"Pasangan kalau udah ngga nyambung mau apa yang dipertahankan?" jelas Arya menggeser teh botolnya saat menu makan siang di kantin kantor tiba
"Kalau kata Tulus, tubuh saling bersandar ke arah mata angin berbeda" bernada, Mahesa mengabaikan gurauannya
"Ngga nyambung gimana?"
"Engga suportif" Arya mengedikan bahu sebelum melanjutkan "gue ngelakuin kesalahan yang buat dia ngga suka, abis itu baikan, tapi kalau masalah keulang lagi suka ungkit-ungkit dan engga tau waktu" digigitnya kerupuk putih itu dengan keras, melampiaskan masa lalu yang saat diingat membuatnya kesal
"Tiap ngomongin hal yang serius, dia sering ngalihin pembicaraan yang ngga masuk sama obrolan"
"minimal dengerin, kalau dia ngga ngerti apa yang gue maksud" tangannya bergerak membersihkan remahan di sudut bibirnya
"Puncaknya kemarin, gue ngerasa udah ngga bener nih, udah ngga nyambung, yaudah gue beresin" Arya melahap kembali sate padangnya
"Dari awal pacaran?" Tak seperti Arya yang lahap, Mahesa makan dengan pelan seolah kata-kata Arya lebih layak di cerna dari pada sate padangnya
"Awal pacaran gue ngga banyak cerita, malah dia yang banyak cerita. Jadi belum tau dia begitu"
"Perasaan lo gimana?"
"Sedih lah, dibalik sikapnya yang gue sebutin barusan. Dia orangnya setia, cantik, pekerja keras. Tapi secantik-cantiknya cewek kalah sama mereka yang bisa buat kita nyaman. Ibaratkan visual itu yang pertama kali dilihat, bertahannya tergantung dari sikap dan karakter mereka"
"Komunikasi itu pondasi hubungan. Seperti jembatan yang menghubungkan si pasangan. kalau rubuh, mau gimana nyampenya?"
Mahesa bergeming mengabaikan sate padangnya yang baru termakan tiga tusuk, merasakan janggal dalam hatinya semakin menjadi.
******
"Tadi sarapan di bawah?" Mahesa menuangkan kerang ke atas piring hotel yang sudah ada nasinya, disusul cumi goreng yang menjadi favorit Mahesa namun bukan untuknya, melainkan sosok dihadapannya yang sedang menekuk alisnya dan enggan menatapnya. Masih marah.
"Khiya tidak sarapan" jawabnya ketus
"Dikamar terus dari kemarin?" Melupakan kejadian kemarin, Mahesa berusaha bertutur lembut. Namun melihat sikap Khiya saat ini, responnya datar dengan sendirinya.
"Khiya takut" Sebelah alisnya terangkat, merasa terganggu dengan kata takut yang Khiya maksud.
Oh God! Ini hotel bintang 5 yang keamanannya pasti terjamin.
"Takut apa?"
"Takut di liftnya" balasnya tak kalah datar
"abisin makanannya" Mahesa memutus ketegangan diantara mereka dengan menjauh ke arah balkon, membiarkan Khiya makan sendirian karena tahu jika ada dirinya disana perempuan itu akan gengsi.
Akhirnya, akhirnya! Khiya mendapatkan amunisi setelah seharian puasa makan karena hanya meminum air botoloan yang disediakan oleh hotel. Lebih baik seperti itu dari pada Khiya turun menggunakan lift lalu pintunya tidak bisa di buka lagi.
Khiya melahap nasi yang ada di piringnya diikuti cumi goreng. Mahesa benar-benar menepati janjinya mengajak khiya memakan seafood, setelah lelaki itu cerita panjang lebar tentang seafood langganannya, katanya Khiya harus coba karena itu kesukaan Mahesa. Seluruh hal yang Mahesa suka, khiya harus tau, ungkap lelaki yang saat ini termenung menatap hamparan lampu kota.
Namun itu dulu. setelah ia menjumpai teman-teman Mahesa, Khiya sadar diri bahwa ia telah kehilangan banyak cerita mengenai pria itu.
Mahesa yang sebulan ini hobi berenang
Mahesa yang sudah mengurangi makanan pedas akibat amandel yang tidak khiya ketahui
Mahesa yang lebih menyukai nasi merah
Dan Mahesa yang menyukai heavlight
KAMU SEDANG MEMBACA
Titik Balik (End)
RomanceKhiya dan Mahesa adalah sepasang petani yang menitipkan hati satu sama lain. melalui kasih, ada satu dunia yang hanya mereka tempati. melalui kasih, mereka adalah pasangan sehidup semati. melalui kasih, apakah bersama adalah pilihan yang pasti? Ba...