28. Asing

1.5K 183 3
                                    

"Baju yang abang kasih engga kamu pakai, dik?" Tanya Mahesa seringan kapas namun berat diterima Khiya hingga membuatnya tercenung dan kepercayaan dirinya semakin berkurang Apalagi saat sepasang mata memindai tampilannya.

Well, seperti yang digosipkan anak-anak kantor. Sekembang-kembang desanya perempuan pasti  penampilannya tidak lebih menarik dari anak metropolitan. Begitulah yang Tiwi tafsirkan sebagai teman dekat Mahesa.

Memakai sendal jepit disaat menggunakan kaus kaki, rok diatas mata kaki, kaus putih bergambar Hello kitti berpita merah jambu lalu  warna kerudung yang tak masuk ke manapun, Kuning mentereng seperti bendera partai.  Kalau wajah, dan bentuk tubuhnya yang tidak cantik, mungkin penampilan Zakhiya tidak tertolong.

Hal yang sama dirasakan Karina, teman Mahesa lainnya yang disamping Tiwi, Bayu, Kevin, dan Arya. Penampilan Mahesa dan Zakhiya seperti langit dan bumi, pria itu menggunakan pakaian kasual yang membuatnya terlihat segar dan maskulin sedangkan pasangannya, -Ck, si Mahesa. Punya pacar bukan di dandani yang benar. Jadinya kan tidak  percaya diri. Semenjak saling sapa pun, bahunya merosot dengan tatapan yang selalu ke bawah.

"Udah berapa hari mbak di Jakarta?" Tanya Tiwi selepas Mahesa memamerkan pacar kembang desanya.

"Mbak!!" Bayu dan keempat teman lainnya bersorak tak terima

"Lo lebih tua Prikitiw" sahut Arya berusaha membuat pacar sahabatnya nyaman. Karena ia tahu maksud Tiwi hanya bercanda namun nadanya terdengar mengejek. kalau orang terdekatnya sudah paham, berbeda dengan orang baru, bisa-bisa tersinggung.

"Zakhiya santai aja, Tiwi itu orangnya suka usil. Aslinya dia baik kok suka bagi-bagi rezeki yang halal maupun yang haram. Ya ga Tiw?" Lanjutnya

"Makanya kalian setengah bajingan!"

"Kebagusan Tiw kalau setengah mah, engga sekalian sepenuhnya?" Sahut Karina

"Ngga setega itu gue Rin, kan depan ceweknya masih pada baik nih kayak kucing di pancing ikan" mata Tiwi mengerling ke arah Kenan dan Mahesa lalu mengundang tawa meledek

Giliran memasan, satu persatu menyebutkan pesanannya "mau menu yang mana?" Mahesa menggeserkan menunya agar Khiya melihat. Satu menit, dua menit, tiga menit, lima menit, sepuluh menit belum ada sahutan sedangkan teman-teman, pun Mahesa menunggunya "mau abang pesenin?" Tanyanya lembut.

Dilihat dari gambar, semua menunya tidak ada yang menggiurkan namun harganya sangat fantastis. Ragu-ragu Khiya melirik Mahesa "boleh Khiya pesan teh manis sama nasi goreng?" Bisiknya berharap hanya Mahesa yang mendengar namun dilihat dari respon beberapa teman Mahesa yang mengulum senyum dan mengerlingkan matanya, mereka tahu.

"Disini ngga ada nasi goreng, Zakhiya" Tukasnya penuh penekanan dan setengah jengkel. Perutnya dan mungkin perut teman-temannya sudah keroncongan tapi Khiya seolah punya dunianya sendiri.

"Bingung kali hes sama menunya, lo aja yang pesenin" sahut Tiwi

Mahesa melirik Tiwi sebentar lalu mentap Khiya kembali "abang aja yang pesenin" menarik menunya kembali "leafy greens, tabulleh, charred beans, broccoli snap, salmon steak, lemon souce, savoury granola, tomato basil-"

"Khiya tidak mau itu" potong Khiya

"Zakhiya" Mahesa memperingatinya lewat sorot mata yang tegas dengan nada yang penuh kontrol

"Ada basilnya sama salmon yang tidak matang" tuturnya hati-hati, telunjuk khiya bergerak ke menu paling atas dengan sedikit mencondongkan tubuhnya agar jelas melihat menu yang di pegang Mahesa.

Kepalanya menoleh ke arah pelayan sebentar "quinoa brown rice, pan seared dory, broccoli snap, charred corn, charred beans, telur mata sapi matang, tidak pakai sambal apapun, minumnya lemon tea"

Titik Balik (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang