Part 32

692 57 8
                                    

Zefa tengah berada di kelasnya. Hari ini ia belajar pelajaran Antropologi. Materi tentang konsep dan pewarisan nilai-nilai kultural sedang di jelaskan oleh guru yang ditugaskan khusus mengajar pelajaran tersebut. Zefa enggan untuk mengikuti pelajaran, ia tidak bisa fokus karena masalahnya. Semakin mencoba untuk melupakan malah semakin diingat oleh otaknya.

Guru :" Pada umumnya proses pewarisan nilai kebudayaan atau culture dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan sosialisasi dan enkulturisasi.

Mendengar setiap penjelasan dari guru tersebut, rasa jenuh mulai menghampiri dirinya. Zefa mencoba mencari posisi yang nyaman, namun tetap salah. Ia tidak bisa berdiam diri di Kelas dan menyelesaikan pelajarannya. Zefa mulai merasa muak, percuma ia berada di dalam kelas jika pelajaran yang coba di berikan tidak masuk ke otaknya. Itu akan sia-sia saja.

Guru :" Bapak disini akan menjelaskan  sosialisasi terlebih dahulu. Sosialisai ini adalah suatu proses interaksi secara berulang-ulang yang memungkinkan manusia untuk mendapatkan suatu identitas dirinya sendiri serta-

"Pak!" Zefa mengangkat tangannya. Guru itu langsung menghentikan penjelasannya dan menatap Zefa.

"Iyah ada apa Zefa?" Tanya guru itu dengan nama Aji Wijaya dari name tag yang ia kenakan.

"Pulpen saya habis pak, saya izin ke Koperasi buat beli pulpen." Ujar Zefa.

"Silahkan!" Jawabnya.

Zefa mengangguk, sebelum pergi Zefa mendekati Gavin dan berbisik di telinga pria itu.

"Gue tunggu lo di belakang Sekolah! Harus dateng! Kalo gak dateng awas aja!" Bisik Zefa penuh penekanan.

Zefa melihat ke arah pak Aji yang penasaran akan apa yang Zefa bicarakan. Zefa menegakkan badannya, ia berusaha untuk santai dan mengatakan tidak terjadi apa-apa lewat bahasa tubuhnya. Akan tetapi berbeda dengan Gavin, ia hanya bisa menelan salivanya susah payah. Zefa kemudian pergi ke luar dari kelas. Dari kaca di depan kelas, Zefa melihat Gavin dengan ekor matanya. Gavin menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia berharap tak terikat masalah dengan wanita seperti Zefa.

Semua kelas terlihat tengah mengikuti pelajaran. Zefa dengan santai melewati setiap kelas demi kelas meskipun semua murid yang ada di dalam kelas terus menatap padanya dengan rasa ingin tahu.

"Bolos lagi tuh pasti!" Celetuk salah satu murid berucap selirih mungkin.

"Hal seperti itu untuk Zefa Alexania adalah hal yang wajar. Tapi engga buat kita-kita." Timpal yang lain.

"Yakali kita disamain sama Zefa, kita cupu sedangkan Zefa? Lea aja kalah! Apalagi kita." Ucap salah satunya.

"Kalian mau bicara terus atau belajar?!" Tegur guru yang tengah mengajar. Mendapat teguran, mereka langsung terdiam dan mengikuti pelajaran kembali.

Zefa tidak pergi ke koperasi. Seperti apa yang dikatakannya pada Gavin, ia pergi ke belakang Sekolah yang nampak sepi. Zefa menyalakan sebatang rokok lalu menghisapnya. Ia menyandarkan punggungnya pada tembok kelas yang tidak terpakai dengan tatapan menatap tembok pembatas antara sekolah dan luar. Zefa masih menunggu kedatangan Gavin, tapi entah apa maksudnya ia memanggil pria itu.

Sepuluh menit berlalu, namun pria itu tak kunjung datang. Zefa mulai merasa kesal. Jika iyah Gavin tidak datang seperti apa yang di perintahkannya, kali ini Zefa tidak akan bohong dengan omongannya. Ia serius akan ancaman yang ia berikan. Zefa tidak bisa lagi berlaku jahat tapi nanggung. Dimulai dari sekarang, ia harus bisa menjaga pendiriannya dan bersikap seperti bagaimana dirinya.

Tepat saat itu, seorang pria datang menghampirinya. Zefa tersenyum tatkala Gavin sudah berada disana dan tak mangkir dari perintahnya. Zefa langsung mematikan rokok dan membuangnya, ia menarik lengan Gavin dan mendorong tubuh pria itu hingga menyentuh tembok. Gavin membelalakkan matanya, keringat dingin sudah membasahi wajahnya.

Cloud Class (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang