Part 62

265 24 1
                                    

Zefa sudah berada di dalam mobil bersama dengan Zio. Ia hanya bisa melihat jalanan dengan tatapan kosong. Ia tak pernah menyangka setelah semalam Ken membawanya pada rasa bahagia, pagi ini moodnya dibuat begitu hancur sedemikian rupa. Ada sebuah kepingan yang masih mengganjal di relung hatinya.

"Sudah tidak usah dipikirkan soal pak Ken! Fokus pada ujian kamu hari ini. Pikiran yang terlalu berlarut-larut merupakan cikal-bakal dari sebuah penyakit. Kasian anak di dalam perut kamu nantinya." Ujar Zio yang diam-diam memperhatikan Zefa.

"Gak di pikirin tapi kepikiran Zio." Jawab Zefa lesu.

"Alihkan ke hal-hal yang menyenangkan saja. Hanya kamu yang bisa mengontrol diri kamu sendiri."

"Entahlah bisa atau enggak. Tapi gue bakal coba solusi dari lo." Ucap Zefa menyandarkan kepalanya pada kursi lalu memejamkan matanya.

"Saya yakin pasti ampuh dan kamu pasti bisa." Ucap Zio.

Mobil yang dikendarai Zio mulai memasuki parkiran sekolah. Zio menghentikan laju mobilnya lalu membuka seat belt. Ia melihat ke arah Zefa yang masih memejamkan matanya. Gadis itu tertidur disana. Zio tersenyum kemudian turun dari mobil dan membuka pintu mobil belakang.

Tatapan Zio seperti terkunci ketika melihat wajah tenang nan damai dari Zefa. Meski ada sedikit kerutan lelah yang tergambar disana namun kerutan itu tak menghilangkan sedikitpun kecantikan dari seorang Zefa.

"Zefa bangunlah! Sekarang kita sudah sampai di sekolah." Ucap Zio lembut. Tak seperti biasanya ia berbicara selembut itu.

Zefa bergerak pelan, ia mengucek matanya sebelum akhirnya membuka matanya. Zefa sangat terkejut dan refleks ia bergerak mundur saat mendapati Zio berada di depannya. Jarak diantara mereka sangatlah dekat. Saking dekatnya Zefa dapat menghirup nafas Zio yang beraroma mint itu.

"Jauhan dikit bisa kan? Jaraknya terlalu dekat, Lo kayak mau cium gue aja!" Ujar Zefa.

Zio yang menyadari akan posisinya, pria itu langsung menjauhkan tubuhnya dan mencoba untuk memperbaiki ekspresinya yang dalam sekejap sempat terpana oleh kecantikan alami Zefa.

Zefa langsung turun dari mobil. Pagi ini ia akhirnya bisa menghirup udara sekolah lagi. Meski tak ada persiapan dalam ujian hari ini, Zefa akan tetap memberikan yang terbaik. Ia mencoba menarik nafas dalam dan menghilangkan semua pikiran buruk tentang Ken dalam pikirannya. Ia tidak ingin terus menerus memikirkan hal yang belum tentu benar. Zefa pastikan hal tersebut tidak akan mempengaruhi nilainya.

"Gue mau masuk kelas."

"Yasudah masuk saja." Jawab Zio datar.

Zefa menghembuskan nafas kasar lalu pergi. Jika ia menjawab, maka Zefa sudah tau arah pembicaraan mereka akan berakhir seperti apa. Zio menatap punggung Zefa yang mulai menjauh.

"Saya tidak tau harus bagaimana. Saya tidak tau apakah pikiranmu itu benar atau tidak, Zefa." Monolognya.

Zefa duduk di bangkunya, tepat saat itu Gavin mencoba untuk mendekat padanya.

"Apa kabar?" Tanya Gavin.

Zefa melirik Gavin sekilas.

"Tidak cukup baik." Jawab Zefa.

"Kenapa? Ada masalah?" Tanya Gavin sedikit khawatir.

"Tidak ada." Jawab Zefa mencoba memaksakan senyumnya.

"Aneh sekali." Lirih Gavin yang masih terdengar di telinga Zefa.

"Gak usah lo pikirin Vin, gue beneran baik-baik aja kok."

"Syukurlah, gue seneng dengernya." Ucap Gavin.
"Btw kemarin aku ke rumah kamu mau ngajak belajar bareng, tapi rumah kamu sepi gak ada siapa-siapa. Emang pada kemana sih?" Tanya Gavin.

Zefa terdiam, entah alasan apa yang harus ia berikan pada Gavin. Apakah ia harus mengatakan yang sebenarnya? kalau ia sudah menikah dan sekarang ia tidak tinggal bersama orang tuanya lagi. Tapi apakah Gavin orang yang bisa dipercaya? Tidak, tidak! Zefa tidak boleh mengatakan hal yang sangat privasi itu pada Gavin. Zefa harus mencari alasan yang setidaknya masuk akal dan mudah di percaya.

"Gue udah gak tinggal sama orang tua gue lagi, Vin. Gue tinggal sama sepupu gue."

"Hah dimana? Kenapa? Kamu ada masalah sama orang tua kamu?"

"Enggak, gue gak ada masalah. Sepupu gue tinggal di rumah peninggalan orang tuanya sendirian, dia pengen gue temenin. Yaudah gue pindah kesana. Yang pastinya juga gue gak bisa kasih tau lokasinya dimana. Itu privasi." Ujar Zefa

Gavin mengangguk-angguk mengerti.

"Pantesan. Yah gak bisa maen ke rumah kamu dong. Kita jadi susah buat ketemuan nantinya."

"Di sekolah juga kita ketemu, Vin."

"Beda lagi lah Fa, aku juga pengen lebih deket kan sama kamu." Ucap Gavin menatap dalam manik mata Zefa.

"Ini kita udah deket." Ucap Zefa mengukur jarak antara dia dan Gavin dengan jengkalnya.

"Jangan sok polos dong Fa. Bukan deket soal jarak tapi soal perasaan."

"Sorry Vin, jangan bicara soal perasaan lagi. Posisinya sekarang kita udah beda."

"Maksud kamu? Kamu udah ada cowok?"

"Kurang lebih seperti itu, lebih baik jika sekarang lo sama gue jaga jarak aja!" Ujar Zefa.

Ekspresi Gavin terlihat sedih, disaat ia mencoba untuk membuka hatinya untuk Zefa, saat itu semuanya sudah terlambat. Namanya sudah tergantikan oleh pria lain. Pria yang bisa dikatakan beruntung karena mendapatkan wanita seperti Zefa.

"Baiklah. Sekarang aku kalah! Andai aja dulu aku sadar dan mau menerima perasaanmu itu, Fa." Lirih Gavin dan beranjak kembali menuju kursinya.

Zefa hanya menggelengkan kepalanya.

"Andai lo tau Vin perasaan gue sama lo itu cuma main-main aja!" Batin Zefa merasa bersalah.

******

Bel pulang sekolah berbunyi, hari ini hari ujian dan semua murid pulang lebih awal. Zio sudah menunggu Zefa di parkiran. Dengan langkah lemas Zefa datang lalu masuk ke dalam mobil diikuti oleh Zio yang masuk ke dalam mobil juga.

"Apa ujian hari ini sangat sulit?" Tanya Zio.

Zefa melirik pria itu sekilas lalu menggeleng pelan.

"Jika tidak, kenapa wajahmu murung seperti itu?"

"Gue kangen sama Ken. Apa udah ada kabar dari dia, Zio?"

"Ada. Pak Ken mengatakan dia harus menyelesaikan pekerjaannya di luar kota selama tiga hari dan belum bisa untuk pulang ke rumah hari ini. Setelah menjenguk adiknya dia mendapat panggilan mendadak yang mengharuskannya untuk pergi."

"Apa?! Lo bercanda kan, Zio?"

"Tidak ada gunanya saya bercanda!" Ketusnya.

"Seharusnya soal itu dia hubungi gue secara pribadi. Gue ini istrinya dan kita ini masih pengantin baru. Apa pekerjaan lebih penting di bandingkan status gue sama dia?"

"Soal itu saya tidak tau. Saya hanya menyampaikan apa yang pak Ken sampaikan. Dan hari ini saya yang akan menemani kamu pergi ke dokter."

"Semakin hari gue semakin curiga! Gue yakin Ken nyembunyiin sesuatu dari gue, Zio!"

"Jangan terlalu menggebu-gebu soal pikiran burukmu itu! Yang saya tau pak Ken tidak pernah berbohong. Dia selalu mengatakan hal apapun pada saya. Rasanya pikiran negatif di otak kamu itu hanya omong kosong!"

"Feeling wanita itu gak pernah salah, Zio!" Ujar Zefa.

Zio hanya mengangkat bahunya tak acuh dan melajukan mobilnya. Ia tidak merespon ucapan akhir Zefa. Zio tidak ingin membuat keruh segalanya. Zefa tengah hamil dan wanita itu harus bisa mengontrol emosinya. Kesehatannya harus benar-benar diperhatikan sampai bayi yang ada dalam kandungannya lahir.

To be continue

Jangan lupa vote dan komen💚💚💚


Cloud Class (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang