13. Hari lahir Mahesa

1.4K 193 5
                                    

"Itu obat buat apa bu?" Tanya Khiya yang memperhatikan ibunya sedang membuka salah satu paperbag yang di bawa oleh Nino

"Bukan obat, ini suplemen" dengan riang ibunya kembali menata suplemen-suplemen itu di meja yang terdapat perlengkapan kecantikan Khiya

"Bedanya apa?"

"Suplemen itu sebagai pelengkap kebutuhan zat gizi makanan yang di dalamnya mengandung vitamin, mineral, apapun yang punya nilai gizi"

"Ibu jadi ingat masa-masa di Singapura majikan ibu banyak ngasih suplemen"

Khiya bangga dengan ibunya, meskipun menjadi TKW beliau banyak menyerap wawasan dengan baik.

"Harusnya tidak ibu terima"

"Tidak boleh begitu. Ini rezeki yang Allah kasih melalui Nino. Tidak boleh di tolak"

"Dia sedang merayu kita untuk menjual tanah itu bu"

"Lagipula tanah itu luas, jual saja sebagian" sahut ibunya santai yang justru membuat khiya mendelik tak percaya ibunya bisa sesantai itu.

"Tanah itu kakek amanahkan untuk rumah Khiya dan bang Mahesa"

"Kamu mau membuat rumah atau pabrik?"
Sindir ibunya, karena luasnya tanah yang ditinggalkan sang ayah

"Rumah, Khiya sama abang mau bangun pelasma ayam petelur"

"Zakhiya" ibunya menoleh menatap khiya datar

"Telinga ibu sakit kalau kamu sebut-sebut Mahesa"

"Bu" ibunya mengangkat tangan tanda tidak ingin di bantah

"Kamu terlalu pikir pendek kalau menyewakan tanah mengganggu progres pembangunan rumah. Padahal kamu sediri tidak tahu kapan akan di nikahi anaknya si Marni"

Khiya menunduk dengan bahu yang merosot "Abang bilang secepatnya, sekarang abang punya karir dan penghasilan tetap jadi mungkin saja sebentar lagi" ibunya menatap khiya mengerikan, kenapa bisa anak sulungnya jatuh cinta kepada anak si Marni yang sering terlihat dakian itu. Padahal sudah bagus dulu ayahnya menjodohkan khiya dengan haikal. Sudah tampan, sholeh, mapan lagi.

Ibunya berjalan dan duduk di sudut ranjang menghadap Khiya sambil tangannya memegang kaki sang anak

"Zakhiya, ibu mohon. Jangan gila" ucapnya serius

"Maksud ibu apa, khiya tidak gila" Khiya mendengus kesal, orang tua mana yang mengira anaknya gila

"Gila cinta dengan Mahesa. Jangan sampai kamu gelap mata tentang realita yang ada di hadapanmu saat ini"

"Realita seperti apa?"

"Realita kalau kamu punya potensi lebih dari pada petik teh dan menunggu Mahesa sampai dia nikahin kamu"

********

Mahesa menekan lift untuk diantarkan ke lantai tempat kerjanya. "lembur lagi hes?"

"He iya nih, lantai berapa mas?" Mas abi dari divisi lain ikut masuk ke dalam lift tersebut.

"Sama kayak elo, gue mau ke Erwin nagih proposal" Mahesa tersenyum tipis sebelum menarik jarinya dari deretan angka di lift.

"Gimana kerja disini hes?" Mas Abi memperhatikan tubuh Mahesa "subur makmur tentram dan damai kan? Dilihat dari gelagat perut sih iya" Mahesa tersenyum malu-malu

"langsung naik sepuluh kilo"

Bukan Mahesa yang gila makan tapi Mahesa yang gila duduk di depan komputer ber jam-jam dan tidak melakukan aktivitas olahraga, saking disibukkan oleh pekerjaan dan lembur. Jadi jangan salahkan perut Mahesa yang semakin maju dan wajahnya mendadak bulat.

"Dulu juga gue gitu, cape mikir, stress, lapar terus, makan terus tapi badan engga banyak di gerakin" lift berdenting dan terbuka sendirinya

"Tau kan si Bobby gendut yang satu divisi sama lo, nah badan gue hampir samaan sama dia tapi Bobby yang sebelum naik 8 kg. Pas awal-awal lo gabung" Mahesa menggeleng tak habis pikir, sepertinya mas Abi tau banyak tentang bobot karyawan disini.

"Gue dengar ya Mas" Bobby tepat berada di belakang mereka sedang membawa beberapa lembaran dengan wajah yang pura-pura masam.

"Iya enggapapa lo denger, emang bener kan lo gendut"

"Wah jahat banget tuh bob, body shaming namanya" sahut salah satu karyawan memprovokasi

"Tau nih mas Abi hobinya membully orang. Ga tau aja perjuangan mereka buat turunin berat badan kayak gimana"

Mas abi menghela nafas dramatisir lalu merangkul Bobby

"Ya kalau berjuang kenapa makin melar ini perut" tangan abi berada di perut Bobby

"Tuh kan mas Abi mah, jahat lo mas" Bobby melepaskan rangkulan mas Abi dengan raut kesal

"Engga jahat justru gue sayang sama elo, dipikir punya badan gitu sehat? Kagak, justru itu pemicu banyak penyakit. dan satu lagi, gak usah sok sok an love yourself atau be yourself be yourself an gitu dengan keadaan lo yang kayak gini. kalau lo love yourself lo pasti berjuang buat turunin berat badan demi kesehatan lo"

"Gue udah berjuang mas abi" balasnya kesal

"Kayak gimana?"

"Diet carbo. Lo mah gak tau, gue sampai masuk rumah sakit"

"Dokter yang nyaranin lo diet kek gitu?"

"Gue lah"

Mas abi menggibaskan tangannya sambil terkekeh seakan itu hal biasa dan remeh

"Dipikir diet engga pake ilmu" mas Abi mengeluarkan ponselnya lalu memperlihatkan suatu poster

"Gue rekomendasiin lo baca buku karya bini gue, no diet healty yes, mau cetakan 3, langsung PO lo. Gue jamin 6 bulan badan lo udah se six pack gue" mas abi mengangkat salah satu tangannya dan memamerkan otot-otot lengannya

Pegawai yang sejak tadi asik mengamati mereka tertawa "yeee marketing juga kan ujung-ujungnya"

Puas tertawa, mas Abi menepuk bahu Bobby kembali "Serius Bob, mulai sekarang lo atur deh pola hidup lo"

"Mana sempat olahraga." celetuk salah satu pegawai lainnya

Mas abi berdehe tegas "Gue kasih voucher gratis gym di tempat gue, free Healthy breakfast buat besok" yang mendengar itu bersorak bahagia karena mas abi di kantornya ini cukup populer.

"Gue ajarin cara diet yang bener dengan sumber-sumber ter percaya"

My Zakhiya is calling.....

Mahesa tersenyum lalu menaruh ballpointnya

"Assalamualaikum cantik"

"Waalaikumsalam abang......Gan-teng" Mahesa tertawa saat Khiya memujinya dengan malu-malu

"Kok baru sekarang telepon abangnya, lagi sibuk ngapain emang?"

"Erh keterusan ajarin Dimas, besok katanya ulangan, maafin Khiya ya bang"

"Iya sayang, abang maafin selama kamu inget ulang tahun abang" Khiya terkekeh di seberang sana

"Kalau abang disana pasti udah kamu buatin nasi tumpeng, abang kangen banget tumpeng buatanmu dik" seperti seseorang yang sedang kasmaran, Mahesa menatap foto Khiya yang terpajang di figura kecilnya dengan tatapan kagum sekaligus rindu namun tergesa disadarkan pekerjaan yang masih menumpuk.

Khiya masih tertawa malu-malu

"Ketawa lagi. Bukannya doain "

"Ga ada doa spesial di hari ulang tahun abang"

"Adanya doa istimewa, gitu?"

"Itu martabak" Sahut Khiya gemas lalu terdiam sebentar

"Karena doa Khiya tetap sama, semoga abang diberikan kesehatan, dilimpahkan rezeki yang lapang, banyak yang menyayangi abang dan diberkahi segala aktivitas abang"

"Kalau urusan doa, kamu terbaik dik setelah ibu"

"Ada satu lagi bang...."

"Apa tuh?"

"Semoga abang cepat nikahin Khiya tahun ini"



TBC

Titik Balik (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang