Ayuk Khiya, tidak usah cariin Nindi ya. Nindi lagi main di rumah Om Mahesa. Om Mahesa punya banyak jepitan rambut, Nindi suka yang gambar kucing.
Khiya menatap room chatnya Mahesa dengan alis yang mengernyit,
Sebuah voice note bersuara adiknya.
Bagaimana mungkin mereka bertemu? Mahesa kan di Jakarta
Nindi— adiknya pamit main namun sudah hampir sore seperti ini belum pulang. Bisa-bisanya ibu memberi izin Nindi main sendiri. Setelah menjamu Nino dan ibunya, Rencananya Khiya akan mencari Nindi bersama peia itu
"Itu Nindi yang hubungin?" Tanya Nino memegang pintu mobilnya
"Iya"
Khiya segera menghubungi sang matan calon suaminya, mudah-mudahan hp itu masih di pegang oleh Nindi
Khiya berbalik membelakangi Nino
"Hallo assalamualaikum, Nindi kamu di mana? Ayuk jemput ya" tanya Khiya khawatir disaat yang sama benaknya penuh pertanyaan dan menuntut sebuah jawaban
"Nindi, ini ayuk. Bang Mahesa nya ma—"
"Khiya" kerutan dahi Khiya semakin dalam saat namanya dipanggil dengan lirih dan bergetar diiringi isakan tertahan seolah namanya adalah batu yang dipikul berat
"Abang menangis?"
Siapa yang membuat Mahesa menangis?
"Om Mahesa sedang menangis Ayuk"
Om Mahesa menangis kenapa? Hanya dalam hati Khiya menyerukan itu. Sama saja memperlihatkan sisi kepeduliannya kalau Khiya menyuarakan kalimat itu
"Nindi, Nindi sekarang dimana?"
"Di pangku Om Mahesa"
Mungkinkah Mahesa di rumahnya? Oh tentu, Nindi tidak mungkin main sampai ke Jakarta kan?
"Nindi di rumah om Mahesa?"
"Iya ayuk, dari tadi Nindi main di rumah om"
"Ayuk jemput ya, Nindi tunggu disana"
Khiya menaruh hapenya kedalam tas lalu menyusul Nino yang sudah masuk kedalam mobil dan menyalakannya.
"Assalamualaikum" tak lama Khiya menunggu karena setelahnya pintu terbuka dan memperlihatkan sang pembuat khawatir tersenyum lemah menatapnya. Matanya bengkak seperti sudah menangis dan tatapannya sangat kuyu
"Waalaikumsalam"
Khiya dan Mahesa saling membalas tatapan bahkan pria itu menguncinya dengan tatapan lembut namun telaga hitam itu penuh akan penyesalan dan kekecewaan.
Siapa yang sudah melukai Mahesa, sampai menatapnya saja luka itu seperti memantul kedalam dirinya. Namun Khiya bukan lagi seseorang yang Mahesa percaya untuk berbagi keluh kesahnya, bukan kapasitas Khiya lagi memperdulikan pria itu, sekalipun menganggapnya seorang kakak.
Khiya mengalihkan tatapannya saat Nino berhasil menyusulnya. Nino memberi senyum tipis sebagai sapaan begitupula Mahesa yang membalasnya dengan hal yang serupa
"Masuk dulu, Khiya Nino, Nindi dikamar ketiduran" pintu dibuka lebih lebar, mepersilahkan Nino dan Khiya masuk
"Bu Marni sehat?" Tanya Khiya setelah menduakan diri di sofa diikuti Nino disebelahnya sedangkan Mahesa masih menjulang diantara mereka, bersiap menjamunya.
"Secara fisik, ya. Ibu lagi pergi ke rumah bu Fitri. Jadi ngga bisa gabung" Mahesa menghela nafas panjang
"Kalian mau minum apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Balik (End)
RomansaKhiya dan Mahesa adalah sepasang petani yang menitipkan hati satu sama lain. melalui kasih, ada satu dunia yang hanya mereka tempati. melalui kasih, mereka adalah pasangan sehidup semati. melalui kasih, apakah bersama adalah pilihan yang pasti? Ba...