Sedang berusaha bersikap semua baik-baik saja. Meskipun sesungguhnya perasaan hancur tak terbentuk.
Dulu, saya berpikir menjadi dewasa sangat menyenangkan tapi ternyata pikiran itu salah.
Menjadi dewasa sangat rumit, sangat berat dan sangat banyak rintangan.
Dewasa, sebuah proses yang sangat menguras tenaga dan air mata.
Tapi apapun itu, saya percaya akan ada hal indah yang sudah menanti di depan sana.
Kamu, saya dan kita semua hanya perlu terus melangkah agar segera menemukan keindahan tersebut.
●●●●●
"Gimana tadi?" tanya Lauren pada Ruby yang baru tiba di dalam kelas.
"Seru sih tapi ngajarinnya cuma sebentar," decak Ruby.
Melda melempar pulpen kehadapan oknum yang baru saja menjawab ucapannya. "Gak ada bersyukurnya ya lo jadi orang. Udah syukur sih Evan mau ngajarin lo. Mana dia gak dibayar lagi."
Lauren tertawa melihat itu. Dia merasa bersyukur setidaknya Ruby tidak merasakan apa yang tengah dirasakan Lauren saat ini.
"Baru sehari Mel dia ngajarin gue dan dia udah nyuruh gue buat nyarik pelatih beneran," kesal Ruby.
"Mungkin lo susah diajarin makanya Evan nyerah," balas Lauren.
Ruby mencibir. "Padahal sebenarnya gue gak suka sama basket. Gue cuma pengen deket aja sama Evan."
"Udah gue duga. Lagian sejak kapan lo suka basket," sinis Melda.
"Lo kenapa sensian banget sih, Mel. Ada apa?"
Melda sendiri tidak tau kenapa dia seperti ini. Tapi dia cuma kepikiran perkataan Novan tentang Ruby dan Evan.
Lauren juga merasakan Melda sedikit aneh. Biasanya cewe itu yang akan menjadi support utama buat Ruby agar bisa jadian sama Evan.
"Gue semalam ngobrol sama Evan," kata Melda. "Kata dia lo lebih baik berhenti aja."
Ruby menatap nanar Melda. "Kenapa? Emangnya Evan udah punya pacar juga?"
Melda menggeleng menjawab pertanyaan Ruby. "Gue gak tau. Tapi kalau kata Novan lebih baik lo berhenti sekarang dari pada lo melangkah terlalu jauh buat orang yang lo sendiri gatau status sebenarnya apa."
"Lo belum nanya sama Evan dia punya pacar apa gak?"
"Udah gue tanya tapi dia gak mau ngasih tau," jawab Ruby.
"TUHKAN!" teriak Melda membuat orang-orang yang ada di dalam kelas menoleh pada ketiganya.
"Suara lo, Mel. Kalah toa sekolah," desis Lauren.
"Yaa habisnya gue kesel banget. Masa lo gak bisa nilai kenapa Evan gak mau jawab pertanyaan lo. Seharusnya dari hal sekecil itu aja lo udah bisa berpikir dong, By."
Lauren dapat melihat raut kesedihan yang terpancar di wajah Ruby, ekspresi yang sama dengan Lauren saat mengetahui kebeneran tentang status Raphael.
"Jangan terlalu keras, Mel. Nanti kita cari tau sama-sama," ajak Lauren.
"Lo benar Mel," ujar Ruby yang sempat terdiam. "Seharusnya dari situ aja gue udah bisa tau ya."
Ruby terlekeh kecil. Menertawakan dirinya sendiri. "Kayaknya lo bakal punya temen senasib, Lau."
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK CLOUD (END)
Teen FictionRaphael, seseorang yang begitu sangat sulit ditebak. Banyak orang yang mengira bahwa Raphael tidak punya pacar termasuk Lauren, sosok gadis yang sangat suka pada Raphael. Tapi siapa sangka bahwa sebenarnya Raphael memiliki kekasih. Flora, pacarnya y...