Part 40

607 45 8
                                    

Malam telah tiba, rintik hujan di luar terdengar kala sunyi menerpa. Sedari pulang sekolah, Zefa hanya bisa merebahkan tubuhnya diatas kasur. Kepalanya pening sekali. Ia sedang tidak enak badan. Biasanya di malam yang dingin seperti ini, ia akan mencari kehangatan dari sebotol alkohol. Tapi sekarang untuk sekedar bangun pun rasanya sulit. Bahkan selera makannya tiba-tiba menghilang.

Ia hanya menarik selimutnya dan berusaha memejamkan matanya. Suara ketukan pintu terdengar namun Zefa masih tetap diam tanpa mau menjawabnya. Pintu kamarnya dibuka, disana Lidya menghampiri anaknya dengan wajah khawatir.

"Dari pulang sekolah kamu belum makan, ayo makan dulu. Papih juga tadi nanyain kamu, papih keliatan khawatir, soalnya kamu gak keluar-keluar dari kamar." Perlahan Zefa beringsut untuk menyandarkan punggungnya di kepala ranjang.

"Zefa gak enak badan, mih." Tangan Lidya terulur. Ia menempelkan punggung telapak tangannya di kening puterinya.

"Badan kamu panas, kita ke rumah sakit aja yah?"

"Engga, besok juga sembuh kok." Tolak Zefa halus.

"Kalo gak berobat nanti tambah parah gimana? Mamih gak pengen putri kesayangan mamih kesakitan kayak gini." Lidya memeluk tubuh Zefa. Kasih sayang yang disalurkan oleh Lidya memberikan kehangatan, tak hanya pada tubuh tapi juga hatinya.

"Beneran mih, gausah.."

"Tapi makan yah? Mamih buatin bubur dulu!"

Zefa mengangguk lemah. Ia tidak ingin mengecewakan orang tuanya, disaat hubungan mereka mulai membaik. Saat senyuman tercetak dibibir mamihnya, hatinya semakin merasa teduh. Perasaan yang dulu terasa hampa, sekarang seolah-olah telah diisi kembali. Setelah mengusap punggung Zefa, Lidya pergi keluar dari kamar.

Ting

Satu pesan berhasil masuk melalui handphonenya. Dengan malas Zefa mengambil handphone itu. Tertera nomor tanpa nama yang muncul di layar utama. Zefa mengernyitkan keningnya. Ia mulai membuka pesan itu.

Lihat ke rooftop! Saya ada di bawah!

*Ken Nalendra

Setelah membaca pesan itu, Zefa langsung menyingkirkan selimutnya dan bergegas pergi ke rooftop kamarnya. Saat pintu dibuka, udara dingin terasa menembus ke kulitnya. Di bawah rintik hujan, ia melihat Ken datang bersama satu bodyguard yang memeganginya sebuah payung.

"Ngapain lo kesini?!" Teriak Zefa.

Namun pria itu tak menjawab dan hanya menyunggingkan senyum. Saat itu salah satu bodyguard Ken yang lain datang dengan membawa sebuah tangga lipat dan seutas tali. Ia meletakkan tangga lipat tepat di atas lantai dan memegangnya. Ken mulai menaiki tangga itu untuk sampai di kamar Zefa. Tak lupa setelahnya ia melemparkan tali itu. Melihat tindakan Ken, Zefa mulai panik.

"Ken mau apa sih?! Gue teriak nih yah, kalo lo berani kesini!"

"Silahkan! Saya tidak takut. Saya bilang aja kamu yang memanggil saya kesini. Bodyguard saya bisa dijadikan saksi mata!" Ujar Ken santai saat mulai menaiki tali.

Zefa membalikkan tubuhnya dan memijit pelipisnya pelan. Ide licik selalu saja masuk di otak pria itu, padahal dia adalah pria yang berpendidikan meskipun tak bermoral. Jika terus begini bisa-bisa penyakitnya semakin parah. Zefa membalikkan tubuhnya.

"Aaaaaaaaaaa!" Pekik Zefa. Ia terkejut saat melihat Ken sudah berada di depannya, dengan cepat tangan pria itu membekap mulut Zefa.

"Jangan teriak-teriak kayak gitu! Teriakan kamu itu ganggu orang lain istirahat aja!" Ucap Ken. Zefa menarik paksa lengan Ken dari mulutnya dan menatap pria itu sengit.

Cloud Class (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang