26. Percik perjuangan Khiya

1.4K 185 1
                                    

2 tahun kemudian...

Kring~ kring~

Mahesa meraba nakasnya tempat dimana ia menaruh ponsel terakhir kali dengan mata yang masih terpejam. Itu suara alarm yang menyuruhnya bersiap untuk menjemput Khiya ke Bandara.

jarak dari apartemen menuju bandara hampir satu jam yang sama halnya dengan perjalanan Jambi-Jakarta menggunakan pesawat. Karena itu waktu yang telah di setting bertepatan dengan take off pesawat Khiya. Lebih baik menunggu dari pada membiarkan Khiya kebingungan sendiri.

Ngomong-ngomong soal Khiya, akhirnya perempuan itu berani menyusul ke Jakarta setelah satu tahun terakhir Mahesa membujuknya. sendirian lagi, Padahal Mahesa sudah menawarkan bantuan sepupunya yang siap menemani Khiya.

Sampai di bandara, Mahesa menunggunya di Coffe shop, barangkali dengan meminum kopi kantuk nya hilang dan badanya jauh lebih segar setelah begadang karena baru sampai dari Bandung jam satu pagi sedangkan saat ini menunjukkan pukul lima pagi. Jadi tahukan betapa pusingnya kepala Mahesa.

My Khiya is calling...

"Khiya sudah sampai, abang dimana?"

Sebelum menjawab, Mahesa sudah mengetahui keberadaan Khiya

"Tengok kanan, abang ada disini" Tangannya terangkat dan sedikit melambai berharap Khiya menyadari keberadaannya.

Gadis berkerudung samudra itu membalas tatapannya ragu-ragu namun langkah kakinya tetap menghampiri.

Satu kardus di lengan kiri dan satu tas besar di lengan kanan sudah cukup menyentil Mahesa untuk segera membantu Khiya. Tanpa meminta izin, Mahesa menarik kedua barang bawaan terkecuali ransel ungu semasa Khiya SMA. Awalnya Khiya terkejut namun tetap patuh dan mengekori Mahesa

"Duduk dulu, mau pesen minum atau sekalian sarapan?" Tanya Mahesa setelah menaruh barang-barang di dekat meja

"Khiya mau istirahat" lirihnya mengintip mahesa lewat bulu mata, tampak gugup dan malu namun sorotnya tak bisa menyembunyikan raut lelah

Baju floral yang sedikit kusut, rok bagian depan lebih naik, dan kerudung yang tak berhasil menyembunyikan rambut bagian depannya adalah bukti betapa melelahkannya perjalanan Khiya untuk sampai di kota ini.

"Ini mobil abang?" Tanya Khiya setelah Mahesa membuka bagasi Freed silvernya lalu memasukan barang bawaan Khiya tak terkecuali ransel ungu bergambar Hello kitti

Menoleh kesamping, Khiyanya sedang menatap kagum mobil yang baru dibelinya sebulan lalu "Iya, yang abang ceritain kemarin"

Kalau saat ini keuangannya mulai setabil dan berkembang pesat karena bisnis ternaknya. dua pasang domba yang pernah ia rawat sedari bayi kini menghasilkan 70 domba dan 33 kambing. Sebab Ibunya selalu menginvestasikan net profit nya untuk menambah jumlah ternak sama halnya Mahesa yang selalu rajin menyisihkan sebagian gajinya untuk keperluan ternak. Mereka baru menikmati net profit itu satu tahun terakhir Apalagi satu tahun terakhir ini Mahesa mendapat konsumen tetap dari beberapa yayasan aqiqah kurban dan restaurant Arab.

Mahesa tersenyum saat Khiya mencoba duduk senyaman mungkin. Bukankah ini sebuah kemajuan besar. Dulu, mereka hanya mengandalkan becak buatan kakek Khiya lalu setelah dewasa menggunakan Honda GL Pro peninggalan bapaknya. Tetapi melihat dimana Khiya saat ini membuat hatinya menghangat

"Sayang, nyaman?" Tangannya menekan switch power window, usai memberikan uang parkir.

"Nyaman" cicitnya

"Abang suka sama mobil ini?"

"Bukan mobil impian abang, tapi senengnya sampai nangis" senyum mahesa mengembang

Titik Balik (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang