Helene Allard meremas ujung bajunya, menguatkan dirinya sendiri untuk meyakinkan dirinya bahwa ia akan baik-baik saja. Bahwa ia siap bertemu dengan Liam Argent dan membuat pria itu mengatakan kebenaran yang Aiden ceritakan langsung didepan wajahnya. "I'm ready."
"You have a choice, Len." Aiden membalas ucapan Helene sembari menatap wajah Helene disampingnya. "We could just leave this all behind and start our life together."
Helene menggelengkan kepalanya, "I cannot live with lies, Aiden."
Aiden mengambil kedua tangan wanita itu lalu menghela napasnya, "Aku tahu. Aku tidak akan menahan ataupun melarang kamu. Aku hanya ingin meminta satu hal, i want you and our baby to be okay. Can you do it?" ketika Aiden mendapatkan anggukan kepala dari Helene ia tahu bahwa wanita itu sudah siap dengan kemungkinan apa saja yang akan terjadi. Entah meninggalkannya atau hidup bersamanya.
Hampir lima belas menit Helene terdiam dihadapan pintu. Ragu untuk maju dan terlalu jauh untuk melangkah mundur. Ia termenung dan rasa sakit itu menghantam dadanya. Anak laki-laki yang selama ini ia lihat ternyata adalah anak Liam. Helene menarik napas yang terasa sesak. Ya. Liam Argent. Pria yang mengajaknya menikah beberapa tahun yang lalu, yang telah meninggal namun ternyata tidak. Yang memilih untuk membohonginya dengan tidak mengenali dirinya.
"Hi." Helene menyapa. Dengan senyum manis palsunya ia menatap Liam Argent berdiri tepat dihadapannya setelah ia memutuskan untuk mengetuk.
"Hi."
Ya Tuhan. Sakit sekali. Helene kembali tersenyum dan mengulurkan tangannya. "You must be Liam Argent. Sudah lama ya? Aku Helene." Ia memandangi wajah Liam yang menatapnya dengan dalam. "Aku adalah tutor Alex, anak kamu." Ia dapat merasakan tangan Liam yang belum melepaskan tangannya, menggenggam tangannya erat. "Oh, Aiden cerita. Aku bisa masuk? Alex sudah menunggu aku." Mereka berdua saling bertatapan cukup lama. Helene menarik tangannya dan bergegas masuk ke dalam. Namun pada saat itu juga Liam menarik tangannya.
"Is it hard to love me? I waited. You told me you would come back. You promise to marry me. I believe all your sweet words and acts this whole time only to be lefted behind? To be hurt this much... to cry all nights waiting you to come back to me. But when you did, you lied. You lied again." Kata-kata panjang yang sudah Helene siapkan menghilang begitu saja.
"What did he say, Len?"
Helene mengiggit bibirnya. Ia tidak berani membalik badannya. "Semuanya. Alex adalah anak kamu dan kamu menikah dengan tunangannya serta rencana konyol kamu yang tidak aku mengerti."
"..."
"Alex menunggu aku."
Setelah mendengar suara pria itu, Helene yakin bahwa tidak mengutarakan apa yang ada dipikirannya adalah hal yang tepat. Perasaanya terlalu sakit untuk diungkapkan dan Helene yakin ia akan menangis jika ia mengatakan semuanya.
"Len," panggil Liam.
"Helene. Panggil aku Helene atau Mrs. Martin. Aku juga sudah menikah seperti yang kamu rencanakan." Helene menepis tangan Liam dan bergegas meninggalkan pria itu. Ia menghapus setitik bulir kristal yang keluar dari ujung matanya. Ia berjalan sehingga tanpa sadar menabrak tubuh seorang perempuan dihadapannya. "Oh maaf. Saya mencari Alex. Perkenalkan saya Helene, tutor baru Alex."
Helene memundurkan langkahnya dan melihat bahwa ternyata perempuan itu adalah Mia. "Oh Hi Mia! Is Alex ready for his lesson?" Helene memaksakan tawanya dan tersenyum menatap Mia.
"Ah, Ms. Helene! Alex's been waiting for you. Please follow me." Mia tersenyum dan membawa Helene ke dalam kamar Alex.
"Alex semangat sekali menunggu. Ia terus mengoceh tentang anda dan bahkan membantu saya menyiapkan cemilan..." Helene tidak begitu mendengarkan yang Mia katakan melainkan hanya tersenyum. Mereka memasuki lorong panjang menuju kamar Alex dan kaki Helene berhenti ketika ia melihat pajangan foto Alex, Liam, dan perempuan itu disepanjang lorong. Ia mendekat dan menatap satu foto bahagia mereka bertiga di Taman itu. Tempat dimana Liam berjanji kepadanya. Always and Forever. Helene teringat dan tutur batinnya memintanya untuk berteriak bertanya mengapa semua ini terjadi.
"Ms. Helene?" Mia memanggil dan kesadaran Helene kembali. "Oh kala itu Alex baru berusia satu tahun dan saya mengambil gambar mereka bertiga tanpa mereka ketahui. Ternyata Ibu Davinna menyukainya dan memintanya untuk dipajang. Aren't they look so happy?"
"..."
Mia kemudian menunjukkan satu foto dengan ukuran lebih besar. Didalam bingkai itu terdapat Davinna dan Liam tersenyum dengan memperlihatkan jemari mereka berdua yang terdapat cincin. "Kalau tidak salah foto ini diambil tiga setengah tahun yang lalu di Paris. Saat itu saya masih menjadi asisten Ibu Davinna sebelum Alex lahir. Disana ada..." Mia menjelaskan dan Helene mendengarkan semuanya. Terlupa tentang hal yang membawanya ke tempat ini sehingga satu suara yang dikenalinya berseru, "Miss Helene! Hi!" tangan mungil Alex meraih jemarinya membuat Helene menoleh dan berjongkok. Mata Alex mengingatkannya tentang Liam. "Hi, Alex! Mia is about to take me to your bedroom but we get lost." Helene tertawa. "Should we go now?"
Alex tersenyum sumringah dan menarik tangan Helene untuk mengikutinya setelah pria kecil itu berkata kepada Mia, "Papa doesn't like any of those picture, Mia. Mama makes him do it. Let's go, Miss!"
*
Helene bertanya kepada Margaret karena ia tidak menemukan Aiden ketika ia tiba dirumah mereka. "Aiden tidak meninggalkan pesan apapun?" Margaret mengangguk sembari membuat makan malam untuk Helene. "Iya, Bu. Tadi ada tamu datang dan mencari Pak Aiden."
"Siapa?"
"Tidak tahu, Mrs. Martin. Tapi dari suaranya seperti seorang pria? Mr. Martin langsung pergi begitu pintunya dibuka." Margaret mengaduk masakannya dan memberi bumbu kemudian melanjutkan.
"Oh ya, saya pikir Mr. dan Mrs. Martin akan menetap di Bali cukup lama? Atau balik lagi ke London karena pekerjaan Mr. Martin?" Margaret secara blakblakan bertanya kepada Helene karena kedatangan mereka berdua yang secara mendadak di Rumah kediaman mereka. Aiden tiba-tiba meneleponnya tengah malam dan memintanya untuk kembali bekerja. Ia kemudian terlalu sibuk dengan masakannya dan tidak menyadari bahwa Helene sudah tidak ada.
Helene yakin itu adalah Liam. Pria itu pasti akan menemukan Aiden dan Helene tahu pasti apa yang akan Liam lakukan. Oh Tuhan. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain terus menekan tombol panggilan yang sedari tadi tidak tersambung. Ia tidak mengenal Aiden sejauh itu untuk mengetahui dimana saja biasanya pria itu pergi ketika Helene tidak dirumah. Ia tidak mengenal keluarga Aiden bahkan teman-temannya. Kecuali Mark dan Gina serta Margaret. "Ya Tuhan..." Helene mengiggit bibirnya ketika ia cemas. Ia berdiri didepan rumah mereka dengan ponsel ditelinganya. "Pick it up, pick it up, Aiden." Ia bergumam dan berdiri dengan gelisah. Udara dingin London pada malam hari itu menusuk ke kulitnya. Tapi ia bertekad tidak akan masuk sebelum Aiden pulang.
Ketika mobil hitam berjalan mendekati halaman rumah mereka Helene segera berlari dan setengah berteriak, "Aiden!" Helene membuka pintu dan ia melihat Aiden dengan kameja putihnya yang bernoda darah serta pelipis dan bibir pria itu yang berdarah. Pada saat itu juga Mark menggeser posisi Helene dan membantu Aiden keluar dari mobilnya. "Excuse me, Mrs. Martin."
Helene menutup bibirnya dengan kedua tangannya menyadari bahwa pria itu tersenyum dan meringis kesakitan ketika menatapnya. "I'm okay..."
"Ya Tuhan..."
"I'm okay, Len." kalimat dan ringisan pria itu tidak terdengar baik baik saja. Helene tahu Aiden hanya berusaha terlihat baik-baik saja. "Liam did this to you. Am i right, Aiden?"
"..."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOOSE YOU
RomanceKetika suatu alasan terungkap, Helene Allard harus memilih antara suaminya atau kekasihnya yang telah menghilang selama dua tahun.