Part 58

343 43 3
                                    

Cahaya mentari masuk melalui celah jendela. Zefa mengerjap-ngerjapkan matanya pelan. Tidurnya terganggu karena cahaya itu sangat mengganggu matanya. Ia sedikit menggeliat kemudian bangun dan beringsut menyandarkan punggungnya pada ujung ranjang.

"Selamat pagi!"

"Eummm pagi!" Jawab Zefa enggan.

"Saya sudah menyiapkan sarapan untuk kamu. Pagi ini saya juga yang memasak makanan ini."

"Lo masih disini? Ken belum balik?"

"Seperti yang kamu lihat. Saya masih disini! Pak Ken baru saja mengirim pesan, kalau dia masih berada di perjalanan. Secepatnya dia akan datang."

Zefa hanya mengangguk. Ia mengikat rambutnya ke atas hingga memperlihatkan leher jenjangnya. Melihat pemandangan itu, Zio langsung memalingkan wajahnya.

"Dua piring? Lo mau sarapan bareng gue?"

"Sebenarnya saya mau sarapan lebih dulu, tapi kamu sudah lebih dulu bangun disaat saya belum menyantap makanan itu." Jelas Zio.

"Males sih sarapan bareng lo, tapi ya,,, mau gimana lagi." Lirihnya. Ia menghempaskan bokongnya diatas sofa dan bersiap memakan makanan itu. Saat Zefa akan mengambil pisau dan garpu di atas piring, Zio lebih dulu mengambil piring yang berisi makanan untuk Zefa dan sedikit menjauhkannya.

"Cuci muka dulu! Jorok! Itu iler kamu masih nempel!" Ujar Zio dingin.

"Ishhh mana ada! Sini gue mau sarapan, laper!"

"Sebelum cuci muka tidak ada sarapan pagi ini!" Tegas Zio tanpa penolakan.

Zefa menajamkan matanya.

"Makin lama cowok ini makin bangsat!" Umpat Zefa. Ia akan menendang Zio namun pria itu lebih dulu menghindar. Hingga pada akhirnya Zefa hanya bisa menendang angin.

Zio hanya menggelengkan kepalanya kemudian menaruh piring itu kembali ke atas meja. Zefa sudah pergi ke kamar mandi dan tengah mencuci wajahnya.

"Bangsat? Kata-kata mutiara yang sangat indah." Cibir Zio.

Zio sudah duduk di tempatnya dan Zefa baru saja keluar dari kamar mandi. Hentakan suara langkah kaki yang sengaja di suarakan sangat keras itu membuat Zio menoleh.

"Kasian sekali lantai marmer ini, mereka harus menahan rasa sakit karena diinjak oleh wanita yang tidak berperasaan." Sindir Zio.

"Berisik!" Singkat Zefa.

Ia langsung duduk di tempatnya dan mengambil piring yang tadi sempat ditahan oleh Zio. Tanpa aba-aba, Zefa langsung melahap makanannya. Zio juga sama, ia mulai menyuap makanan itu dengan pelan, tidak seperti Zefa.

"Pelan-pelan! Nanti anak di dalam perut kamu bisa tersedak! Makan kok kayak orang kesetanan!"

Zefa memicingkan matanya lalu mengangkat pisau yang berada ditangannya.

"Diam!" Perintah Zefa.

Zio menelan salivanya susah payah. Helaan nafas panjang keluar begitu saja dari bibir pria itu.

"Baik, saya akan diam. Tapi turunkan pisaunya!" Ujar Zio.

Zefa hanya berdecih lalu menurunkan tangannya.

"Penakut!" Lirih Zefa, yang dapat di dengar oleh telinga Zio.

"Bukannya penakut hanya saja-"

"Diam!" Potong Zefa dan kembali mengangkat pisaunya.

Mendapat ancaman untuk yang kedua kalinya, Zio memilih untuk diam dan fokus pada makanannya saja.

Sarapan pagi itu hanya didominasi oleh keheningan saja. Zio hanya bisa melirik Zefa lewat ekor matanya tanpa mau mengatakan apa-apa. Entah Kenapa sekarang Zio mudah dikendalikan oleh gadis itu.

Cloud Class (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang