29. Mata angin berbeda

1.4K 177 1
                                    

"Iya!" Walau setengah hati Mahesa mengiyakan ungkapan Khiya agar cepat beres.

"Sekarang masuk kamar. istirahat"
Bukannya patuh, Khiya malah menatapnya berang "Maksudnya, abang suruh Khiya menginap disini? Jangan-jangan semudah itu abang ajak teman-teman abang menginap disini termasuk perempuan" Kemarahan Mahesa sudah di ubun-ubun, kakinya melangkah seraya alis yang ditekuk membingkai tatapannya yang tajam.

"Kamu nuduh saya?"

Semarah apapun Mahesa belum pernah memanggil dirinya dengan sebutan saya apalagi dibalik tatapan tajamnya ada sorot nanar yang membuatnya terlihat jahat

"Saya suruh kamu menginap disini karena sudah malam, kamu perlu istirahat Zakhiya" bisiknya namun seperti sayatan untuk telinga Khiya

Khiya masih tetap tidak terima "kalau abang serius, sebelum Khiya datang kesini, abang sudah siapkan tempat tinggal sementara. Bukan satu atap seperti ini"

Dua pasang mata yang biasa bertatap penuh kasih kini sebaliknya "kamu kira semuanya tentang kamu?"

"Artinya abang tidak serius mengajak Khiya kesini"

"Oh ya?" melihat sifat keras kepala Khiya yang tidak berubah membuat Mahesa tak bisa berkutik apapun selain terkekeh

"Kita belum menikah bang, tidak seharusnya tinggal satu atap"

"Satu atap bukan berarti saya akan memperkosa kamu" baru saja kata terakhir itu terucap, pipinya panas dan berdenyut nyeri. Namun tak lebih sakit dari mengetahui fakta bahwa perempuan yang sedang ia perjuangkan tidak mempercayainya dan tidak selembut yang ia kira.

Mahesa menatap nanar tangan mungil itu yang masih menggantung. Ternyata tangan yang sering mengelus rambutnya itu bisa berubah mengerikan.

"B-bang" detik ini pula Khiya ingin memotong tangannya yang sudah lancang menampar Mahesa. Semua itu di luar kendali, tangannya tiba-tiba terangkat dengan saat Mahesa mengucapkan kata. Memejamkan mata, -Khiya tidak mau mengingatnya

"Khiya tidak sengaja— maafk-"

"Marah kamu sebenarnya gitu ya, Zakhiya Andriana?" Tidak, tidak, Khiya tidak bisa melihat Mahesa yang menyorotinya penuh kekecewaan

"Tidak bang, semua i-"

Mahesa menggeleng "Ngga ada jaminan kamu berhenti melakukan hal kasar kayak gitu"

Tada hal yang bisa Khiya lakukan selain menangis tersedu menyesali perbuatannya pada Mahesa, pria itu pasti mengira yang tidak-tidak.

Zakhiya salah dan ia tidak tahu harus bagaimana, disaat yang sama emosi Mahesa mendominasi seluruh atmosfir ruangan ini.

Pria itu memutar tumit, menjauhinya

"Abang khiya minta maaf, khiya janji tidak akan menampar lagi" tak ada sahutan, pria itu melangkah mengambil tas besar khiya.

Memberanikan diri, Zakhiya menarik baju Mahesa "Khiya salah bang, Khiya minta maaf" Mahesa mengabaikan kalimatnya namun tangan yang menggantung di bajunya ditarik kasar, membawanya ke luar apartemen "Abang mau bawa khiya mana?"

"Bang!" Nafas pria itu memburu saat berhenti di lift.

Zakhiya pasrah

mungkin Mahesa akan memulangkannya ke kampung halaman.

Lift terbuka dan Mahesa kembali menyeret Khiya, membuka pintu mobilnya, dan menuntun gadis itu untuk masuk.

Tubuh Khiya terperanjat kala pintu mobil ditutup sangat kencang sampai mengeluarkan suara yang nyaring

*******

Tulisan Hotel terpampang jelas di pelataran gedung yang di masuki mobil Mahesa "Mau apa kita hotel?" Rasa sesal, dan sedih memudar digantikan rasa takut yang luar biasa

Titik Balik (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang