalian berdua."


TBC

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang