Part 13

2.2K 73 8
                                    

Zefa tengah duduk di bawah pohon rindang di taman sekolahnya. Tatapannya kosong ke depan, perasaannya tidak karuan. Tak ada bagian yang tak berantakan dalam pikirannya.

"Zefa, Zefa, Zefa!!! Berita itu bohong kan, berita itu gak bener?" Ucap seseorang tiba-tiba. Zefa tak menggubris ucapan Rendra. Ia hanya diam tanpa mau menoleh pada sahabatnya itu.

Rendra memegang pundak Zefa dan membalikkan tubuh Zefa agar dapat menghadapnya. Ia menatap mata Zefa dengan tulus, Zefa dapat melihat bayangannya yang kusut dari kacamata yang bertengger di hidung mancung milik Rendra.

"Fa tolong jawab aku, tolong jawab gimana kebenaran berita itu? Kamu gak dikeluarin dari sekolah kan? Kamu gak bakal ninggalin aku disini kan Fa?" Ekspresi cemas tergambar di wajah Rendra. Tanpa ditahan airmata jatuh di pipi pria yang selalu ceria itu.

Zefa terkejut, refleks ia melepaskan kacamata Rendra dan mengusap air mata itu dengan punggung tangan kanannya.

"Kenapa lo nangis?" Tanya Zefa.

Tangisan Rendra semakin deras, ia memeluk tubuh Zefa dengan erat.

"Aku gak bisa kalo harus kehilangan kamu Fa. Kamu teman sekaligus sahabat aku satu-satunya disini. Gimana hari-hariku disekolah nanti kalo kamu engga ada? Kalo kamu keluar dari sini aku juga mau keluar dari sekolah ini. Aku pengen bareng-bareng terus sama kamu." Ucap Rendra.

Zefa melepaskan pelukan Rendra, kini tatapannya berubah menjadi tatapan serius.

"Lo gak boleh tangisin gue, itu gak pantes gue dapetin. Mengingat kembali perlakuan gue sebelumnya sama lo, seharusnya lo seneng gue keluar dari sini. Gue jauh dari lo, hidup lo mungkin akan jauh lebih menyenangkan." Ucap Zefa.

Rendra menggeleng pelan.

"Engga, engga gitu. Aku gak pernah mikirin perlakuan kamu sama aku. Intinya aku seneng bisa sahabatan sama kamu. Kamu itu ibarat penyemangat di hidup aku Fa. Disaat orang lain ngebully aku, kamu pasti selalu ada buat jadi tameng. Kalo kamu keluar aku juga keluar yah Fa dari sekolah ini?" Ujar Rendra penuh harap.

Zefa membuang wajahnya sebentar, kemudian ia memasangkan kembali kacamata pada Rendra. Terdengar helaan nafas panjang keluar dari mulutnya.

"Lo gak harus keluar dari sekolah. Nanti gue coba sekali lagi bicara sama pak Ken. Mudah-mudahan dia bisa mengubah keputusannya. Meskipun gue sendiri pun gak yakin itu bakalan bisa."

Rendra mengangguk setuju, ia juga berharap bahwa Ken akan mengubah keputusannya dengan keputusan yang tepat. Rendra memeluk tubuh Zefa dari samping, ia masih belum rela jika harus kehilangan Zefa.

"Amiin Fa, aku berdoa sama Allah semoga kamu tetep terus stay disini sekolah sama aku. Aku beneran gak bisa kehilangan kamu." Ujar Rendra tangisannya mulai sedikit mereda.

*******

Zefa sudah berada di depan pintu ruangan Ken yang tertutup rapat. Apakah ia harus menurunkan harga dirinya hanya untuk menyelamatkan hidupnya dan beberapa orang? Sebelumnya Zefa belum pernah seperti ini, memohon-mohon hanya untuk meminta sesuatu. Sedikit saja Zefa harus rela menurunkan egonya.

Tangan Zefa terangkat ragu, pikirannya penuh tanya, apakah keputusannya kali ini benar.

Tok tok

Kerutan di dahi Zefa muncul tak ada suara maupun jejak Ken membuka pintu. Seperti tak ada orang di dalam ruangan itu.

Tok tok tok

Untuk kedua kalinya Zefa mengetuk pintu. Lagi-lagi tetap sama, Zefa mulai merasa kesal. Perlahan ia memutar Knop pintu dan pintu tidak di kunci. Ruangannya sangat gelap sedikit pengap berbeda pada saat tadi pagi Zefa masuk. Kaki Zefa berjalan secara pelan.

Cloud Class (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang