25. Satu langkah lebih maju

1.4K 170 2
                                    

"Kekanan sedikit"

"Jangan di D terus"

"Kita yang ngalah, biar mobil itu duluan"

"Bagus"

"Kalau macet, jangan injak rem terus. Pindahin ke netral!"

Setelah intensitas 7 kali pertemuan dalam satu bulan, akhirnya Zakhiya berhasil membawa mobil mewah Pak Nino ke jalan raya untuk pertama kalinya tanpa lecet. Perkataan pak Nino bahwa "Perempuan di luaran sana banyak yang pandai berkendara, kenapa kamu membatasi diri? Kalau mereka bisa, kamu juga bisa. Satu langkah lebih maju engga ada salahnya Zakhiya"

Mahesa saja selalu berkata ingin terus menjadi pribadi yang maju, kenapa Khiya malah tidak berani untuk melakukan hal yang sama.

"Kiri kiri habis balas terus terus lurus" seru bapak parkir yang mengarahkan mobil

"Sip" bapak parikir memberi jempol tanda posisi mobil sudah sempurna

Baik Nino dan Khiya sama-sama menghela nafas lega, keduanya saling berpandangan "aman?" tanya Nino memastikan dengan senyum yang mengembang.

"Aman" sahutnya dengan bibir yang berkedut kemudian tangannya menghapus keringat di pelipis berharap Nino mengerti maksudnya. Untuk pertama kalinya Nino dan Zakhiya tertawa beberapa detik yang langsung di sadari oleh keduanya.

Pak Nino tidak sedingin malam hari yang selalu membuatnya mengigil dibalik sikapnya, begitupula Zakhiya, tidak sepelit perempuan yang senyum dan tawanya harus di beli

Kalau di ingat-ingat, kapan terakhir kali Nino tertawa serenyah ini setelah kekasihnya pergi meninggalkan caci maki.

Hanya tersisa satu sudut meja disamping jendela kaca yang memperlihatkan lekukan curam dipenuhi pepohonan. Tempat yang sama terakhir kali Khiya dan Mahesa makan soto.

Dua porsi soto, satu kerupuk, dan dua teh tawar panas. Hanya ini yang mampu Khiya rekomendasikan kala pak Nino meminta yang terbaik.

"Pacar baru Yuk?" Tanya seorang remaja yang biasa membantu ibunya di warung.

"Dinda, -" remaja yang dipanggil Dinda menghidangkan makanan yang telah di pesan.

Melirik tak enak pada pak Nino, Zakhiya kembali menatap Dinda protes  "Bukan, Pak Nino ini teman kerja ayuk" jelasnya yang tak membuat Nino puas

"Hebat kali ayuk punya teman kerja macam pak Nino" Dinda melempar senyum pada pria berkulit putih bersih itu dan aromanya sangat wangi

"Bang Mahes kemana yuk? jarang mampir akhir-akhir ni"

"Bang Mahesa kerja di Jakarta" Sepasang mata Dinda berbinar cerah

"Woah keren sekali bang Mahes kerja disana. pasti uangnya banyak, terus kapan bang Mahes sunting Ayuk?" Tanya Dinda penasaran

"Ayuk juga belum tahu"

"Yaah" jawaban Khiya membuat Dinda tak puas lalu pamit karena ibunya memanggil

"Pacarmu bekerja dimana?" Tanya Nino tanpa memandang lawan bicaranya

"Bang Mahesa bukan pacar Khiya" barulah Nino menatap lurus Zakhiya kala tangannya memeras jeruk

"Saya belum paham"

"Calon suami Khiya" sahutnya sembari malu-malu

Apa bedanya? Pikir Nino berdecak

"Bang Mahes bekerja di perusahaan yang mengelola kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi" Jelasnya dengan rasa bangga. Bukan karena nama perusahaannya melainkan cara Mahesa menjelaskannya seolah pria itu senang mendapat pekerjaan itu.

Titik Balik (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang