"Helene... Helene..." Seseorang memanggilnya dengan pelan dan hati-hati. Namun tubuhnya masih sangat lemas untuk bergerak.
"Helene...sayang..." seseorang memanggilnya lagi sembari mengelus punggungnya dengan lembut. Perlahan, matanya mengerjap dan kedua iris biru safirnya menatap seseorang itu. Bibirnya melukiskan senyum.
"Kamu datang?" Helene bertanya dengan senang. Dia mengambil posisi duduk dan menyandarkan punggung di ranjangnya. Helene berpikir jika sudah akan pergi bersama pengawal-pengawalnya tanpa memberitahunya. But here he is, sit in front of her.
"Kamu tidak mau aku datang?" Pria itu berucap dengan nada menuduh. Seperti tersinggung.
Helene kembali melukiskan senyumannya. Kali ini lebar dan disusul oleh tawa. "Aku cinta kamu." Bisik Helene dengan cepat.
"Apa? Aku tidak mendengarnya." Pria itu mendekatkan tubuhnya hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.
"Aku mencintai kamu Liam Argent." Ulang Helene. Kali ini lebih keras dan lebih jelas. Dia meletakkan kedua telapak tangannya di rahang Liam yang tegas dan memajukan tubuhnya untuk mencium pria itu. Menciumnya dengan dalam dan penuh kelembutan.
Ketika ciuman mereka terlepas, kini giliran Liam yang berucap. "Aku mencintai kamu Helene Argent." Liam tersenyum ketika wanita di depannya tertawa mendengar namanya yang diganti.
"Kita belum menikah, Liam. Argent masih belum bisa menjadi akhiran nama aku," jelas Helene. Wanita itu bangkit dan Liam mengikutinya dari belakang.
"Sebentar lagi akan menjadi Argent." Liam mendekap Helene dari belakang dan memberi banyak kecupan ditengkuknya.
"Liam... geli." Helene terkikik geli ketika tangan Liam juga turut menggelitik pinggangnya. "Apa aku boleh mengantarkan kamu ke bandara?" Helene bertanya dengan polos setelah Liam selesai menggelitiknya.
"Apa aku harus memohon kepada kamu bahwa aku ingin kamu mengantarkan aku ke bandara, Len?" Liam menjawabnya dengan pertanyaan dan kemudian melanjutkan kegiatan menggelitiknya di pinggang Helene.
"Hahah... Liam! Geli..." Helene tertawa dan mencoba melepaskan diri dari siksaan Liam dipinggangnya.
"Liam! Aku harus mandi, nanti aku tidak bisa mengantarkan kamu ke bandara!" seru Helene sambil terkikik geli mencoba terlepas dari mulut dan tangan nakal pria itu.
"Mandi bersama aku ya?" Liam berbisik dan mengulum telinganya dari belakang. Tangannya merayap masuk ke dalam gaun tidurnya.
"Tidak mau. Nanti mandinya lama," jawab Helene yang kini sudah memejamkan matanya saat merasakan lidah pria itu mulai beraksi.
"Makin lama malah lebih bagus. Supaya mandinya bersih." Liam masih menggoda tengkuknya dan juga tubuh bagian atasnya dengan kedua tangannya.
"Nanti kita akan terlambat." Helene masih mencari alasan. Karena perempuan itu tahu, jika mereka berdua masuk ke dalam kamar mandi. Mereka tidak akan mandi di dalam sana melainkan melakukan sesuatu yang lain yang menguras tenaga.
"Masih banyak waktu. Mandi sama-sama ya?" Liam meremas payudaranya dari dalam dan memberi kissmark di leher Helene. Pria itu perlahan menuntun langkah Helene ke dalam kamar mandi dengan mulut masih bersarang di kulit putih milik Helen.
"Liam..." Helen mendesah perlahan.
"Dua kali ya?" Liam membujuk dan Helen mengerti maksud pria itu. Sehingga bibirnya melakukan protes.
"Liam!" tegurnya.
"Kan aku berangkat untuk dua minggu. Jadi aku minta dua kali ya?" Liam melepaskan gaun tidur tipisnya dan membiarkannya jatuh menumpuk di kaki Helene. Lidahnya mengambil alih mulutnya di leher jenjang Helene.
"Tapi nanti terlambat..." Helene masih saja mencari alasan meskipun tubuhnya sudah sangat mendamba akan sentuhan pria itu.
"Memang kamu tidak akan merindukan ini?" Liam meramas kedua payudaranya dengan pelan membuat Helene mendesah nikmat. "Bagaimana dengan ini? Kamu tidak akan merindukannya juga?" Liam menggesekkan miliknya dari belakang dan Helene mengerang lebih keras.
"Fine." Helene menyerah pada akhirnya.
"Jadi boleh dua kali?"
"Iya, Liam." Helene menggeram kesal karena pria itu terus menggesekkan miliknya yang masih terbungkus boxer itu di bokongnya.
"Kalau tiga kali?" Liam menurunkan boxernya secepatnya dan menempelkan miliknya di kulit bokong Helene. Bibirnya masih bergerak menggoda.
"Liam!"
"Fine. Jadi dua kali ya?" Liam berbisik pelan dan makin membuat Helene memejamkan matanya karena tidak sabar. Gerakan sensual di belakangnya itu sangat mengganggunya.
"Kalau kamu lama, aku-ah!" Helene mendesah tertahan ketika Liam tiba-tiba saja memasuki dirinya dari belakang.
"Liam..." desahnya tertahan.
"Bilang nama aku ya, Helene. Jangan bilang nama dia."
Helene mengernyit mendengar itu. "Maksud kamu?" tanyanya ditengah-tengah kenikmatannya. Liam membuatnya kebingungan.
"Jangan bilang nama Liam Argent. Dia sudah meninggal satu tahun yang lalu," ucap pria itu lagi. Dan Helene makin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan pria itu. Ketika dia membuka kedua matanya, Helene seketika mundur saat itu juga.
"Aku suami kamu sekarang, Helene. Aiden Martin." Pria itu memiringkan tubuhnya dan menatap Helene yang masih terbaring di sampingnya. Wanita itu tampak kebingungan dan tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Sehingga Aiden harus kembali menjelaskan.
"Kamu tadi mimpi Liam lagi. Ketika aku menyentuh kamu, kamu menyebut nama Liam lagi. Masih rindu padanya ya?"
Helene menelan ludahnya dan keringat dingin mulai keluar dari dahinya. Dia memimpikan Liam lagi, satu-satunya pria yang dia cintai. "Kamu...marah?" Helene bertanya dengan hati-hati. Mereka sudah menikah hampir satu tahun dan Helene masih terus memimpikan Liam.
"Aku mencintai kamu dan kamu mencintai pria itu. Tapi sekarang Liam sudah tidak ada kan? Tidak bisakkah kamu mencintai aku?"
TBC
______
Note : Jangan lupa vote, komen, dan share cerita aku ya. Bagi yang suka dan penasaran sama cerita ini, please tinggalkan komen kalian mengenai part ini.
Love by, Ann.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHOOSE YOU
RomanceKetika suatu alasan terungkap, Helene Allard harus memilih antara suaminya atau kekasihnya yang telah menghilang selama dua tahun.