Part 39

506 47 7
                                    

Jam menunjukkan pukul 16:00 Wib, sekolah sudah dibubarkan. Zefa melihat jam yang bertengger di pergelangan tangan kirinya. Sudah setengah jam ia menunggu Rendra, namun pria itu belum juga datang padanya. Zefa tengah berada di parkiran sekolah dengan sebatang rokok yang menyala di tangannya. Tidak seperti biasanya, Rendra bisa datang selama ini. Ini tidak bisa didiamkan, pikirnya. Zefa menyentil batang rokok yang telah habis ke sebuah got di samping mobilnya. Ia kemudian bergegas untuk menjemput Rendra di kelasnya. Meski ia merasa sedang tidak enak badan, namun Zefa tidak dapat meninggalkan Rendra sendiri. Untuk sahabatnya ia masih punya rasa kemanusiaan.

Beberapa koridor telah ia lewati. Semua kelas nampak kosong, semua murid telah kembali ke rumah mereka masing-masing. Tak lama Zefa telah sampai disebuah kelas dengan cat biru langit yang di desain khusus oleh para murid. Memang setiap tahun anak MIPA selalu mengganti cat tembok kelas mereka sesuai tema yang diinginkan. Bahkan pihak sekolah sangat mendukung kegiatan tersebut, menurut mereka kegiatan itu dapat meningkatkan kreativitas anak didik mereka. Berbeda dengan kelas Bahasa, kelas Zefa itu sudah dari dua tahun terakhir tidak pernah mengganti catnya. Selain malas, faktor lainnya adalah ketidakselarasan pendapat setiap orang. Menurut mereka untuk apa mengubah cat dikelasnya, jika suasana lingkungan kelas tetaplah sama monotonnya.

Zefa menyembulkan kepalanya dibalik pintu, ia mengernyitkan dahinya bingung. Tidak ada siapa-siapa disana. Mungkinkah Rendra pulang lebih dulu? Ia tidak yakin dengan kemungkinannya sendiri. Jelas-jelas Rendra adalah tipe orang yang setia. Kalaupun pria itu ingin pulang lebih dulu karena sesuatu hal, dia pasti datang pada Zefa dan memberitahukannya.

Zefa membalikkan tubuhnya untuk mencari keberadaan Rendra. Ia berjalan ke samping kelas Rendra untuk melihatnya di halaman belakang. Samar-samar ia dapat mendengar suara tawa dan suara pria tengah berbicara.

"Cupu! Cupu! Mukanya kayak tai!" Ejek salah satu pria disana.

"Makanya jangan belagu deh lo, pake gak ngasih kita contekan! Buat apa lo pintar kalo pelit!" Pria itu mengambil kacamata Rendra kemudian melemparkannya ke sembarang arah, hingga sebelah kacanya pecah.

"Wildan, Rafka, Robi, maafin aku!Bukannya aku gak mau kasih contekan ke kalian, tapi tadi gurunya ngawasin aku terus. Aku jadi gak bisa gerak buat kasih contekan ke kalian." Lirih Rendra.

"Halahhh alasan!"

Plakkk

Satu tamparan mereka daratkan di pipi Rendra sebelum akhirnya menendang perut pria itu hingga tersungkur ke belakang. Rendra meringis kesakitan, matanya sudah berkaca-kaca.

"Sa-kit,,, Zefa tolong aku!!"

"Gak usah lo panggil-panggil cewek lacur itu!" Sentak Rafka.

"Dia udah pulang, mana peduli dia sama lo! Cowok cupu kayak lo itu gak ada gunanya! Manfaatnya juga gak ada, kalo temenan sama lo! Zefa juga pasti pikir-pikir lah!" Timpal Wildan. Diikuti tawa kedua temannya.

Bughhh

Pukulan kembali mereka daratkan di wajah Rendra, darah keluar dari hidungnya begitu saja. Zefa tengah berada di balik dinding memperhatikan perilaku ketiga pria itu dengan handphone ditangannya. Ia tidak terima melihat sahabatnya di perlakukan seperti itu. Sekesal apapun ia terhadap Rendra, tetap saja jalinan persahabatan mereka sangat kuat. Rendra memberikan warna di kehidupan Zefa. Tangannya mengepal dengan sorot mata tajam yang siap memangsa. Ia mengambil sebuah batu berjumlah tiga buah berukuran cukup besar. Satu persatu ia lemparkan di kepala ketiga pria itu. Semua lemparan tak meleset dan tepat pada sasarannya. Mereka meringis saat satu memar keunguan berhasil tercetak di kening mereka.

Cloud Class (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang