1. Pucuk teh dan Biji kopi

5.2K 394 5
                                    

Pagi itu, kabut masih menyelimuti kepalanya dan orang-orang berkerumun memakai pakaian hangat, tetapi tidak dapat mengalahkan dinginnya udara pada waktu itu. Gerakan tangan Zakhiya Andriana semakin lincah saat memetik daun teh.

"Tadi Ita diterima kerja di mall," ujar temannya.

"Wah! Bagaimana itu bisa terjadi? Bukankah Ita hanya lulus SMP?" tanya teman yang lain dengan heran.

Di samping Khiya, salah satu pekerja membuka percakapan yang langsung diarahkan kepada Bu Eni di sebelahnya.

"Benar, Bu. Ita punya kenalan teman yang bekerja di sana. Katanya hanya membutuhkan orang yang sudah berpengalaman dan rajin. Tidak masalah jika ijazah hanya SMP atau SD."

"Bekerjanya apa saja?" tanya Bu Riri yang berada di samping Bu Eni.

"Bersih-bersih toko, Bu. Lumayan daripada harus kepanasan seperti saya," jawab Bu Eni.

Khiya tersenyum sejenak mendengar jawaban Bu Eni yang sejauh ini ia anggap sebagai orang bijak dan ramah.

"Bagus, Bu. Setidaknya Ita tidak seperti saya yang harus bekerja dengan target tanpa memperdulikan cuaca apa pun," bercanda Bu Ira yang membuat para pemetik lain tertawa.

"Zakhiya tidak tertarik untuk bekerja di tempat Ita? Apalagi Ijazahmu SMA. Pasti banyak yang membutuhkan di kota," ujar Bu Lies, membuat Khiya membeku sejenak dengan senyum getir yang dipaksakan.

"Kamu masih muda dan kuat. Enak di kota, daripada di sini bergaul dengan ulet teh," tambah Bu Lies.

"Betul sekali, pulang-pulang tidak perlu menggunakan koyo," serentak para petani tertawa, mengetahui benar bagaimana keadaan pulang dari kebun.

"Jangankan menjadi pelayan toko, jadi model atau bintang film saja pasti laku keras. Wajahmu cantik, badan bagus, kulit putih, hidung mancung, tidak cocok ada di sini," ujar Bu Lies dengan keyakinan yang membuat para ibu-ibu lainnya mengangguk setuju.

"Tidak usah kerjapun, sudah tentu mapan. Banyak yang suka sama kamu Khiya dari mulai
Rizal anaknya bu Jumi yang punya ladang kentang itu, terus Bagas yang punya usaha cuci mobil sama bengkel, terus sekarang Fadil anaknya pak kades yang sudah keterima jadi PNS di Jakarta. " jelas bu Ira gemas

"semuanya kamu tolak!"

"Fadil yang kuliahnya di Bogor itu buk?" Tanya bu Khaira sambil memekik tak percaya. Selain anak dari pak kades, pemuda itu berpendidikan tinggi dan baru saja menapaki karirnya. Perempuan mana yang enggan bersanding dengannya?

"Iya, sekarang udah jadi PNS di kementerian apa tuh aduh saya lupa" bu Ira menepuk dahinya berharap dengan cara seperti itu dapat mengembalikan ingatannya tentang Fadil.

"Dengar-dengar juga Fadil punya usaha ternak di bogor loh ibu-ibu" para pemetik berdecak kagum, terkecuali Khiya.

"Makin kaya raya itu keluarganya pak kades"

"Makanya, sayang sekali kalau Khiya menolak Fadil. Andaikan anak saya secantik Khiya. Sudah saya suruh main ke kantor desa atau kerja disana jadi apa saja. Biar mirip sinetron, ketemu, saling suka terus jadian hehe" ucapan bu Lili membuat para ibu-ibu tertawa. selain karena terkesan imajinatif anaknya bu Lili masih SMA dan sangat tomboy.

"Saya juga kalau jadi Khiya duh sudah tinggal tunjuk saja"

"Tunjuk siapa buk?" Tanya bu Eni

"Fadil dong. gantengnya mirip Ari Wibowo. Kaya, pinter, ramah, santun. " Khiya masih bungkam enggan merespon ucapan yang sejak tadi ditujukan kepadanya.

"Jangan bilang kamu tolak Fadil Karena laki-laki yang sering jemput kamu itu ya yang pake motor bebek, kenalpotnya diganti sama yang berisik. Bikin telinga orang rusak"

Titik Balik (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang