Marni dan Syifa bergantian memeluk Mahesa sambil menangis begitupula Rani yang lancang memeluk Mahesa perilakunya ini mirip seperti pasangan yang akan di tinggal LDR.Berbeda dengan Khiya, yang ketika tangisannya akan pecah ia langsung menahannya dan ketika lelehan air mata itu meluncur, Khiya langsung menghapusnya. Jarinya gemetar menahan rasa takut sekaligus khawatir membayangkan perpisahan ini
Melepaskan pelukan Rani, Mahesa menghampiri Khiya yang diam termenenung, tak ada pelukan atau kecupan, hanya usapan lembut dikepala hingga tangis yang sebelumnya dapat teratasi kini tak terbendungi.
"Kamu percaya sama abang kan?" Khiya mengangguk yakin
"Abang jaga kepercayaan kamu, tunggu abang disini. Kalau sudah sukses, abang janji segera nikahin, Zakhiya Andriana" khiya mengangguk kembali dan membalas tatapan Mahesa yang penuh kasih sayang
"Jaga diri kamu baik-baik" sekali lagi Mahesa mengusap kepala khiya gemas dan mengedipkan sebelah matanya sebelum memutar tumit.
"Khiya sayang abang"
******
Mimpi Mahesa bekerja di suatu perusahaan kapal tercapai. Tidak sampai seminggu setelah interview, Mahesa sudah diperkenankan untuk bekerja dan melakukan program internship selama tiga bulan.
Selama tiga bulan itu pula Mahesa benar-benar meningkatkan kualitas diri dan mengembangkan potensinya hingga ia diangkat sebagai pegawai tetap.
Ada suka dan duka, posisi yang Mahesa pilih tidak sesuai dengan ekspektasinya saat melamar.
di dalam job description tertera tugas-tugas yang mewajibkan Mahesa untuk ikut andil di lapangan namun hingga lima bulan lamanya Mahesa tak pernah mendapat bagian itu alih-alih disibukan dengan banyak angka dan garis-garis didalam komputer belum lagi berkas audit yang harus ia pelajari.
Tetapi Mahesa sangat bersyukur bekerja di Kubikel yang nyaman, Kursi empuk, ruangan ber AC, serta gaji yang cukup besar hingga bisa menabung dan mengirim uang kepada keluarganya
"Lo dari tadi belum cabut? " Anya, teman kantornya menyembul terperangah dibalik kubikel Mahesa.
"Tanggung, ditungguin pak Radit " tergesa-gesa, Anya menempati sisi Mahesa dan memperhatikan layar komputer.
"Si Radit gelo, itu bukan ranah lo hes" anya merebut paksa mos seraya menunduk lalu menscroll berkas di komputer dengan mata yang nyalang.
Mahesa sempat menahan nafas saat jaraknya dengan Anya sangat dekat bahkan jika Mahesa menoleh ke samping kanan, bisa khilaf apalagi aroma parfum Anya yang menyesatkan.
"Lo relain waktu makan siang lo buat si Radit, najis" seperti guru yang sedang menghukum muridnya, anya menatap Mahesa perhitungan.
Anya ini adalah salah satu kandidat yang lolos seleksi saat melamar di perusahaan ini bersama Mahesa bahkan satu divisi, karena itu pula mereka cukup akrab.
kepribadian anya yang apa adanya dan nyambung saat di ajak berdiskusi membuat hubungan mereka tak sekedar rekan kerja melainkan teman.
Ngomong-ngomong soal pak Radit, Anya sangat membenci atasannya itu karena pernah merasa di curangi. Beberapa kali dinas lapangan selalu hanya pak Radit dan Rian, si anak titipan.
"Puasa gue"
"Ramadhan masih lama"
"Puasa Senin" Anya mendorong tagan bagian atas Mahesa dengan telunjuknya
"Gaya lo" bukan gaya, tapi Mahesa mencari cara agar hematnya mendatangkan berkah dan pahala.
Kalau boleh disandingkan dengan penghasilannya saat di kampung dulu mungkin tidak sebesar gaji yang saat ini ia punya tetapi keperluan Mahesa saat itu tidak sebanyak sekarang yang harus membayar kontrakan, makan, cicilan motor, belum biaya tak terduga lainnya, sama saja sebetulnya. Paling tidak karir Mahesa sesuai dengan keinginannya.
