BAB 24

1K 96 16
                                    

Helene terbangun dari tidurnya ketika suara bel rumah berbunyi terus menerus. Ketika Helene melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul dua dini hari, Helene mengernyit, apakah Margaret meninggalkan sesuatu sampai harus kembali pada pukul dua dini hari?

"Margaret?" panggil Helene ketika dia keluar dari kamarnya. Tapi tidak ada orang yang menyahut. Kemudian dering ponselnya tiba-tiba saja berbunyi dan Helene memeriksanya.

"Aiden?" Helene menggumam pelan ketika dia melihat nama pria itu tertera di layar ponselnya. Untuk apa pria itu meneleponnya? Bukankah dia tahu kata sandi rumah mereka?

"Open the door," kata Aiden diseberang telepon. Suara Aiden terdengar tidak seperti biasanya. Sementara suara bel terus saja berbunyi dengan tidak sabar.

Ada tiga hal yang membuat Helene membelalak kaget. Yang pertama, wajah Aiden yang babak belur, yang kedua kameja putih Aiden yang penuh dengan darah dan yang terakhir bau minuman yang menyengat dari Aiden. Helene tidak mengerti apa yang sudah terjadi kepada suaminya. Aiden bukanlah pria yang suka berkelahi ataupun minum sampai mabuk seperti ini. Pikirnya untuk seperkian detik sebelum kenyataan menghantamnya, seberapa tahu Helene tentang Aiden? Dia bahkan tidak pernah bertanya.

"Hai, Calla-Lily," kata Aiden sambil tersenyum dengan giginya. Pria itu terbatuk dan mengumpat sambil mengusap darah di pinggir bibirnya.

Helene tidak berkata apapun untuk membalas Aiden. Yang perempuan itu lakukan hanyalah membopong Aiden ke dalam rumah dan mendudukkannya ke atas ranjang mereka.

"Len, kamu benar-benar cantik."

Helene mengabaikan gumaman kecil Aiden dan mengambil kotak obat serta kain untuk membersihkan darah yang ada dipinggir bibir dan pelipis Aiden.

"Aku mencintai kamu, Len."

"..."

"Pria itu brengsek sekali!"

"..."

"Aku mohon Len, lupakan Liam."

"..."

Helene kembali mengabaikan semua perkataan Aiden dan membantu pria itu untuk melepaskan kamejanya. Tetapi gerakan mendadak Aiden yang berbaring seketika, membuat Helene mau tidak mau jatuh diatasnya. Aiden meringis kemudian tersenyum dengan mata setengah terpejam.

"Peluk aku, Helene. Peluk aku seperti kemarin lagi."

Aiden memindahkan tangannya ke punggung Helene dan menahan istrinya untuk tetap diam dan tidak bergerak. "Apa kamu sudah gila, Aiden?"

"Sshh Len, sebentar saja..."

Helene terpaku sesaat merasakan bagaimana detak jantung Aiden berdegup dengan sangat kencang dibawahnnya. Iris birunya menatap Aiden yang kini sedang terpejam. Perasaannya kembali merespon berlebihan dan Helene tidak menyukainya. Tapi Helene tidak bisa bergerak melainkan meletakkan kepalanya di dada Aiden. Mungkin sebentar saja tidak apa-apa.

"Katakan kepada aku, Len. Bagaimana caranya agar aku bisa membuat kamu mencintai aku?"

"Aku tidak akan mencintai kamu, Aiden," balas Helene. Tapi rupanya ucapannya bertolak belakang dengan gestur tubuhnya. Helene lebih mendekatkan kepalanya dengan dada Aiden dan membalas pelukan pria itu.
"Apa yang membuat kamu pulang sepagi ini?"

Aiden membuka kedua matanya dan mengusap kepala Helene dengan lembut agar istrinya menatapnya.

"Bagaimana bisa kamu mabuk, Aiden?" tanya Helene. Sesulit apapun Helene menahan dirinya untuk tidak bertanya, bibirnya tidak bisa diam saja. "Siapa yang memukul kamu?"

Aiden kembali tersenyum. "Aku dengan senang hati akan mabuk dan babak belur seperti ini setiap hari hanya untuk mendengar pertanyaan cemas kamu, Len."

Pipi Helene memerah dan dia memalingkan wajahnya. Helene membenci dirinya sekarang yang tidak bisa menahan dirinya sendiri. "Aku tidak akan mengobati kamu untuk yang kedua kali, Aiden."

"Aku akan tetap mencobanya, Len."

"Berhentilah berpikiran tidak waras, Aiden!"

Aiden tertawa dan tiba tiba saja duduk sambil mengangkat Helene agar terduduk di atas pangkuannya. Kepalanya secepatnya menunduk dan tanpa menunggu aba-aba langsung mencium bibir Helene. "Kamu sangat menggemaskan, Len."

Helene terdiam seribu bahasa ketika Aiden melepas ciumannya. Dia bahkan bisa merasakan detak jantungnya sendiri yang berdetak dengan sangat kencang.

"Len?"

"Aiden, kamu mencium aku."

"Kamu istri aku, Len."

Helene berniat turun dan pangkuan Aiden tapi pria itu menahannya. "Aku akan mengganti kameja kamu."

"Untuk apa, Len? Bibir aku disini."

Helene makin salah tingkah dan tanpa sengaja menatap mata Aiden. "Aku belum selesai mengobati kamu, Aiden."

Aiden tersenyum dan menarik Helene mendekat dan berbisik di telinganya.

"Kiss me back, Len. Malam ini saja."

Seakan tersihir, Helene merasakan dirinya tidak bisa membantah. Malam ini saja. Helene mengulangnya dalam hati. Iya, Len malam ini saja. Aiden sedang mabuk dan pria itu pasti tidak akan mengingat hal ini pada pagi harinya. Biar dia saja yang mengingatnya. Aiden tidak perlu. Iya, Aiden akan menciumnya sekarang dan Helene akan membalasnya.

TBC

***

Note : Terimakasih sudah dengan rela menunggu update-an dari cerita ini. Kalian adalah yang terbaik! Lebih sweet Aiden atau Liam nih? hehe..

Love by, Ann.

CHOOSE YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang