Part 14

2K 82 2
                                    

Banyak hal yang memenuhi pikiran Zefa. Ia hanya melangkahkan kakinya gontai, tatapannya sangat kosong. Semua orang menatap padanya sembari saling berbisik. Tatapan yang cenderung meremehkan bahkan mengejek terlempar pada wajah cantik milik Zefa.

"Gaya hidupnya terlalu tinggi, giliran dikeluarin dari sekolah aja sok sedih." Bisik salah seorang murid perempuan. Zefa tidak tuli! Ia dapat mendengar ucapan itu.

"Dia pasti bakal ngelakuin cara apa aja biar tetep stay di sekolah. Contohnya berperilaku seperti pelacur." Timpal yang lain.

"Cewek lacur emang kelakuannya gitu. Sekali pendosa tetep pendosa. Gak bakal ada kemenangan bagi seorang pendosa." Ucap yang lainnya.

Tangan Zefa mengepal dengan kuat, tatapan matanya tajam. Rahangnya mengeras dengan nafas yang memburu. Ia menghampiri murid-murid itu dengan wajah penuh amarah.

Bughhh!

Bughhh!

Bughhh!

Suara bogeman tak terelakan. Tanpa ampun Zefa melemparkan pukulan demi pukulan pada murid-murid yang baru saja membicarakan dirinya. Semua murid baik dari ujung ke ujung segera berlari untuk melihat pertunjukkan itu, tanpa mau melerai. Sampai pada akhirnya pak Leo yang melihat kejadian itu segera berlari dan menghentikan Zefa.

"Hentikan! Zefa tolong!" Zefa melirik pak Leo dengan tajam. Kemudian ia menghentikan pukulannya. Salah seorang guru lain yang melihat kejadian itu segera melaporkannya kepada Ken selaku kepala sekolah serta pemilik sekolah.

Zefa membenarkan seragamnya yang sudah tak beraturan.

"Jaga tuh mulut! Jangan merasa sok suci! Bahkan orang-orang kayak lo aja belum tentu masuk surga!!!" Teriak Zefa penuh emosi.

"Cuihhh! Introspeksi dulu sebelum mengatakan hal buruk tentang orang lain. Seorang pendosa bisa melakukan hal yang lebih dosa, jika ada manusia yang tak mampu menjaga lisannya!!!" Tegasnya.

"Sudah Zefa, malu. Kamu disini masih seorang murid. Jangan buat tingkah aneh." Lirih pak Leo berusaha menenangkan.

"BERISIK LO!"

Tiba-tiba seorang guru yang tadi pergi keruangan Ken pun. Kembali datang pada Zefa.

"Zefa, kamu disuruh menghadap pak Ken sekarang!" Perintah guru itu.

"CK baru aja gue keluar! Disuruh masuk lagi." Gerutu Zefa. Kemudian pergi ke ruangan Ken.

"Dan kalian bertiga, ikut saya!" Tambah guru itu lagi.

Goresan luka serta memar menghiasi wajah ketiga perempuan itu. Semua orang hanya meringis pelan, mereka tak habis pikir. Untuk apa ketiga orang itu membangunkan seorang macan dalam tidurnya? Padahal sudah tau konsekuensi yang akan mereka dapat. Mereka tau bagaimana sifat asli Zefa.

Zefa membuka ruangan Ken dengan kasar. Disana ternyata bukan hanya Ken, terdapat Zio yang sedang duduk di samping Ken. Ken memberikan isyarat pada Zio agar segera keluar dari ruangan itu. Tak membantah, Ziopun mengangguk dan pergi. Zefa menatap Zio dengan bingung.

"Eh lo? Mau kemana? Udah disini aja!" Ujar Zefa. Namun Zio tidak menghiraukan ucapan Zefa. Ia tetap pergi tanpa mau sekedar menjawab. Zefa hanya mendengus sebal.

"Ada apalagi sih manggil gue? Mau ngapain lagi?" Tanya Zefa yang masih berdiri di tempatnya.

"Ada apalagi, ada apa lagi! Sini!" Ken menepuk sofa di sampingnya. Seakan tak mau berdebat Zefapun menuruti kemauan Ken dengan malas.

"Bikin ulah apalagi kamu?"

"Gak ada! Gue cuma ngelakuin hal yang harus gue lakuin." Jawab gadis itu enteng.

"Saya menerima laporan bahwa kamu menganiaya siswa lain."

"Bukan menganiaya! Lebih tepatnya membalas para sampah."

Ken memijat pelipisnya pelan. Gadis ini memang sangat diluar nalar. Belum saja masalah sebelumnya selesai, sekarang sudah dimulai lagi masalah yang baru. Perilaku apa yang harus Ken lakukan, agar Zefa merasa jera?

"Itu sama saja! Ini area sekolah Zefa,,, tidak semestinya kamu melakukan itu. Mau bagaimanapun kamu membela diri, tetap saja kamu akan disalahkan." Ujar Ken.

"Gapapa, gue kan udah dikeluarin dari sekolah. Jadi, gaada alasan lagi untuk diberi sanksi baru. Gue kan bukan murid disini lagi."

"Berarti kamu menolak pilihan dari saya?" Ujar Ken dengan nada kecewa. Ini bukan jawaban yang ia inginkan. Tidak seharusnya Zefa menolak pilihannya dan mengiyakan untuk di keluarkan dari sekolah.

"Pilihan Lo terlalu menyulitkan gue! Jadi ya mending gue di keluarin dari sekolah aja. Lagian disini orang-orangnya pada toxic." Balas Zefa dengan wajah penuh keyakinan.

Ken menarik nafas panjang, ia memejamkan matanya sebentar. Zefa hanya mengernyitkan dahinya penuh rasa bingung. Ia mencoba mendekatkan wajahnya pada wajah Ken, berusaha untuk melihat ekspresi Ken lebih dekat.

Tiba-tiba tangan Ken menyentuh pundak Zefa dengan erat, matanya terbuka menatap manik mata Zefa dalam. Zefa semakin dibuat bingung oleh tingkah Ken. Tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu, Ken mencium bibir Zefa dengan kasar dan menuntut. Zefa membulatkan matanya dengan sempurna.

Zefa mendorong dada Ken agar menjauh dari tubuhnya. Namun bukannya menjauh Ken malah mendorong gadis itu agar berbaring diatas sofa. Tubuhnya yang tinggi lalu menindih tubuh Zefa.

"P-pak ber-hen-ti." Tidak peduli dengan ucapan Zefa, Ken semakin mencium dan melumat bibir Zefa dengan kasar.

Ken mencoba membuka mulut Zefa dengan lidahnya, namun tak berhasil. Zefa malah semakin merapatkan bibirnya. Tanpa diminta air mata jatuh begitu saja di pipi Zefa. Ken dapat merasakan air mata itu mengenai pipinya.

Dengan gerakan cepat Ken segera melepaskan ciumannya. Dengan menatap wajah Zefa penuh rasa iba. Ia dapat melihat wajah cantik itu berubah sangat menyedihkan. Ken dapat melihat Zefa yang masih memejamkan matanya dengan air mata yang masih saja terus mengalir.

"maafkan saya." Entah mengapa kata maaf begitu mudah keluar dari bibir Ken sekarang.

Tidak seperti tadi, sekarang dengan lembut Ken mendudukkan tubuh Zefa yang tadi terbaring. Zefa masih belum tenang, ia masih enggan untuk melihat wajah Ken.

"Saya tidak bisa mengendalikan diri saya." Lirih Ken lembut. Ia membawa tubuh mungil Zefa dalam pelukannya.

Zefa melepaskan pelukan Ken pada tubuhnya.

"Lo kenapa sih? Kenapa harus lakuin hal kasar kayak gitu?!" Tanya Zefa. Ia menghapus air matanya dan berusaha melihat manik mata Ken.

Ken hanya diam, ia enggan untuk menjawab pertanyaan dari Zefa.

"Bibir gue sakit tau, gara-gara lo." Gerutu Zefa. Ia mengambil handphonenya dan melihat bagaimana keadaan bibirnya dari layar handphone.

Ken bangkit dari tempat duduknya,

"Anggap saja itu sebagai sanksi atas perilaku penganiayaan yang telah kamu lakukan. Soal sanksi tawuran kamu dan teman-teman kamu, kalian tidak jadi di keluarkan dari sekolah dan di blacklist. Sebagai gantinya kalian cukup membersihkan area sekolah selama satu minggu." Jelas Ken.

"Beneran?" Tanya Zefa dengan mata berbinar.

"Saya tidak perlu menjelaskan kembali." Ucap Ken dingin.

Raut wajah Zefa berubah bahagia, ia harus segera memberitahukan informasi ini kepada rekan yang lain.
Zefa bangkit untuk berdiri, ia melihat Ken yang menatap ke arah depan. Zefa menarik sudut bibirnya lalu

Cup

Bibir Zefa menyentuh pipi Ken dengan lembut.

"Thanks, itu bonus." Ucapnya. Ken sangat terkejut dengan apa yang baru saja Zefa lakukan. Ia menyentuh pipinya tak percaya.

Baru saja Ken akan bicara, Zefa terlebih dahulu pergi dengan tubuh sedikit berlari. Ken hanya dapat melihat tubuh mungil itu mulai menjauh keluar dari ruangannya.

"Sebuah imajinasi menjadi nyata, dari hal yang tidak terduga." Batin Ken memegang dadanya.

To be continue

Jangan lupa vote dan koment.

Cloud Class (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang