3. Perusak masa depan

2.4K 278 3
                                    

Siapa bilang Mahesa hanya pemuda serabutan yang masa depannya suram?

pemuda yang tak pernah absen memetik kopi itu adalah seorang sarjana. Pekerjaannya yang jauh dari harapan seorang lulusan teknik perkapalan bukan berarti eksistensi Mahesa sangat buruk di bidang akademik, Dia luar biasa cemerlang hingga meraih gelar cumlaude di kampusnya.

Banyak teman, kakak tingkat, dan dosen yang menawarkan sebuah pekerjaan yang sesuai dengan program studi yang ia tempuh, beberapa diantaranya membuat Mahesa tergiur namun semua itu terasa hambar saat...

"Abang sudah tahu kan, Khiya tidak senang kalau abang tinggal ke luar kota"

Khiya

Iya, karena khiya.

Traumanya yang ditinggalakan bapak untuk bekerja membuat khiya tumbuh dengan rasa takut akan kehilangan seseorang.

Terkadang, Mahesa merasa jengah dengan pekerjaan yang terbilang kasar dan serabutan ini disaat yang sama ia memiliki potensi besar untuk bekerja di tempat yang lebih nyaman dan membuatnya berkembang namun ambisi karir selalu kalah oleh hasrat kasih ingin melindungi gadis pujaannya.

Tak apa badannya sering pegal-pegal atau penampilannya yang tidak rapih seperti teman-teman angakatannya asalkan Mahesa bisa melihat Khiya tersenyum, sudah cukup memenuhi kebutuhan bahagianya.

Dan senyum Khiya adalah Mahesa yang berada disampingnya.

"Satria teman kuliah abang, kerja di perkapalan Surabaya. Dia kontak abang dan nawarin lowongan kerja"

Kali ini Mahesa mencoba peruntungan lagi, setelah dua kali tak mendapat restu. Terpaksa Mahesa utarakan kembali karena kebutuhan saat ini semakin banyak seiring berjalannya waktu. Apalagi gelar sebagai tulang punggung membuatnya harus lebih bekerja keras.

"Khiya serius mau bantu biaya kuliah Syifa, kalau itu yang membuat abang mencari pekerjaan di luar kota" Mahesa menghela nafas panjang, menjaga raut dan suaranya agar tetap biasa disaat hatinya panas dan tenggorokannya tercekat menahan kesal.

"Bukan soal itu"

Selain tujuannya uang, Mahesa ingin mendapatkan harga diri dimata orang-orang yang selalu merendahkannya. hatinya lelah saat para penguasa menyuruhnya sesuka hati, menganggapnya seolah tolol dan harus diam ketika diperlakukan tidak adil.

Uang memang bukan segalanya tetapi dengan memiliki banyak uang ia mampu memenuhi semua kebutuhan orang yang ia sayangi dan mendapat banyak toleransi.

"Abang perlu memikirkan masa depan kita, kamu mau punya suami yang kerjanya gitu gitu aja?"

"Khiya terima abang apa adanya. Tidak peduli dengan omongan orang lain tentang profesi abang" tidak lagi menatapnya lembut, Khiya menatap Mahesa dengan tatapan menghunus memperlihatkan sisi lainnya yang jarang diketahui oleh banyak orang.

Mahesa membalas tatapan itu dengan tatapan penuh percayaan diri, tatapan yang memberi singgasana untuk gelarnya sebagai seorang pria.

"Khiya. Orang yang ada dihadapan kamu ini adalah anak pertama yang jadi tulang punggung keluarga. Cita-citanya cuma satu, membuat keluarga dan pasangannya bahagia. Kamu udah bahagia dengan hanya abang yang selalu ada di samping kamu apapun kondisinya, tapi keluarga abang? Yang selalu direndahkan banyak orang?" Mahesa menjeda ucapannya dengan helaan nafas yang menyakitkan saat mengingat bagaimana para tetangga memandang rendah ibunya karena pernah menjadi simpanan seorang pejabat daerah.

Mahesa kecil yang berumur sepuluh tahun hanya tahu bahwa ibunya menikah lagi dengan pria kaya tak lama dari tragedi kecelakan bapaknya. Tidak ada yang boleh tahu tentang pernikahan itu bahkan Mahesa dan Kinan tidak diizinkan untuk memanggil bapak tirinya dengan sebutan  bapak jika sedang berada di luar rumah. Hartanto, bapak tirinya itu hanya akan pulang seminggu sekali.

Titik Balik (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang