Kalau Khiya memiliki keberanian yang besar, saat ini pula ia akan nekad pulang ke tempat rantauan tanpa didampingi Mahesa alih alih saling diam menyimpan kecanggungan masing—- tidak masing-masing, karena justru hanya Khiya yang terlihat canggung dan kaku, sementara pria disampingnya sedang menopang dagu santai sambil menatap jalanan yang padat.
Sepeda motor dari arah kanan mobil belakang terlihat ugal-ugalan hingga menarik perhatian Khiya karena beberapa pengendaran mengklaksoni "abang awas!"
Khiya memegang dadanya kaget dan tubuhnya sedikit limbung karena pergerakan mobil yang berhenti mendadak, Kalau mobil ini dalam kecepatan tinggi dan tidak cepat menekan pedal rem, mungkin pengendara motor itu sudah nyelip di bawah mobil ini.
"Dia tidak pakai helem terus bawa motornya tidak hati-hati. Harusnya dia ditilang, lampu merah itu ada CCTVnya" menoleh, dan jantung Khiya semakin ingin copot
"Ada yang luka?" Hampir, dahi Khiya hampir menyentuh dashboard mobil, beruntung ada sabuk pengaman yang menahannya.
Dibalik bulu matanya yang panjang, sorot tajam penuh kecemasan itu seakan mengabsen setiap sudut wajah Khiya.
"Khiya jawab abang" lembut sekali saat memanggil seperti menekan kekhawatirannya
"Khiya hanya kaget"
"Berhenti dulu depan ya" Khiya menurut saja
******
Depan yang di maksud Mahesa setengah jam dari tempat kejadian tadi. Tempat yang Mahesa janjikan untuk rehat adalah pantai yang tak sengaja ditemui.
Setelah membuka pintu mobil, Khiya menghampiri Mahesa yang terlihat fokus memperhatikan sudut mobil, sesekali menyentuh outlander hitamnya yang terdapat beberapa goresan putih keabuan dan sedikit berlekuk.
"Goresannya parah tidak, bang? Masih bisa di betulkan?"
Mahesa memalingkan wajahnya pada Khiya kemudian menggeleng "ngga sampe tiga hari paling udah mulus lagi" sembari mengangkat sudut bibirnya
Khiya tertegun oleh jawaban Mahesa yang terkesan santai, seharusnya Mahesa kesal atau marah dengan kejadian tadi secara itu barangnya. Setahu Khiya, Mahesa selalu posesif dengan barang-barang yang ia miliki. Jangankan kegores, Syifa meminjam kaus tanpa izinnyapun pasti membuat Mahesa marah, apalagi mobil yang harganya mahal.
Minimal raut wajahnya kesal, alih-alih mengkhawatirkan Khiya dan pasrah.
"Abang tidak marah? Mobil abang banyak goresan-goresan, pasti keluarin banyak uang lagi" malu malu, Khiya mengintip Mahesa lewat bulu matanya
"Gapapa pasti ada hikmahnya, siapa tau dengan kejadian ini abang bisa lebih fokus saat berkendara" Khiya tertegun saat Mahesa meliriknya sekilas namun dengan tatapan genit
"Abang tidak fokus tadi?"
"Mau fokus gimana kalau samping abang ada bidadari cantik"
Khiya tahu itu hanya lelucon tapi wajahnya tak bisa diajak kompromi untuk tetap hangat, bukan memanas seperti kepiting rebus
"Gombal" Khiya berbalik menjauh agar wajah memerahnya tak terlihat, samar-sama terdengar tawa renyah Mahesa yang bercampur dengan riuh angin laut
Langkahnya mengikuti Khiya yang pergi kearah bibir pantai sambil menggenggam sendalnya. Entah sampai mana langkah Khiya membawanya, yang pasti Mahesa berada disamping kanan Khiya. Hasil pecahan ombak menyapa jemari kaki mereka
"Bang Mahesa"
Merasa terpanggil dengan belaian suara lembut, Mahesa segera menoleh dan menatap figur wajah Khiya dari samping.
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Balik (End)
RomanceKhiya dan Mahesa adalah sepasang petani yang menitipkan hati satu sama lain. melalui kasih, ada satu dunia yang hanya mereka tempati. melalui kasih, mereka adalah pasangan sehidup semati. melalui kasih, apakah bersama adalah pilihan yang pasti? Ba...