"Tetap aja lo hari-hari biasa sering lewatin makan siang gara-gara si Radit"
"Yang penting gue tanggung jawab sama perusahaan ini"
"Kalau di luar batas gimana?"
"Liat aja ntar"
"Halah, paling entar iya iya lagi disuruh ini itu." Anya mengembangkan pipinya lucu
"Gue udah ogah banget dah sama nih kantor" tatapannya menyusuri setiap sudut ruangan ini
"Makannya gue cari loker lewat bokap" tambahnya diiringi cekikikan
Mahesa menggeleng ringan, ada-ada saja Anya padahal se menyebal-menyebalkannya Radit, tugasnya selalu bisa di selesaikan dengan baik bahkan pengetahuan Mahasa jadi bertambah meskipun harus banyak lembur dan diam di depan komputer sampai badan pegal-pegal.
Pukul empat sore Mahesa sudah menyelesaikan seluruh pekerjaannya tak tersisa. Dan sekali lagi Mahesa tidak berhenti mengucap syukur saat pulang lebih awal sehingga ia bisa berbuka puasa di kontrakan dengan berbelaja bahan makanan terlebih dahulu
"Bumbunya agak kering dan mulai harum, udah boleh dimasukin dagingnya kan?"
"Iya masukin, tapi jangan dulu tabur garam gula"
bumbu dan daging telah tercampur di dalam wajan yang artinya tinggal ditaburi gula garam dan menuangkannya, masalah matang atau tidaknya daging sudah Mahesa pastikan saat di rebus tadi. Ia melirik jam di ponselnya sebentar sebelum menempelkannya lagi
"Lima menit lagi adzan. Gapapa kalau abang kasih bumbu abis buka? Biar bisa cicip? Engga bakal gosong kan?"
"Enggapapa, abang diem dulu aja"
"Mana bisa dik, dapur abang berantakan" dengan keringat yang bercucuran di tubuhnya Mahesa memaksakan diri membersihkan peralatan kotor dan menyingkirkan sampah bekas bahan agar nanti setelah berbuka bisa langsung istirahat.
Kalau tidak ingat daging sambel ijo buatan khiya, lebih baik Mahesa membeli lauk di warteg langganannya. Mengingat betapa lelahnya Mahesa setelah bekerja dan lemasnya menahan nafsu seharian.
"Udah abang siapin teh manisnya?"
"Udah dong"
"Kamu masak apa buat buka sekarang?"
"Ayam suir kecap sama tumis sawi"
"Boleh tuh resep ayam suir kecap kamu kirim ke abang. Kali-kali abang mau coba biar ngobatin rindu. Engga ada kamu minimal masakannya" Karena memasak akan menjadi rutinitasnya,
Mahesa selalu meminta resep dari khiya dan
Beginilah saat praktiknya, Mahesa akan dibimbing langsung oleh Khiya meski sering kesal-kesal karena rasa yang tidak sesuai dengan ekpektasi namun selalu mencoba sampai menghasilkan rasa yang sesuai, Dasar Mahesa."Bisa aja abang" suara adzan dari sambungan telefon Khiya berkumandang yang artinya obrolan mereka harus berhenti.
"Sudah adzan bang, khiya tutup telefonnya ya Assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" Senyum Mahesa mengembang lega dan secara bersamaan masjid di samping kontrakannya berkumandang.
Menjawab adzan sebentar, Mahesa meneguk segelas air bening lalu memberi gula garam pada daging sambal ijonya, memastikan rasa. Setelah pas, ia matikan kompor lalu mengambil wudhu dan bersiap pergi ke masjid.
Sesaat setelah Mahesa Menuangkan daging sambal ijo, pintu di ketuk sambil menyerukan namanya.
Ketenangan yang sudah di rencanakan musnah saat perempuan bertubuh sintal masuk tanpa izin.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Balik (End)
RomanceKhiya dan Mahesa adalah sepasang petani yang menitipkan hati satu sama lain. melalui kasih, ada satu dunia yang hanya mereka tempati. melalui kasih, mereka adalah pasangan sehidup semati. melalui kasih, apakah bersama adalah pilihan yang pasti? Ba...