Teman-teman, tetangga, sampai penjaga pos kamling sekalipun semakin gencar menasihati Khiya untuk segera menikah karena usianya sudah lebih dari dua puluh lima tahun sementara dikampung umur dua puluh empat tahun dianggap batas maksimal harus mendapat jodoh, sayang tidak sayang, cinta tidak cinta. Hal itulah yang membuat Khiya tidak nyaman saat pulang kampung. Belum gunjingan mereka tentang hubungan Khiya bersama Mahesa dan Nino yang belum ada titik temu.Lagi-lagi Khiya bersyukur mendapat pertolongan melalui saran Nino untuk merantau. Kalau tidak, pasti Khiya sudah menggendong anaknya Fadil karena pria itulah yang paling potensial untuk di jadikan suami.
Ngomong-ngomong Nino, Pria itu banyak memberikan kontribusi dan motivasi hingga hidupnya terasa lebih maju.Khiya akui itu namun bukan berarti ibunya memaksa Khiya untuk segera memberi jawaban dan mempersiapkan sebuah pernikahan. Khiya butuh waktu soal itu, namun setiap waktu yang dihabiskan untuk mempertimbangkan selalu tidak cukup.
Seiring rapalan doa yang selalu di panjatkan usai ibadah, seiring pula banyaknya keraguan tentang pernikahan. Padahal jika mengikuti logika, Khiya sudah tahu jawabannya. Begitupula saat mengikuti kata hatinya, Khiya sudah tahu jawabannya.
Keterikatan janji bersama Mahesa membuat Khiya belajar bahwa yang paling baikpun bisa meninggalkan Khiya kapanpun.
Begitupula pertemanan Khiya dengan Nino, sekalipun pria itu adalah laki-laki pengertian tidak menjamin akan memperlakukan dirinya dengan lembut.Kekurangan tetaplah kekurangan, tidak ada manusia yang lepas dari kekurangan. Egois apabila Khiya membutuhkan sosok sempurna. Sama halnya sedang bermimpi di siang bolong.
Khiya tak memiliki daya apapun, satu-satunya kekuatan yang ia punya adalah do'a, Meminta pada Sang Pemilik hati untuk menganugerahi pendamping hidup yang terbaik untuk di dunia maupun di keabadian.
Usai memanjatkan do'a tersebut Khiya menyambungnya dengan mengaji sembari menunggu adzan subuh yang kurang dari 3 menit lagi.
Ayam milik bapak tirinya sudah berkokok, tetangga samping rumah mulai menyapu halaman, begitupula langkah kaki tergesa saat adzan berkumandang.
*******
Sejak pukul empat dini hari sudut kamar Khiya di penuhi aroma rempah masakan, pasti ibunya. Karena itu, usai subuh an Khiya menghampiri ibu yang sedang mengaduk masakan diwajan besar bahkan saat mengaduknya seperti mengeluarkan tenaga dalam.
Khiya menuangkan air hangat lalu meminumnya "banyak banget bu masaknya" Dari aromanya Khiya tahu ibu sedang memasak Kari. Tepat samping sang ibu, ternyata ada satu wajan lagi yang berisi daging "itu apa?"
"Kemarin ibu dikasih daging kambing 5 kg sama Marni, ya sudah ibu masak bumbu empal" ibunya terkekeh gembira " resep baru dari bu lurah, ibu bosan kalau masak kambing digulai terus"
"Ibu akrab lagi sama bu Marni?" Sebetulnya tak ada masalah antara bu Marni dengan ibu Khiya sebelum Mahesa lulus kuliah. Gunjingan demi gunjingan terdengar dari mulut orang lain mengenai persoalan anak-anaknya, masalah yang harusnya kecil menjadi besar sehingga keduanya menjadi berselisih.
Namun Khiya tidak tahu kapan tepatnya ibu bergabung ke komunitas senam sehat lalu membuat story WhatsApp titik titik yang isinya kegiatan tersebut, hal yang paling mengejutkan ibu berfoto dengan bu Marni.
Ibunya mendesah jaim "Yaaa sudah tua seperti ini masa mau musuhan terus" ibu sedikit mengintip api kompornya sebentar
"Minggu kemarin Marni sama Syifa mampir ke rumah bawa durian sama paket oleh-oleh Bali dari Mahesa. Terus dia minta maaf, ngajarin ibu jadi orang tua yang bijak dan memikirkan kebahagiaan anak-anaknya. Kalau orang tuanya berselisih kasihan anak-anak" dengan delik mata ibunya berkata cepat
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Balik (End)
RomansaKhiya dan Mahesa adalah sepasang petani yang menitipkan hati satu sama lain. melalui kasih, ada satu dunia yang hanya mereka tempati. melalui kasih, mereka adalah pasangan sehidup semati. melalui kasih, apakah bersama adalah pilihan yang pasti? Ba...