Katanya Ikhlas itu bohong karena yang benar itu terpaksa lalu terbissa. Dan yaaa, aku menyetujui kalimat itu.
-Lauren Samantha.●●●●●
Lauren benar-benar datang ke cafe. Dia berjalan dengan menekuk wajahnya.
"Selamat datang, mau pesen apa?"
Lauren mendecih.
"Apa aja," jawab Lauren cuek.
Anggara tersenyum sampai menampilkan deretan giginya yang putih.
"Ketus amat mbaknya. Saya ini lagi bekerja lho. Ntar kalau saya gak bisa layani dengan baik saya akan dipecat. Kalau saya dipecat gimana? Saya gak bisa makan, gak bisa bayar uang sekolah. Saya--"
"Berisik!"
Lauren menutup kedua telinganya. Wajahnya memerah menahan emosi. Lauren tidak pernah keluar rumah jam segini. Ini sudah terlalu larut bagi Lauren, jam 10 malam.
"Bikinin gue kopi. Udah sana cepetan gue mau pulang."
Anggara sangat yakin bahwa Lauren datang ke sini karena terpaksa. Tapi itu tidak menjadi masalah yang jelas hari ini dia bisa berduaan dengan Lauren. Seluruh pegawai yang lain sudah dia suruh pulang bahkan pengunjung yang tersisa 9 orang juga Raphael suruh pulang dengan alasan yang sama sekali tidak masuk akal.
Raphael meletekan kopi hasil racikannya di atas meja Lauren.
"Silahkan dinikmati..."
Gerakan tangan Lauren yang ingin mengambil secangkir kopi jadi terhenti ketika menyadari Anggara masih berdiam diri di depannya.
"Ngapain lo? Udah sana kembali bekerja."
Anggara tidak mendengarkan perkataan Lauren. Enak saja dia disuruh pergi. Dia sudah habis banyak uang untuk memboxing cafe ini selama satu jam.
"Lo ngapain duduk di sini sih anjir," ujar Lauren, greget.
"Ini kan cafe punya bokap aku. Ya jadi bebas dong aku mau duduk di mana aja," jawab Anggara dengan senyum yang begitu menjengkelkan di mata Lauren.
Rasanya Lauren ingin sekali menyiram wajah Anggara dengan kopi panas ini. Atau menendang laki-laki ini agar bisa jauh-jauh darinya.
"Udah minum. Itu aku buatnya menggunakan segenap hati," ujar Anggara mengedipkan sebelah matanya.
Lauren berusaha mengabaikan makhluk tidak jelas yang ada di depannya. Meneguk sekali minuman yang telah dibuatkan oleh Anggara. Lauren hanya berharap Anggara tidak memasukan apapun di dalam kopi ini.
"Udah, ini uangnya gue mau pulang," ujar Lauren mengeluarkan uang lembar warna biru. Meletakannya di di dekat Anggara.
"Baru 20 menit."
"Yaa terus kenapa?"
"Duduk sini dulu bentar. Gue mau bicara," mohon Anggara.
"Gak, gue gak mau. Ini udah malam gue takut pulang apalagi gue bawa mobil kalau nanti gue dibegal gimana?" sarkas Lauren.
Anggara tersenyum kalem. "Ntar gue anterin. Ayolah duduk dulu sebentar."
"Lo apaansih anjirrr. Gak usah kek anak kecil! Jijik tau gak!" ketus Lauren.
"Pokoknya gue mau balik! Bye!"
Lauren benar-benar berjalan meninggalkan cafe. Bahkan Lauren sengaja mempercepat langkah kakinya.
Anggara tersenyum masam. Sia-sia saja uang yang sudah dia keluarkan. Tapi sungguh Anggara sangat suka menggoda Lauren. Membuat gadis itu marah menjadi hiburan tersendiri untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DARK CLOUD (END)
أدب المراهقينRaphael, seseorang yang begitu sangat sulit ditebak. Banyak orang yang mengira bahwa Raphael tidak punya pacar termasuk Lauren, sosok gadis yang sangat suka pada Raphael. Tapi siapa sangka bahwa sebenarnya Raphael memiliki kekasih. Flora, pacarnya y...