Part 2

8.8K 115 5
                                    

Setelah rapi dengan pakaian seragam sekolahnya, Zefa pun bergegas untuk pergi sarapan bersama dengan keluarganya. Disana juga terdapat Rendra. Zefa duduk di kursi di samping Rendra. Ia kembali menatap wajah pria berkacamata itu dengan tatapan tajam.

"Gue butuh penjelasan dari lo!" Lirih Zefa penuh penekanan.

Tangan Rendra terlihat gemetar, ia takut jika nanti Zefa masih marah dengan kejadian semalam. Tapi bagaimanapun hal semalam bukan sebuah kesalahan. Ia berhak menolak jika ia tidak mau meminum alkohol.

"Udah jangan ngobrol dulu,,, cepat makan! Nanti kesiangan lagi." Ucap Lidya.

Tanpa jawaban, Zefa dan Rendra segera memakan makanannya. Zefa tak menghilangkan tatapannya dari Rendra. Ia menyendokkan makanan ke mulutnya dengan kasar. Keringat dingin sebesar biji jagung membasahi pelipis pria berkacamata itu.

Acara sarapan telah selesai. Rendra langsung berpamitan untuk pergi ke sekolah. Tapi tidak dengan Zefa, gadis itu memilih langsung ke luar dari rumah tanpa mengucapkan sepatah katapun. Zefa mengemudikan mobilnya, sedangkan Rendra duduk di sampingnya dengan perasaan tak karuan. Zefa melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Rendra memegang samping kursinya dengan erat, tak lupa ia melafalkan doa agar bisa selamat sampai tujuan.

"F-faaa... Pelan-pelan dong. Aku takutt!!" Lirih Rendra.

Zefa tak menghiraukan ucapan Rendra, sebaliknya ia malah menambah kecepatan pada mobilnya.

"Zefaaa! Please jangan kayak gini!Nanti aku mati gimana? Aku belum siap kalau harus mati muda faaa." Ujar Rendra lagi.

Ciiiittttttt

Tubuh Rendra hampir saja terpental ke depan, untungnya ia menggunakan sabuk pengaman, benda itu sangat membantu untuk menahan tubuhnya. Zefa menggertakkan giginya dengan tangan mengepal, tatapannya tajam bagai elang. Ia menoleh pada Rendra, kemudian menarik kerah seragam Rendra dengan kasar.

"Semalam apa yang terjadi?!" Tanya Zefa.

Tubuh Rendra bergetar, ia ketakutan keringat dingin membasahi wajahnya.

"A-apa? Ti-tidak ada yang terjadi." Jawab Rendra terbata-bata.

"JANGAN BOHONG!" Zefa meninggikan suaranya. Ia tidak puas dengan jawaban Rendra.

"Ma-maafin a-aku." Lirih Rendra. Zefa menaikkan alis kanannya.

"Se-semalam ka-kamu marah karena aku gak mau minum alkohol. Bukannya mau nolak dengan sengaja, tapi se-semalam aku lagi gak enak badan. Jadi aku gak bisa minum alkohol terlalu banyak." Jelas Rendra menelan salivanya susah payah.

Zefa masih belum puas mendengar jawaban Rendra. Ia malah semakin mengeratkan cengkeramannya pada kerah seragam milik Rendra. Ia masih menunggu pernyataan apa lagi yang akan pria kacamata itu ungkapkan.

"Ka-kamu terus maksa aku untuk meminumnya, tapi aku tetap gak mau. Setelah itu kamu marah lalu pergi. Sa-saat aku mau ngejar kamu, aku udah kehilangan jejak. Banyak orang disana dan lampu di dalam club malam itu mengganggu penglihatanku, Fa." Zefa menatap Rendra lama, ia ingin berusaha memastikan, dan tidak ada kebohongan disana.

Zefa akhirnya dapat melunak, ia melepaskan cengkeramannya dan kembali melajukan mobilnya. Rendra dapat bernafas lega, Zefa tidak melakukan hal diluar kendali, walaupun tadi itu cukup menakutkan untuk diri Rendra.

"Aku sempet cari kamu kesana kemari, tapi gak ketemu juga. Aku bingung harus cari kamu kemana lagi, sampai pada akhirnya aku mutusin buat pulang aja, karena udah malam juga." Ucap Rendra lagi.
"Ma-maaf A-aku su-"

"Gak usah dilanjutin!" Potong Zefa.

Zefa tak ingin kembali mendengar ungkapan dari Rendra. Sudah cukup, tak ada titik terang yang ia temukan. Semuanya masih tetap gelap, tak ada informasi jelas dari Rendra. Zefa tak ingin memikirkannya terlalu lama. Hal terpenting baginya, tidak ada yang terjadi. Tak ada kejadian yang tidak ia inginkan, dan semuanya baik-baik saja.

Cloud Class (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang