Part 10

2.9K 67 9
                                    

Berita mengenai kejadian tawuran antara SMA Nalendra dengan SMA Sunrise sudah merebak di telinga masyarakat. Bahkan berita itu telah di siarkan oleh beberapa stasiun televisi. Tak ada kabar yang jelas mengenai kondisi Eza. Tetapi sepertinya Eza masih hidup dan ia sedang di rawat intensif di Rumah Sakit.

Zefa menyalakan televisi, tepat saat Tv dinyalakan berita tentang Ezapun di siarkan. Tanpa mau memindahkan channel Zefa menontonnya dengan seksama. Ia berusaha memutar otaknya agar baik dia, Alwi ataupun yang lain tidak terkena masalah apalagi jika harus dibawa ke jalur hukum. Tiba-tiba orang tua Asya datang menghampiri dengan handpone yang ada di genggaman mereka. Kedua orang tua Asya menaruh handpone mereka di meja ruang tamu.

"Anak papah lagi nonton apa sih?serius bener." Ujar papih Zefa mengusap puncak kepala anaknya dengan sayang.

Zefa tak menjawab, ia masih tetap fokus pada layar televisi di depannya.

"SMA Nalendra? Bukannya itu sekolah kamu?" Tanya mamih Zefa saat mendengar seorang reporter menyebut perihal nama sekolah dimana sekolah itu sebagai tempat Zefa menuntut ilmu.

"Iyah!"singkat Zefa.

"Anak muda zaman sekarang kalo mau adu kehebatan sama nyali sebaiknya di ring tinju atau di perlombaan-perlombaan bela diri. Lebih bermanfaat, dapat uang sama dapat mengharumkan nama dia, tempat dia tinggal ataupun orang-orang yang berada di sekitarnya. Ini malah tawuran! Dapat apa coba?!" Ujar Papih Zefa.

Zefa melirik sebentar kemudian kembali melihat ke arah tv. Memang benar apa yang dikatakan papihnya, tetapi bagaimanapun kesenangan seseorang itu berbeda-beda, tak semestinya sama.

"Yaaa mamih juga gak tau pih. Sebaiknya papih tanya aja ke anak sekolah yang ikut tawuran." Balas mamih Zefa. Semuanya nampak diam.

Setelahnya hanya keheningan yang menyelimuti Zefa dan kedua orangtuanya. Suara reporter yang memberikan berita lebih terdengar jelas. Sampai tiba saatnya reporter itu mengatakan bahwa ada seorang wanita yang terlibat dalam tawuran itu. Tetapi belum diketahui baik nama ataupun inisialnya. Kedua orang tua Zefa saling menatap tak percaya. Mereka kemudian menatap Zefa seakan tahu siapa wanita yang dimaksud reporter itu.

"Fa, kamu gak terlibat kan?" Tanya Papih Zefa.

"Iyah nak, kamu gak ikutan tawuran kan? Mamih sama papih yakin kamu anak yang baik." Ucap Mamih Zefa. Tatapan keduanya beralih pada perban di tangan Zefa. Entah luka apa itu sebenarnya.

"I-ini luka apa? Fa, jangan diem aja dong coba jawab? Kamu ga terlibat masalah ini kan?" Kedua orang tua Zefa terlihat khawatir. Mereka bukan mengkhawatirkan keadaan Zefa, melainkan mengkhawatirkan bagaimana reputasi mereka nantinya.

"No komen!" Singkat Zefa. Ia memilih pergi ke kamarnya. Membuat kerutan di kening kedua orang tuanya muncul.

"Pih gimana ini? Kayaknya anak kita terlibat masalah tawuran yang tadi diberitain..." Ucap Mamih Zefa.

Kedua orang tua Zefa tidak begitu tau perkembangan anaknya di sekolah. Mereka sering kali sibuk dengan pekerjaan di kantor. Bagi mereka dengan memberikan uang saja itu sudah cukup. Mereka tidak terlalu mengontrol kegiatan apa saja yang Zefa ikuti. Sikap Zefa yang seperti itu membuat keduanya menaruh curiga terhadap Puteri semata wayangnya. Apalagi saat melihat perban yang membalut tangan puterinya.

"Jangan mikirin hal negatif dulu mih. Kita mikir positif aja, Zefa pasti gak terlibat! Kita tunggu kabar terbaru dari pihak sekolah nanti." Ucap Papih Zefa yang berusaha menyangkal pikiran buruknya. Meskipun dengan perasaan tak tenang, mamih Zefa berusaha menerima saran dari suaminya.

*****

"Tindak tegas mereka! Jangan sampai diberi ampun!"

Tatapan mata Ken penuh rasa kecewa serta marah dengan berita yang baru saja ia dengar. Zio selaku tangan kanan Ken sekaligus wakil kepala sekolah segera memberitahukan soal berita itu. Bagaimanapun ini berpengaruh terhadap nama baik sekolah. Jika nama sekolah buruk maka reputasi Ken pun sebagai pemilik sekolah akan jauh lebih buruk.

"Entah apa yang ada di pikiran mereka! Mereka semua sepertinya tidak jera melihat teman-teman mereka telah di keluarkan dari sekolah!" Ujar Ken.

"Emosi mereka masih labil, seringkali mereka melampiaskan kekesalan mereka dari masalah dirumah dengan melakukan tawuran. Kadang juga mereka terprovokasi. Seusia mereka biasanya mudah terhasut oleh oknum-oknum." Zio sepertinya lebih paham dengan masalah seperti itu. Ken hanya menghembuskan nafas kasar.

"Tetap saja perilaku tawuran merupakan sebuah pelanggaran di sekolah. Nama sekolah telah dicemari. Jadi tidak bisa jika hanya dimaklumi. Itu akan menjadi hal biasa, padahal jelas-jelas itu sangat buruk dan bisa berpengaruh pada hal apapun." Tegas Ken.

"Iyah bapak benar, tidak ada yang membenarkan hal buruk. Jadi hukuman apa yang akan pak Ken berikan?" Tanya Zio.

"Hukuman yang sangat pantas untuk diterima."

"Siapa saja nama yang turut serta?" Tanya Ken pada Zio. Zio membuka lembar kertas yang telah ia siapkan dan mulai membacakan nama-nama murid yang ikut dalam tawuran.

"Ada Tian kelas 12 IPS 1 selaku pemimpin gerakan tawuran itu, Agam dari kelas 12 IPS 3,  Seluruh murid laki-laki dari kelas 11 IPS 3, Alwi dan Rino dari kelas 11 MIPA 5 dan Zefa dari kelas 11 bahasa. Dia menjadi wanita satu-satunya yang mengikuti tawuran tersebut." Ucap Zio.

Ken mengernyitkan keningnya, mungkinkah ia salah dengar? Mana mungkin telinganya bermasalah.

"Zefa?" Tanya Ken memastikan.

"Iyah "

Ken tersenyum kecil saat mendengar Zefa ikut dalam tawuran tersebut. Takdir seperti berpihak padanya.

"Fine! Besok kumpulkan semua murid yang mengikuti tawuran, terkecuali Zefa!" Perintah Ken pada Zio.

"Zefa, tidak? Bagaimana mungkin? Dia masih satu komplotan dengan mereka."

"Tidak usah kembali bertanya, saya akan memberikan hukuman pada Zefa secara pribadi." Ucap Ken.

"Baik!" Zio mengangguk mengerti, ia membungkukkan badannya kemudian pergi dari sana.

Ken tersenyum menyeringai, ia menegakkan tubuhnya dengan penuh wibawa. Matanya terpejam membayangkan wajah Zefa berada di depannya. Perasaan itu kembali muncul ke permukaan hati Ken, mungkinkah ini saatnya? Tapi bukankah ia sudah menentukan waktu yang tepat nanti?! Ken kembali membuka matanya, ia melihat jam yang terpasang di dinding ruang kerjanya. Jam menunjukkan pukul 22:00 tak ada lagi yang harus ditunggu, Ken memutuskan untuk mengistirahatkan tubuhnya agar besok semuanya akan berjalan dengan lancar dan sesuai.

"Hanya butuh kesabaran kecil! Semua akan tepat dengan apa yang kamu inginkan!" Lirihnya.

Ken meninggalkan ruang kerjanya dan pergi ke kamarnya. Sepi senyap tak ada orang selain Ken disana, suasana yang jauh sekali dari kebisingan. Ken mulai menaiki anak tangga, matanya sudah terasa sangat lelah dan berat.

Ken membuka pintu kamarnya, namun kemudian ia urungkan saat melihat kamar di samping kamarnya yang baru saja selesai di renovasi. Ken memilih membuka kamar itu saja, ia menyalakan lampu dan matanya menerawangan melihat seisi ruangan.
Kamar yang terlihat suci dan bersih dengan warna white yang mendominasi.

"Semua sudah selesai, hanya tinggal menunggu rencana tuhan berpihak padamu saja!" Monolog Ken penuh keyakinan.

Ken menutup kembali pintu kamar itu. Tanpa berubah pikiran lagi, Ken benar-benar masuk ke kamarnya dan merebahkan tubuhnya diatas kasur. Istirahat yang cukup itu perlu agar esok hari energinya kembali terkumpul.

T.B.C

Jangan lupa voment yah💚

Sebutin kota kalian dong yang baca cerita ini? Author penasaran hehe.

Cloud Class (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang