"Selamat sayang atas gelar barunya" Mahesa tersenyum seraya menarik Vero untuk dipeluk
"Makasih sayang" bisiknya penuh ketulusan. Makasih saja rasanya tak cukup disematkan pada Vero, si janda manis ini lebih dari itu, dia adalah wanita yang menemaninya saat Mahesa sedang berjuang meraih gelar masternya, saking overload karena sulit manajemen waktu antara tugas kantor dan tugas kuliah, Mahesa sempat ingin berhenti namun tak bisa dan akhirnya dilakukan setengah hati sampai sering sakit-sakitan, namun Vero selalu membantu dengan caranya entah menasihatinya, mencarikan referensi, mengetikan tugas, bahkan merawat Mahesa saat sakit.
"Abang selamat" Syifa setengah berlari dan menghambur kepelukan Mahesa setelah Vero menjauh. Sang kakak tersenyum sambil mengusap rambut adiknya
Ibu Marni menyusulnya di belakang, menatap Mahesa penuh haru bahkan sampai meneteskan air matanya, Mahesa yang melihat itupun ikut terharu
"Bu" Diraih punggung tangan ibunya lalu di kecup hormat sedangkan tangan bebas bu Marni mengusap kepala dan punggung Mahesa
"Ibu bangga sama kamu nak" Mahesa yang dulunya sering diremehkan akhirnya berkembang menjadi pria berpendidikan yang memiliki karir cemerlang bahkan sudah bisa memberangkatkan bu Marni umroh. Marni kecup dahi putra satu-satunya yang menjadi tulang punggung.
Mahesa menghambur kepelukan ibunya "Makasih ya bu, apa yang Mahesa capai saat ini tidak luput dari doa ibu"
"Kinan, belum dateng?" Tanya Mahesa pada Syifa usai sesi foto bersama teman-temannya. Adiknya yang pertama izin menyusul katanya karena ada pekerjaan yang mendesak
"Katanya masih ada kerjaan"
"Kinan langsung ke Villa, ngga perlu kesini jauh-jauh" usul Vero yang berencana menginap di villa miliknya untuk merayakan hari kelulusan Mahesa
"Gitu ya, Syifa WhatsApp dulu deh ayuk Kinannya"
*******
Di tangan Khiya sudah ada surat-surat tanah yang di serahkan kepada Nino sebagai tanda bukti kepemilikan
"Harus nunggu lima tahun untuk bisa dapatkan tanah ini" jelas Nino
Khiya tertawa "Artinya, rezeki tanah abang baru sekarang" menghela nafas berat, memang tidak mudah melepaskan tanah seluas delapan puluh bata yang asalanya akan dialokasikan untuk rumahnya bersama- Khiya tidak ingin menyebutkan namanya.
Semua itu hanya ucapan manis bukan tindakan yang terealisasikan. Lagipula tidak ada hal yang menguntungkan dari mempertahankan tanah ini selain dibangun rumah atau di jual lebih lama lagi agar meraup keuntungan lebih, tentu saja keduanya tidak menjadi pilihan Khiya, lebih baik Khiya jual tanah ini lalu hasil penjualannya dialokasikan pembelian sawah
"Kapan rencana pembangunannya?"
Keduanya berjalan ke arah mobil Nino sambil melawan angin yang menyebabkan kerudung dan pakaian khiya begitupula pakaian dan rambut Nino "Malam ini juga saya hubungi adik untuk merancanang semuanya" Khiya mengangguk mengerti dan memelankan langkahnya sebelum berhenti yang diikuti oleh Nino, keduanya saling menoleh
"Makasih ya bang Nino" ucapnya terdengar tulus dengan bibir yang merekah indah, tatapan Khiya sangat teduh hingga mampu menghipnotis Nino
"Makasih untuk apa?"
"Tidak menawar harga jual tanah" disaat yang sama Khiyatertawa, alih-alih tertawa Nino tertegun mendengar suara renyah milik gadis berkerudung merah jambu.
Nino baru tahu saat dua sudut bibir Khiya terangkat terdapat lesung pipit di bawah Kedua sudut bibirnya, mata gadis itu mengecil berubah bentuk seperti bulan sabit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Balik (End)
RomanceKhiya dan Mahesa adalah sepasang petani yang menitipkan hati satu sama lain. melalui kasih, ada satu dunia yang hanya mereka tempati. melalui kasih, mereka adalah pasangan sehidup semati. melalui kasih, apakah bersama adalah pilihan yang pasti? Ba...