Jangan pernah memberi harapan jika tidak mau bertanggung jawab, sedikit apapun harapan yang diberikan sangat besar ekspetasi yang diinginkan menjadi kenyataan.
●●●●●
Novan sangat tahu kalau ada yang tidak beres dengan sahabatnya. Tapi Novan tidak mau bertanya apapun. Dia merasa tidak perlu ikut campur. Jika Evan mempercayainya untuk menjadi tempat cerita pasti laki-laki itu sendiri yang akan membuka suara.
"Lo buang rokok tadi di mana?"
"Gak gue buang," jawab Novan menyedu kopi hitam.
Benar, saat Evan ke kamar mandi Novan memungut kembali beberapa bungkus rokok yang tadi dia campakan begitu saja.
"Terus mana? Sini, biar gue kasih satpam rumah gue."
"Telat lo udah gue kasih deluan."
"Lo janga ngelakuin kayak gitu lagi dah. Kalau lo mati gimana?" celetuk Novan.
"Kalau mati ya tinggal kubur. Kan gak susah," jawab Evan.
Iya sih, tidak salah juga jawaban Evan tapi, kan anu...
"Mulot lo gampang bener ngucapnya. Syukur-syukur kalau lo mati masuk surga kalau lo mati masuk neraka kan bahaya," ujar Novan sedikit kesal dengan perkataan Evan barusan.
"Thanks.."
"Makasih buat?"
"Udah nyadarin gue. Kalau lo gak datang mungkin paru-paru gue udah rusak atau dampak buruk lainnya," kekeh Evan.
"Lo itu kalau ada masalah larinya ke Tuhan bukan ke hal-hal yang gak ada gunanya sama sekali," nasehat Novan.
"Gue udah telat nih, gue cabut ya." Novan melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Mau kemana?"
"Jemput Melda. Dia lagi renang sama Ruby."
Evan terdiam sejenak. Ruby, ya?
"Ruby bawa mobil?"
Novan mengernyit. "Gak, mereka diantar supir Melda."
"Gue ikut lo. Biar gue yang antar Ruby pulang."
●●●●
Raphael benar-benar melakukan ucapannya saat Flora masih terbaring koma. Kini Raphael tengah menyisir rambut Flora, mengepangnya sesuai janjinya pada Flora.
"Aku cantik kayak gini?" tanya Flora melihat dirinya di kaca kecil yang diberikan Raphael padanya.
Raphael memeluk Flora dari belakang. Saat ini mereka tengah duduk di sofa.
"Cantik, malah keliatan makin cantik," puji Raphael.
"Dulu itu aku suka bantuin kamu ikat rambut. Kadang aku yang milihin pita atau bando buat kamu. Pokoknya aku sering terlibat di bagian kepala kamu ini," ujar Raphael berbicara lembut. Raphael meletakan dagunya di atas bahu kanan Flora.
"Emang, iya?"
"Iya," jawab Raphael cepat. "Dulu cuma bisa ikat satu aja tapi sekarang udah pande ngepang. Aku belajar tau waktu kamu koma."
"Siapa yang dijadikan bahan uji cobanya?" tanya Flora ingin tahu.
Wajah Raphael seketika memerah sampai ke tengkuknya. Tapi untungnya Flora tidak bisa melihat itu.
"Aku beli boneka barbie. Terus aku apakan rambutnya," cicit Raphael.
Malu, sebenarnya Raphael sangat malu mengakui itu. Tapi Raphael tidak berbohong. Dia emang membeli boneka barbie yang cukup besar. Lalu dia jadikan rambut pirang barbie itu sebagai bahan uji prakteknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK CLOUD (END)
Teen FictionRaphael, seseorang yang begitu sangat sulit ditebak. Banyak orang yang mengira bahwa Raphael tidak punya pacar termasuk Lauren, sosok gadis yang sangat suka pada Raphael. Tapi siapa sangka bahwa sebenarnya Raphael memiliki kekasih. Flora, pacarnya y...